Dipertegas Majelis Hakim, Saksi Koordinator Marketing Sebut Korban Lebih Dulu Membatalkan
Sidang terdakwa Bambang Gunadi Putra Desky yang digelar di ruang Cakra 9 Pengadilan Negeri (PN) Medan. (F-ist)
sentralberita | Medan ~ Sidang terdakwa Bambang Gunadi Putra Desky yang digelar di ruang Cakra 9 Pengadilan Negeri (PN) Medan beragendakan mendengarkan keterangan dari saksi Zulfadli Nasution selaku Koordinator Marketing Perumahan Garuda Residence, Selasa (12/4/2022).
Dalam sidang yang dipimpin oleh Nelson Panjaitan tersebut, saksi Zulfadli tampak tenang menjawab beberapa pertanyaan dari Majelis Hakim.
Nah dalam sidang yang diikuti terdakwa melalui daring tersebut sempat memanas. Soalnya Majelis Hakim berulang kali memberikan pertanyaan yang sama kepada saksi, namun saksi tetap memberikan jawaban yang sama.
“Saya tegaskan lagi, mana lebih dulu. Korban membatalkan atau terdakwa menjual ke orang lain?,” ucap Majelis Hakim Nelson.
Dengan santai saksi tetap menjawab bahwa korban Denny Prasetya terlebih dahulu membatalkan, barulah terdakwa menjual 1 unit rumah di Perumahan Garuda Residence yang terletak di Jl. Eka Budi Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor Kota Medan ke orang lain.
“Lebihdahulu dibatalkan baru dijual ke ibu Nuraini pak Hakim. Sekitar bulan 9 si Denny membatalkan. Saya dengar dari marketingnya pak hakim. Korban membatalkan Pak Hakim, sekitar bulan 9 pak Hakim. Dibatalkan karena keterlambatan finishing rumah. Kata orang dia membatalkan karena dia mau nikah pak hakim. Karena kalau mau membatalkan memberitahu kami pak hakim,” jelas saksi.
Ketika ditanya oleh Majelis Hakim kapan terdakwa Bambang menjual rumah tersebut, saksi menjawab lupa.
Sementara saat ditanya oleh Jonen Naibaho SH selaku penasehat hukum terdakwa, dari mana saksi mengetahui pembatalan?, melalui lisan atau tulisan?. Saksi menegaskan bahwa ia mengetahui pembatalan tersebut melalui lisan pada bulan 9. Dan saksi juga mengatakan bahwa dirinya mengetahui tentang pembuatan surat pembatalan dibulan 10, namun saksi lupa tanggalnya.
Terpisah, diluar sidang Jonen Naibaho didampingi Eriksoni Purba menjelaskan bahwa korban Denny meminta supaya dibatalkan, dikatakan dengan lisan, bahwa dirinya sudah tidak mau lagi rumah tersebut dan Denny meminta agar uangnya dikembalikan.
“Setelah itu pada bulan oktober saksi korban dengan Bambang ada membuat surat perjanjian kesepakatan pembatalan dan dikenakan denda 20 persen. Lalu dibulan november ada dibuat perjanjian pembatalan dan disitu perjanjiannya ada jaminan surat tanah. Klien kami memberi satu surat tanah SK Bupati, disitu dibuat jaminan uang yang telah diterima terdakwa. Dan disitu ada perjanjian denda sebesar 20 persen atau senilai Rp 51 juta, apabila batas yang ditentukan itu dilewati, itulah poin dari perjanjian tersebut.
Lalu di bulan januari klien kami dilaporkan dengan pasal penipuan dan penggelapan, padahal ini ada surat perjanjian pembatalan. Ini ada surat jaminan yang menjadi objek, apabila ia tidak sanggup membayarkan DP tersebut, agunan itu bisa digugat dia secara perdata. Artinya peristiwa ini bukan merupakan pidana tetapi perdata, karena ada agunan, ada jaminan dan ada juga denda yang disebutkan disitu. Dan sidang berikutnya kita akan hadirkan saksi dari ahli pidana menjelaskan ini bagaimana sebenarnya,” terangnya.
