Langgar UU RI No:21, PT. Adei Tebing Tinggi Terancam Pidana dan Denda Ratusan Juta Rupiah

Dari kiri ke kanan: Sekretaris Hajidin, Ketua PC KSPSI Kota Tebing Tinggi dan Tebing Syahbandar, Ibrahim bersama Ketua dan Wakil Ketua PUK SPSI PT Adei Crumb Rubber Industri usai melaporkan pihak manajemen ke Polres Tebing Tinggi, Rabu (2/11/2022). Foto: SB-jontob

sentralberita | Tebing Tinggi ~ Dituding melanggar Undang-Undang Tentang Serikat Pekerja/Buruh (UU Nomor 21 Tahun 2000-red), PC. KSPSI Kota Tebing Tinggi melaporkan pihak PT Adei Crumb Rubber Industri ke Polres Tebing Tinggi, Rabu (2/11/2022).

Menurut Ketua PC KSPSI Kota Tebing Tinggi dan Tebing Syahbandar Sergai, Ibrahim, pihak manajemen PT Adei Crumb Rubber Industri yang beralamat di Jl. Tuanku Imam Bonjol Kota Tebing Tinggi telah melakukan tindakan yang melawan hukum dengan melanggar undang-undang tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dimana pihak manajemen tersebut melakukan tindakan penekanan, intimidasi dan pengusiran terhadap terhadap karyawannya yang tergabung didalam kepengurusan dan anggota PUK SPSI di Pabrik pengolahan karet getah tersebut.

Hal itu justru dilakukan pihak manajemen perusahaan bernama Elly sesaat setelah dibentuknya wadah PUK SPSI di PT Adei oleh para pekerja.

” Pada hari ini kami Konfederasi SPSI bersama PUK SPSI telah ke kantor polisi untuk melaporkan tindakan diskriminasi, diskriminatif yang dilakukan ibu Elly sebagai wakil manajemen PT Adei Crumb Rubber Industri kepada para pekerja anggota PUK SPSI yang mana menurut pandangan saya, ibu Elly benci atau menghalang-halangi keberadaan SPSI di PT Adei sehingga bertindak seperti itu,” ungkap Ibrahim.

Ibrahim menyebut, kedatangan mereka ke Polres Tebing Tinggi untuk mempertanyakan Laporan Dumas ke Kapolres AKBP Mochamad Kunto Wibisono, SH, Sik, MSI yang telah dikirimkan pada tanggal 25 Oktober 2022 lalu.

Atas laporan Dumas dan kedatangan pihaknya tersebut, Ibrahim menyatakan telah disambut KBO Reskrim Polres Tebing Tinggi, Iptu Eben yang selanjutnya diarahkan ke Satuan Intelkam.

” Pihak kepolisian tadi sedang mendata dari laporan kami. Nanti akan dicocokkan dengan keterangan pihak PT Adei. Pihak kepolisian meminta kepada kami untuk bersabar, untuk permasalahan ini,” ujar Ibrahim didampingi Sekretaris PC KSPSI Hajidin, Ketua dan Wakil Ketua PUK SPSI PT Adei Selamat Arianto dan Ridho Alfatah di Kantor Sekretariat Jln. Prof. M. Yamin No. 35 Kelurahan Tanjung Marulak Kecamatan Rambutan Kota Tebing Tinggi usai dari kantor kepolisian.

Baca Juga :  Jaga Situasi Kamtibmas, Polres Tebing Tinggi Amankan 27 Sepeda Motor Saat Patroli Malam Hari

” Saya tadi meminta kepada pihak kepolisian agar persoalan ini secepatnya diproses dan disampaikan kepada Kapolres supaya nanti jelas siapa yang salah dan siapa yang benar,” tukas Ibrahim.

Ibrahim berharap pihak kepolisian dapat memproses pelanggaran undang-undang Nomor 21 Tahun Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja dan perlindungan ketenagakerjaan ini untuk dijalankan dan dilanjutkan ke pengadilan agar mengetahui siapa yang salah. Apakah pihaknya atau pengusaha.

