Kisah Pantang Menyerah Guru Penyandang Disabilitas di MTsN Serdang Bedagai
sentralberita | Dolok Masihul ~ Rizky Mulia Sari Harahap, S.Pd, ia adalah guru penyandang disabilitas yang gigih mengajar di MTs Negeri Serdang Bedagai, Kabupaten Serdang Bedagai. Sejak lahir 36 tahun silam Sari mengalami gangguan pada tangan kirinya.
Di awal menjadi guru honor untuk membantu proses belajar mengajar, Sari memanfaatkan tangan sambung terbuat dari stainless steel. Namun dikarenkan terasa ribet, Sari tidak lagi menggunakan tangan palsu tersebut. Kendati demikian, semangatnya untuk mencerdaskan generasi bangsa tidak surut begitu saja.
Sari mulai berprofesi sebagai guru PNS Kementerian Agama RI sejak Maret 2019 lalu. Guru PNS ia raih setelah melewati serangkaian tes CPNS tahun 2018. Putri sulung dari 4 bersaudara pasangan Zainuddin Harahap seorang Pensiunan Polisi dan Normawati itu, mulus melaju sampai seleksi akhir dan dinyatakan lulus pada bulan Maret 2019, menjadi tenaga pendidik di MTsN Sergai.
“Terhitung Mulai Tanggal (TMT) 01 Juni 2019, saya ditugaskan mengajar di MTsN Sergai. Apa yang saya dapatkan adalah anugerah dari Allah SWT, saya lulus dari seleksi khusus dan menjadi seorang guru,” katanya.
Menurutnya, disabilitas bisa memiliki kemampuan yang sama dengan masyarakat lainnya sehingga layak mendapat kesempatan.
“Beberapa tahun ke belakang, disabilitas itu kurang dipercayai. Namun, sekarang kami bisa diberikan kesempatan untuk berkontribusi di dunia masing-masing, seperti saya di dunia pendidikan,” terang Alumni MIPA Jurusan Kimia di Universitan Negeri Medan (Unimed) tahun 2012 ini.
Bagi Alumni MIPA ini, profesi menjadi seorang guru disabilitas, tidak berbeda dengan guru lainnya. Meski ia mengalami gangguan pada tangan kirinya, Sari tetap gigih memberikan ilmu untuk murid-muridnya.
Sehari-hari Sari mengampu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di MTsN Sergai. Ia juga memanfaatkan teknologi untuk membantu pembelajarannya, yakni menggunakan Laptop dan Infokus. Kesempatan mengajar di MTsN Sergai tidak disia-siakan Sari, hingga mata pelajaran mampu diberikan dengan baik dan ditangkap oleh muridnya.
“Mungkin awalnya murid-murid di sini bingung. Biasanya yang masuk itu guru normal, tapi kok malah saya. Saya memberikan pemahaman kepada siswa tentang kondisi saya, namun seiring berjalannya waktu, semuanya mencair,” bebernya.
Kerja ikhlas dibarengi doa selalu ia terapkan ketika ia mengajar murid-muridnya. Meski ada kendala pada tangannya, Keterbatasan fisik yang dialaminya ini, bukan menjadi hambatan baginya.
Sari menggunakan Angkutan Kota (Angkot) untuk berangkat dan pulang bekerja dari rumahnya di Dusun 11 Desa Bangun Sari, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang menuju tempat ia mengajar, jarak tempuhnya kurang lebih 30 kilometer.
Diakui ibu dua orang anak Syaqila Rizki Ramadani dan Gibran Raziq ini bahwa keterbatasan fisik membatasi geraknya, tetapi tak membatasi mimpi, kehidupan dan cita-citanya. “Apalagi saya biasa terdidik tanpa begantung pada orang lain, intinya ada niat pasti kita bisa,” ungkap Sari.
Ia juga mengaku dukungan dan motivasi dari para rekan guru dan siswanya turut serta menjadi suplemen dirinya dalam menjalankan tugas negara.
“Saya sangat nyaman dengan keluarga yang sudah terbentuk di MTsN Sergai. Apalagi gurunya juga sangat baik dan memahami kekurangan saya. Namun, saya juga mengakui kalau saya mudah beradaptasi di setiap lingkungan, sehingga meyakinkan diri saya sendiri telebih dahulu untuk mendapatkan kenyamanan itu,” pungkas Sari.
Salah seorang siswi MTsN Sergai Laura Audya Br Purba mengatakan banyak siswa dekat dengan Sari. Bahkan mereka pernah datang kerumahnya dan nonton bioskop bareng.
“Ustadzah Sari menginspirasi kami, tentunya kami siswa lebih giat lagi. Sosok Ustdazah Sari ini sangat menginspirasi kami di MTsN Sergai, semangatnya, cara mengajarnya patut kami jadikan panutan,” ungkap Laura.
Sementara itu, Kepala MTsN Sergai Nurleli, M.Pd, mengakui kemampuan pengajaran Sari yang bisa setara dengan guru-guru lainnya. Bahkan Sari juga memiliki bakat di bidang lainnya, yang membantu kegiatan belajar mengajar. Sari menjadi contoh pahlawan pendidikan memutus stigma negatif bahwa disabilitas hanyalah menjadi beban.
“Beliau membuktikan jika disabilitas mampu berkarya, menjadi seorang guru di Madrasah. Dia mampu bersekolah di SMA Negeri 8 Medan dan kuliah di Unimed. Ini membuktikan kerja keras atas upayanya yang tak pernah berputus asa,” ucap Nurleli. (01/red)