31 Mei Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Protect The Environment

sentralberita | Medan ~ Hari Tanpa Tembakau Sedunia atau World No Tobacco Day diperingati setiap tanggal 31 Mei, tahun ini bertepatan jatuh pada hari selasa.
Pesan yang ingin disampaikan pada peringatan ini adalah, agar muncul kesadaran yang dalam bagi para perokok untuk tidak merokok (mengisap tembakau) serentak di seluruh dunia pada 31 Mei.
Tujuannya agar para perokok berhentilah merokok agak sehari, sehingga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat pentingnya memelihara kesehatan.


Pada tahun 1987 Majelis Kesehatan Dunia mengeluarkan resolusi WHA40. 38 dan pada 1988, resolusi WHA4219 di sahkan.
Resolusi tersebut muncul karena kesadaran bahwa penggunaan tembakau telah menyebabkan lebih dari dua juta kematian dini di seluruh dunia setiap tahun pada waktu itu saat ini meningkat empat kali lipatnya, yang meninggal karena rokok dan bahan adiktif lainnya. Tema Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2022 adalah” Protect the Environment” tema ini menyoroti bahwa, sepanjang siklus hidupnya tembakau telah mencemari planet ini dan merusak kesehatan semua orang dan lingkungan.
HTTS adalah sebuah momentum bagi manusia untuk kembali merawat dan menjaga planet ini terlebih menjaga kesehatan.

Kebiasaan merokok tidak hanya merupakan masalah orang dewasa saja tapi juga di kalangan anak-anak remaja.
Terbukti dari meningkatnya prevalensi merokok di populasi usia 10 – 18 tahun.

Data Riset Kesehatan Dasar menyebutkan bahwa prevalensi merokok penduduk usia 10 tahun dari tahun 2013 sampai 2018 meningkat 10 persen.
Indonesia menjadi negara dengan jumlah perokok aktif terbanyak ketiga di dunia.

Baca Juga :  Kepmenaker Nomor 76 Tahun 2024: Menciptakan Hubungan Industrial dan Demokratis yang Berlandaskan pada Nilai-Nilai Pancasila

Pada HTTS ini penulis berdialog dan berbincang dengan, Dr. dr. Delyuzar, Sp.P.A(K) M. Ked (P.A),
Ketua Majelis Daerah (MD) Korps Alumi HMI (KAHMI) Kota Medan.
Wakil Dekan I FK USU.
Anggota Dewan Riset dan Innovasi Propinsi Sumatera Utara.
Berikut Dr. Delyuzar.

Indonesia tengah berada dalam “dilema” multy burden desease.
Mantan Menkes RI Prof. Dr. Nila F. Moeloek, tahun 2018 pernah mengatakan bahwa Indonesia sedang menghadapi Transisi Epidemiologi.

Pertama, terjadi pergeseran dari penyakit Menular kearah Penyakit Tidak Menular , ditandai meningkatnya Penyakit Jantung, Gagal ginjal, Diabetes, Kanker dsb.
Kedua, terjadi pula ancaman penyakit baru seperti Flu burung, Ebola dan TBC dengan resistensi/kebal obat.


Sementara, ketiga, Penyakit menular belum tuntas, ditandai dengan ramainya penyakit Demam berdarah, TBC, Malaria, HIV/AIDS dan kecacingan.
Kita baru saja menghadapi pukulan berat dengan terjadinya pandemi Covid 19.
Belakangan muncul pula ancaman baru Penyakit zoonosis (berasal dari hewan) yaitu Cacar Monyet berasal dari Virus monkeypox (dengan kode MPXV).

Riset Kesehatan Dasar (Balitbang Kesehatan Kemenkes 2018) mencatat bahwa Prevalensi Diabetes Melitus meningkat dari 6,9 % pada tahun 2013 menjadi 8,5% pada tahun 2018, Hipertensi meningkat dari 25,8% menjadi 34,1%.
Perilaku merokok oada remaja juga meningkat dari 7,2 % menjadi 9,1%.


Merokok mendorong peningkatan prevalensi Penyakit Jantung, Paru Kronis dan Kanker.
Rokok menyebabkan biaya perawatan penyakit akibat rokok meningkat.

Baca Juga :  Rahudman Sosok yang Tepat Kembali Pimpin Kota Medan 2024 - 2029


Tingkat hunian yang tinggi akibat penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit paru kronis seperti bronchitis chronis, kanker paru bahkan kanker serviks juga dikaitkan dengan merokok, mengakibatkan tersedotnya dana untuk perawatan di rumah sakit.
Pembiayaan yang seharusnya dapat dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan akhirnya terpakai untuk pengobatan, belum lagi tingkat kemangkiran kerja yang juga meningkatkan ketergantungan akibat sakit menjadi tidak produktif, jelas Delyuzar.

Pencegahan perilaku merokok harus dimulai dari dini.
Merokok jangan dianggap gaya hidup modern, gaya hidup yang menunjukkan kedewasaan dan kemapanan. Tapi remaja harus dididik untuk berprilaku sehat termasuk tidak merokok dan tidak mengkonsumsi zat adiktif lainnya.
Harus ada role model dari para pemimpin dan tokoh populer bahwa mereka sukses dan tidak merokok.


Keteladanan ini juga harus dilakukan oleh para pemimpin dan public figur bahwa tidak merokok adalah lebih oke dan hebat.
Berbagai program harus dilakukan secara masif.
Hari Tanpa Tembakau Sedunia Harus Melibatkan Kaum Milenial agar kedepan rokok bukan lagi problem masyarakat atau malah dianggap tidak problem padahal menyebabkan berbagai dampak dalam kehidupan , ” ujar Dr. dr. Delyuzar Wakil Dekan FK USU tersebut.
Terkadang kita merenung apakah bisa muncong, moncong (mulut bhs melayu, pen) berhenti gak sehari tak menghisap rokok, ini terpulang kepada sipelaku gaknya.

Penulis : Abdul Aziz, ST
Pemerhati sosial dan lingkungan.

-->