Adapun upaya ini dilakukan Ibrahim, diakuinya, juga untuk mengingatkan para pengusaha yang ada di Kota Tebing Tinggi agar tidak memperlakukan dan menganggap para pekerjanya seperti budak, tetapi pandanglah mereka sebagai mitra usaha.

Kepada Disnaker Pemko Tebing Tinggi, Ibrahim juga menghimbau agar tidak memposisikan instansinya sebagai terkesan adanya keberpihakan sehingga menimbulkan kerugian moral dan materil kepada para pekerja.

Hal ini dilihat dari pertemuan bipartit antara PC KSPSI dan pihak PT Adei yang difasilitasi Disnaker Kota Tebing Tinggi pada Jumat, 21 Oktober lalu. Dimana pihak Disnaker dinilai tidak tegas terhadap perilaku pihak PT Adei.

Saat itu, ungkap Ibrahim, pertemuan sempat molor waktu. Yang seyogyanya pertemuan dilaksanakan pada Pkl. 9 pagi mundur sampai Pkl.14.00 wib menunggu pihak manajemen PT Adei. Padahal pihaknya telah mendatangkan Kuasa Hukum dari DPP K SPSI dari Jakarta dan dihadiri juga utusan DPD KSPSI Sumut.

Tidak hanya itu, sambung Ibrahim, AI yang mengaku sebagai Lawer atau kuasa hukum PT Adei tidak mau menunjukkan legalitasnya sebagai mewakili pihak PT Adei dan AI menolak untuk menandatangani notulen pertemuan, namun oleh Disnaker pertemuan tetap dilanjutkan dan saat berlangsungnya pertemuan AI juga tidak mengerti posisi dan kedatangannya untuk apa.

Padahal, pihak manajemen PT Adei, Elly selain melakukan pelanggaran terhadap UU

RI nomor: 21 Tahun 2000, juga telah mengingkari Perjanjian Kesepakatan Bersama (PKB) yang telah disepakati antara pekerja dan pengusaha di tahun 2001 dengan memangkas 50% dari tunjangan beras natura untuk pekerja.

Baca Juga :  Perlombaan Voli Bhayangkari Cup Zona I Berlangsung Meriah di Tebing Tinggi

Tindakan intimidasi dan pemutasian serta pengusiran dan pemutusan arus listrik di rumah kediaman pekerja di komplek perumahan karyawan PT Adei Crumb Rubber Industri Jln. Imam Bonjol Kota Tebing Tinggi yang dilakukan Wakil Managemen bernama Elly diduga akibat dari dibentuknya serikat pekerja (PUK SPSI) oleh para pekerja di lingkup kerja perusahaan.

Kendati telah menuai sorotan publik dari tokoh masyarakat dan telah dilaporkan ke polisi serta diketahui instansi Disnaker dan lembaga DPRD Kota Tebing Tinggi, tindakan Elly sebagai wakil manajemen bukannya surut, justru Elly semakin menunjukkan arogansinya dan merasa kebal hukum dengan tetap melakukan mutasi dan pengusiran terhadap para pekerja yang terdaftar sebagai pengurus dan anggota PUK SPSI di PT Adei Crumb Rubber Industri.

Atas tindakan yang dilakukan Elly sebagai wakil manajemen PT Adei Crumb Rubber Industri terhadap karyawan pekerjanya, Elly dianggap telah melanggar UU Nomor: 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh dan UU Nomor: 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dimana pada UU Nomor 21 Tahun 2000 pada pasal 5 ayat (1) dikatakan, Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh dan ayat (2) ; Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh.

Pasal 28 ; Siapapun dilarang menghalang-halangi dan memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara:

a. Melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;
b. Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
c. Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
d. Melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.

Kemudian dipasal 43 disebutkan,
(1) Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 5(lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. (SB/jontob)

-->