Pemborong Proyek P3A Di Desa Bangun Sejati Hutabargot Gunakan Kelompok Tani Palsu
sentralberita | Madina ~ Bobroknya pengerjaan proyek Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi ( P3 TGAI) berupa saluran irigasi persawahan di Desa Bangun Sejati Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal ( Madina) semakin terkuak.
Dua kelompok Tani ( Poktan) yakni Sahata dan Mahkota yang mengerjakan proyek tersebut ternyata hanya fiktif belaka,pemborong diduga membuat Poktan Palsu guna meraup untung besar.
Terungkapnya Poktan palsu dalam proyek saluran irigasi Desa Bangun Sejati tersebut menyusul pengakuan dari kordinator Pertanian Kecamatan Hutabargot, Gusnar Pane yang ditemui baru -baru ini, menyebutkan tidak ada Kelompok Tani bernama Sahata dan Mahkota di desa tersebut, sebagaimana klaim pemborong.
” Jadi dapat saya tegaskan, kelompok Tani yang resmi ada di Desa Bangun Sejati ini adalah kelompok Tani ‘ Maju Bersama’, kami tidak mengenal kelompok Tani Sahata dan Mahkota”, tegas Gusnar.
Seperti diketahui, proyek saluran irigasi yang disebut sepanjang 250 meter tersebut bersumber dari dana aspirasi Kementerian PUPR Provinsi Sumatera Utara.
Sedianya sistem pengerjaannya juga dilakukan dengan swakelola dengan menggandeng kelompok Tani desa Bangun Sejati untuk dipekerjakan dalam pembangunannya.
Bantahan kordinator Pertanian Kecamatan Hutabargot Gusnar Pane tersebut terkait keberadaan Poktan Sahata dan Mahkota menegaskan bahwa telah terjadi manipulasi oleh pemborong.
Sejatinya Poktan di Desa tersebutlah yang digandeng, warga dapat lapangan pekerjaan dan kwalitas juga dapat dimaksimalkan.
Diduga pemborong telah menciptakan poktan palsu Sahata dan Mahkota, sehingga diduga telah terjadi berbagai pemalsuan dalam melahirkan Poktan palsu tersebut.
Hal tersebut diperkuat dengan pengakuan sejumlah pekerja yang ditemui juga mengaku bukan warga setempat, tapi warga dari kecamatan Siabu dan Malintang.
Sebelumnya, dari hasil temuan investigasi di lapangan, saluran air irigasi yang saat ini tengah berjalan kualitasnya sangat buruk, tidak tampak sama sekali warna semen dalam coran batu pasir.
Bahkan, sejumlah titik sudah mengalami retak – retak, kandungan batu gunung yang digunakan juga sebagian sudah jatuh, padahal pekerjaan masih berjalan.
Kemudian, dalam pembuatan dinding saluran air sama sekali tidak melakukan penggalian tanah, sehingga diprediksi umur bangunan tersebut tidak akan bertahan lama.
Namun oleh pemborong berusaha mengelabui dengan melakukan pelasteran agak rapi, sehingga sepintas terlihat kokoh namun pada dasarnya keropos.
Akibat pengerjaan proyek tersebut sejumlah petani mengaku terganggu dan tidak dapat turun ke sawah karena terganggu dengan aliran air, sehingga merugikan petani.( FS)