Selain itu Jonen juga menyebutkan bahwa pihaknya akan menyurati Pengadilan, Komisi Yudisial, sebab menurutnya perkara kliennya itu merupakan ranah perdata bukanlah pidana.
“Jadi buat apa jaminan tersebut, dan dia (korban) sendiri yang membatalkan dengan alasan terlampau lama. Harapan kita supaya Hakim juga sesuai dengan fakta – fakta atau yang aturan hukumnya yang memang pidana-pidana yang perdata ya perdata,” ungkapnya.
Mengutip dakwaan JPU Erthy Simbolon, pada awalnya sekira bulan Maret 2020, saksi korban Denny Prasetya hendak membeli 1 unit rumah, lalu saksi korban melihat situs online OLX yang menawarkan rumah yang di jual dan saksi korban tertarik dengan Perumahan Garuda Residence yang terletak di Jl. Eka Budi Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor Kota Medan.
Lalu saksi korban menghubungi saksi Irwansyah Putra dan menanyakan apakah masih ada unit rumah di Perumahan Garuda Residence tersebut lalu saksi Irwansyah Putra mengatakan bahwa masih ada beberapa unit rumah yang tersedia.
Kemudian awal bulan April 2020, saksi korban dibawa oleh saksi Irwansyah Putra untuk bertemu terdakwa sebagai pemilik Perumahan Garuda Residence di Kantor Desky Property yang beralamat di Jl. Eka Rasmi Komplek Melinjo Blok 2 No. 1. Kemudian terdakwa menawarkan 1 unit rumah type 85 dengan luas tanah lebih kurang 128 M2 atau ukuran 8 x 16 Meter di Perumahan Garuda Residence. Maka terdakwa akan menyelesaikan rumah tersebut dengan mengecat, memperbaiki kamar dan dapur, memasang air dan listrik, memasang kosen serta memasang pagar, dan rumah tersebut dapat ditempati di akhir bulan Agustus 2020.
Selanjutnya terdakwa menawarkan harga rumah sebesar Rp 510 juta dan kemudian disepakati harga rumah tersebut senilai Rp 480 juta. Kemudian sebagai tanda jadi (booking fee) saksi korban menyerahkan uang sebesar Rp 5 juta.
Kemudian pada tanggal 20 April 2020 saksi korban bersama terdakwa membuat Akta Perjanjian di kantor Notaris Mauliddin Shati, SH yang beralamat di Jalan T. Amir Hamzah No. 48 C Kelurahan Karang Berombak Kecamatan Medan Barat Kota Medan, dan saksi korban menyerahkan uang muka sebesar Rp 160 juta disaksikan oleh saksi Irwansyah Putra dan saksi Muhammad Fatahillah Irsyad.
Pada tanggal 29 April 2020, saksi korban kembali menyerahkan uang Rp 40 juta sebagai sisa pembayaran tahap pertama kepada terdakwa di kantor terdakwa, setelah itu terdakwa menyerahkan kwitansi pembayaran sebesar Rp 205 juta dan berjanji kepada saksi korban rumah tersebut akan selesai bulan Agustus 2020. Pada bulan Juni 2020 saksi korban mengecek rumah tersebut, namun rumah tersebut belum juga selesai dikerjakan oleh terdakwa.
Kemudian pada tanggal 14 Juli 2020, terdakwa menelepon saksi korban meminta mentransfer uang sebanyak Rp 50 juta ke nomor rekening an. Bambang Gunadi Putra Desky dengan alasan untuk pengecatan rumah, namun saksi korban hanya memiliki uang Rp 20 juta dan terdakwa menyetujuinya. Kemudian saksi korban mentransfer Rp 10 juta sebanyak dua kali, namun setelah di transfer saksi korban melihat rumah tersebut belum juga selesai dikerjakan.
