Jejak Langkah Pemikiran A. Hassan ,” Pemikir Islam Radikal”
sentralberita | Bandung ~ Menjelang seratus tahun usia Persatuan Islam (PERSIS) tidak dapat dilepaskan dari Sosok seorang pemikir Islam reformis yaitu Ahmad Hassan yang lebih dikenal dengan sapaan Hassan Bandung. Andilnya tidak mungkin kita lewatkan dan nafikan karena perannya yang begitu besar dan pengaruhnya yang begitu luas melewati batas organisasi yang dia gerakkan, yakni Persatuan Islam.
Posisi Ahmad Hassan atau Hassan Bandung dalam pertarungan pemikiran Islam itu ditunjukkan lewat tulisannya yang tajam dan tegas di berbagai media.
Disamping itu, ia juga dikenal sebagai polemis dan kritikus yang pedas.
Ia dikenal sebagai ahli debat yang ulung dalam menggugurkan argumentasi lawan-lawannya.
Sebelum Islam datang, kepercayaan animisme dan dinamisme serta ajaran Hindu-Budha telah berkembang di Indonesia.
Tetapi kepercayaan-kepercayaan tersebut makin lama perkembangannya semakin menurun dan akhirnya digantikan oleh peranan Islam.
Islamisasi yang paling luas terjadi ketika penjajah Portugis datang di Indonesia dan kemudian berhadapan dengannkerajaan-kerajaan Islam.
Sejarah Persatuan Islam
Persatuan Islam didirikan secara resmi pada tanggal 12 September 1923 di Bandung Oleh sekelompok orang Islam yang berminat dalam studi dan aktifitas keagamaan, yang dipimpin oleh Zamzam dan Muhammad Yunus.
Berbeda dengan organisasi-organisasi lain yang berdiri pada awal abad XX, Persatuan Islam memiliki ciri tersendiri, kegiatannya dititik beratkan pada pembentukan faham keagamaan.
Allan Samson membagi tokoh politik Islam menjadi (1) fundamentalist, dengan tokoh A. Hasan dan Isa Anshari (keduanya tokoh Persis) (2) reformist, dengan tokoh M. Natsir, dan (3) accomodationist, dengan tokoh Sukiman dan Agus Sudono, Dr. Syafiq A. Mughni, MA, Ph.D. dalam bukunya Hassan Bandung Pemikir Islam Radikal.
Sangat menarik membicarakan sosok pribadi dan integritas seorang A. Hassan dapat disimak tentang riwayat hidupnya.
Untuk mengenal siapa sesungguhnya A. Hasan, dan asal usulnya, beliau lahir di Singapura tahun 1887, ayahnya bernama Ahmad yang berasal dari India, ibunya bernama Muznah berasal dari Palekat Madras.
A. Hassan sendiri adalah pembelajar otodidak sehingga beliau tidak pernah menamatkan Sekolah Dasar sekalipun, namun kecemerlangan dan ketajaman hujjah dan penanya membuat lawan-lawan debatnya tidak berkutik.
A. Hassan dan Tokoh-Tokoh Indonesia
Ketokohan seseorang salah satunya dapat dilihat dari keluasan hubungannya.
Dengan siapa saja dia berhubungan dan berinteraksi menunjukkan dimana posisinya berada.
Perlu digaris bawahi bahwa A. Hassan bukanlah politisi sehingga kita akan sulit menemukan hubungan A. Hassan dengan berbagai pihak dalam konteks politik.
Sementara pada umumnya orang melihat kepeloporan dari sudut pandang politik.
Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila mereka yang disebut “tokoh” dan “berpengaruh” adalah mereka yang berkecimpung di dunia politik.
Padahal dalam realitas sesungguhnya tidak selalu politik yang memiliki peran dalam menggerakkan sejarah.
A. Hassan dalam konteks ini bukanlah aktivis politik, walaupun hubungannya banyak juga dengan tokoh pergerakkan seperti dengan Sukarno.
Apa kata mereka Tentang A. Hassan
Prof. Dr. Hamka:
Dan orang ketiga yang menjadi penyiar faham Abduh di Jawa adalah Syaikh Ahmad Hassan. Dan keistimewaan beliau ialah kekuatan hujjahnya dan teguhnya mempertahankan pendirian yang beliau yakini benarnya. Kuat hatinya, kuat hujjahnya dan pahit kritiknya, kalau perlu terhadap kawannya sendiri dengan jujurnya.
H. Tamar Djaya:
Kalau saya katakan bahwa A. Hassan adalah ulama yang paling alim di seluruh Indonesia, mungkin dianggap terlalu dibesar-besarkan. Akan tetapi menurut ulama-ulama terbesar di Jawa yang saya tanya, mengaku bahwa A. Hassan alim besar.
Prof. dr.G.P. Pijper:
A. Hassan was een groot geleerde. Ik bezit gelukkingvele van zijn talrijke werken. Wat moet deze man gestudeerd hebben. (A. Hassan adalah seorang ulama yang kenamaan. Saya beruntung masih memiliki banyak karya-karya (karangan-karangan) yang jumlahnya banyak sekali. Alangkah banyaknya ilmu yang dipelajari oleh beliau).
Federspiel:
Setelah mempelajari sepak terjang Persatuan Islam selama 45 tahun mengatakan:” …. Persatuan Islam adalah penting karena ia sudah berusaha memberi pola bagi masyarakat Islam, apakah sebenarnya Islam itu, apakah dasar-dasar yang pokok
dari agama itu, dan bagaimana seorang Muslim harus mengatur kehidupannya.
Dalam penyajiannya tentang hal ini Persatuan Islam mengelakkan memberi konsep yang remang-remang atau dalam garis – garis besar. Ini adalah suatu hal yang tak biasa di Indonesia, yaitu menganggap cara hidup menurut agama dengan tegas dan teliti. Anggota-anggotanya menentukan sikap yang tegas terhadap kebudayaan Indonesia tradisional, terhadap perkembangan-perkembangan yang berlangsung dalam abad XX, terhadap kebudayaan Barat dan terhadap pemikiran dan praktik orang Islam yang tradisional….”
Menarik dan patut mendapat apresiasi bahwa dalam Muktamar ke XVI Persis yang diselenggarakan di Bandung pada 26 – 29 Shafar 1444 H / 23 – 26 September 2022 M, dalam pembahasan di sidang Komisi, apakah A. Hassan dan M. Natsir masih perlu dicantumkan dalam Qanun Asasi atau Qanun Dakhili (AD/ART), disini dapat kita lihat kecintaan seluruh Muktamirin bahwa nama kedua tokoh tersebut harus dicantumkan, salah seorang utusan dari Sumatera Utara Agus Salim Sunarto agar kedua tokoh tersebut harus dimasukkan ini di dukung oleh seluruh Muktamirin.
Menanggapi gegap gempita tersebut Muhammad Nuh yang menimba ilmu di Pesantren Persil Bangil menanggapi bahwa tokoh-tokoh tersebut adalah idola para santri, dan kita semua sambil pandangan beliau menerawang dan mengenang masa lalu saat menimba ilmu di pesantren Bangil tiga dasawarsa lalu.
Perasaan berpendar
bagaimana para santri sangat menghormati sesepuh dan guru sebagai wujud kehalusan pekerti,” kenang Nuh. (01/red)