“Dimana Keadilan Itu Bagi Kami Rakyat Miskin”
Ketua Cahaya Perempuan, Hj Cut Bietty, SH
sentralberita | Medan ~ Wajah perempuan ini pilu. Segaris lipatan kecil terlihat jelas di keningnya. Bibir nya yang kering, wajahnya yang tirus menyimpan kesedihan yang begitu dalam.
Mengapa tidak. Anak sulungnya yang terkasih harus ‘direngut’ kesuciannya secara paksa oleh tetangga mereka sendiri.
Sebut saja, Indah, begitu perempuan ini bertutur dengan pelan. Anak sulungnya harus kehilangan masa depan. Setelah kesucian nya direnggut oleh tetangganya sendiri, sebut saja Eko.
Pada pertengahan Juli lalu, tepat nya tiga bulan yang lalu. Hari yang memilukan itu terjadi.
Saat anaknya, Melati (10) bermain-main bersama teman-temannya di halaman Masjid dekat rumah mereka usai belajar Mengaji.
Tiba-tiba saja Eko, memanggil Melati dan sedikit menghardik, ” hai..kamu laki-laki atau perempuan, bentak Eko pada Melati.”
“Aku perempuan bang,” kata Melati dengan gugup disertai ketakutan. ” Coba, buka celana dalammu, mau aku buktikan,” kata Eko dengan sedikit memaksa Melati.
Dengan ketakutan, awalnya Melati menolak, tapi Eko memaksa memelorotkan celana dalam Melati Secara beringas Eko, memotoin kemaluan Melati.
Lalu, Melati ditendang dan dipukuli Eko. Karena ketakutan dan panik. Melati masuk ke dalam kamar mandi dan diikuti Eko dari belakang.
Dengan membabi buta, Eko menarik paksa tangan Melati untuk masuk ke dalam kamar mandi dan mengunci Melati dari dalam.
Di dalam kamar mandi, perbuatan Eko semakin menjadi-jadi. Remaja ini memaksa Melati untuk mengisap kemaluannya. Dengan terpaksa dan menangis Melati melakukan itu.
Apalagi, Eko berjanji akan memberi imbalan uang rp 15 ribu, jika Melati mau mengisap kemaluannya. Astagfirullah.
Tak berhenti sampai disitu, Melati juga di sodomi dan dipukuli berkali-kali.
Dengan beringas Eko menarik tangan Melati untuk keluar dari kamar mandi. Di luar, Eko berteriak pada teman-temannya. Agar, memvideokan antara dirinya dan Melati yang sedang bersetubuh.
Eko begitu beirngas dan seperti kesetanan memperlakukan anak kecil yang berusia 10 tahun yang tidak berdaya itu.
Setelah puas, Eko yang masih berusia 15 tahun ini seperti tidak ada beban sudah melakukan perbuatan yang tidak berperikemanusiaan terhadap seorang anak kecil.
Karena perbuatan tidak senonoh itu, korban segera melapor pada kedua orang tuanya. Apa yang telah dilakukan Eko terhadap dirinya.
Kasus ini sudah dilaporkan ke pihak PPA ( Perlindungan Perempuan dan Anak ), ke Polsek Sunggal, dibantu kepala lingkungan setempat.
Tapi, sudah tiga bulan kasus ini hanya ‘ mengendap’ di instansi terkait tanpa ada proses lebih lanjut.
Sehingga membuat ayah korban yang sehari-hari adalah kuli bangunan dan ibu nya seorang ibu rumah tangga. Hanya bisa pasrah dan sabar menghadapi kasus ini.
” Padahal waktu kami lapor ke kantor Polisi, sudah kami sertakan surat visum. Yang mana untuk mengurus surat visum itu kami harus berhutang kesana kemari. Karena kami tak punya biaya sebesar rp 400 ribu,” kata Indah sambil mengurut dada.
Perempuan tiga anak ini hanya bisa pasrah. Sampai suatu ketika Ketua Cahaya Perempuan, Hj Cut Bietty, SH mengadakan penyuluhan tentang lingkungan dan sosial di kawasan rumah Indah.
Perempuan asal Medan yang sudah lama bermukim di Jakarta ini. Merasa terpanggil untuk menangani kasus Melati ini. Baru beberapa hari perempuan ini berada di Medan. Beliau langsung menangani kasus yang dialami Melati ini seminggu yang lalu.
” Dimana rasa keadilan itu. Mana aparat penegak hukum dan pihak UPT ( Perlindungan Perempuan dan Anak Kota Medan ). Kenapa tidak peka dengan kasus pelecehan seksual yang begitu keji ini. Ini adalah perbuatan kekerasan ganda yakni penganiayaan, sodomi, perkosaan yang dilakukan di tempat ibadah dan dilakukan di depan banyak orang dan di vidiokan,” kata Hj Cut Bietty dibakar emosi, saat ditemui di Jl Sisingamangaraja, semalam.
” Ini memang menyangkut nasib rakyat kecil dan miskin. Tapi, apakah rakyat kecil itu harus kita sia-siakan. Ini korban nya anak kecil lho dan pelakunya juga belum berumur 17 tahun. Tapi, apakah kita diam saja,” sungut Hj Cut Bietty sedikit kesal.
Menurut praktisi hukum yang cukup kondang di Kota Medan ini. ” Saya sangat menyesalkan sikap Polrestabes Medan yang membiarkan kasus tersebut hingga hampir 3 bulan. Belum ada titik terang korban mendapatkan keadilan padahal telah dilakukan Visum kepada korban dan pihak polisi sudah meminta 2 orang keterangan saksi yang melihat kejadian tersebut,” kata Hj Cut Bietty geram.
Akibat dari sikap kepolisian yang lambat. ” Sampai saat ini pelaku terus berkeliaran dan kira-kira seminggu yang lalu, pelaku mendatangi korban tetapi korban berhasil lari. Warga di sekitar itu juga menjadi resah karen pelaku terus berkeliaran sementara pihak kepolisian tidak mengambil sikap sesegera mungkin atas kekerasan yang dialami korban. Kasihan lho korban ini, jadi trauma,” ujar Hj Cut Bietty lagi.
Menurut perempuan yang masih terlihat gesit dan lincah ini.
” Jangan ada lagi korban- korban lain selain Melati. Cukup hanya Melati yang jadi korban. Jangan sampai Eko tetap berkeliaran kesana kemari. Tanpa ada yang berani menjamah hukum untuknya,” sesal perempuan 4 orang anak dan 6 orang cucu ini.
Perempuan yang memiliki rumah aman Cahaya Perempuan dan Anak Kota Medan ini sangat miris dengan penderitaan yang dirasakan Melati
” Setiap ibu Melati dan Melati menghubungi saya, mereka selalu menangis bahkan Melati sampai menjerit berteriak minta tolong pada saya agar pelaku segera ditangkap. Mana keadilan itu, mana keadilan buat rakyat miskin yang tidak berdosa ini. Apakah masih menunggu ada lagi korban-korban yang lain. Tolong bapak Kapolda segera usut pelakunya agar korban tenang dan tidak mengalami trauma setiap bertemu dengan Eko,” papar Hj Cut Bietty panjang lebar.
Kasus ini sudah dilaporkan korban dan ibu korban ke Polrestabes Medan dengan Nomor: LP/B/2194/VII/2023/SPKT/Polrestabes Medan/Polda Sumut.( Debbi Safinaz)