Pada tanggal 25 Agustus 2020 kembali terdakwa menelepon saksi korban meminta uang sebesar Rp 30 juta guna melakukan pembayaran tanah di lokasi perumahan, memasukkan air serta listrik, dan terdakwa pun berjanji rumah tersebut akan diselesaikan di bulan Oktober 2020. Mendengar hal tersebut saksi korban menyetujuinya lalu mentransfer uang ke rekening BRI an Darmawan atas permintaan terdakwa. Kemudian saksi korban mentransfer uang sebanyak Rp 10 juta ke rekening dimaksud.
Lalu tanggal 26 Agustus 2020 kembali saksi korban mentransfer sebesar Rp 10 juta ke rekening terdakwa dan sisanya diberikan langsung oleh saksi korban sebesar Rp 10 juta ketika saksi korban dan terdakwa bertemu di Jl. Batang Serangan.
Pada bulan September 2021, terdakwa tanpa sepengetahuan dari saksi korban telah menjual 1 unit rumah yang telah dijual kepada saksi korban kepada saksi Nur’aini sebesar Rp 500 juta dan terdakwa telah menerima uang muka sebesar Rp 10 juta.
Kemudian di bulan Oktober 2020, saksi korban kembali mengecek rumah tersebut dan ternyata belum selesai juga, akhirnya saksi korban meminta uangnya dikembalikan dan meminta pembatalan jual-beli rumah dengan terdakwa sepakat dengan menawarkan membuat Surat Perjanjian dan Pernyataan Kesanggupan Pengembalian Uang Muka Pembelian Rumah sebesar Rp 255 juta. Atas permintaan korban untuk membatalkan Perjanjian jual-beli rumah terdakwa menyetujui dan sanggup akan mengembalikan uang milik saksi korban sebesar Rp 255 juta yang telah diterima oleh terdakwa setelah rumah itu laku di jual kepada orang lain oleh terdakwa.
Kemudian pada tanggal 17 Oktober 2020, terdakwa telah melakukan kesepakatan Perjanjian jual-beli 1 unit rumah di Garuda Residence dengan saksi Nur’aini dengan menerima uang sebesar Rp 400 juta. Pada tanggal 31 Oktober 2020, kemudian terdakwa mengajak saksi korban membuat Surat Perjanjian dan Pernyataan Kesanggupan Pengembalian Uang Muka Pembelian Rumah yang ditandatangani kedua belah pihak dengan disaksikan oleh saksi Irwansyah Putra dan Muhammad Fatahillah Irsyad. Yang isinya : Berdasarkan batalnya jual-beli salah satu unit rumah di Garuda Residence Jl. Eka Budi Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor antara pihak Pertama yaitu terdakwa dengan pihak kedua (saksi korban) yang dikelola, maka saya selaku pihak pertama (terdakwa) bersedia dan mampu :
Mengembalikan seluruh total uang yang telah disetorkan oleh Pihak Kedua seutuhnya sebesar Rp 255 juta kepada pihak pertama sebagai uang muka pembelian rumah tersebut.
Sanggup mengembalikan seluruh uang tersebut selambat-lambatnya 15 hari setelah perjanjian ini saya tandatangani yaitu tanggal 15 November 2020 pukul 18.00 wib.
Apabila saya tidak dapat mengembalikan pada tanggal yang telah ditentukan pada poin nomor 2, maka saya akan dikenakan denda sebesar 20% dari total keseluruhan uang yang telah disetorkan Pihak Kedua kepada saya (terdakwa) selaku pihak pertama,
Saya (terdakwa) tidak akan mencicil pembayaran tersebut kepada Pihak Kedua. Dan apabila dikemudian hari saya (terdakwa) selaku Pihak Pertama tidak dapat mengembalikan keseluruhan uang milik pihak kedua seutuhnya, maka saya (terdakwa) siap dituntut oleh Pihak Kedua dan diserahkan kepada Aparat Penegak Hukum Setempat. Padahal pada saat itu terdakwa sudah menjual rumah tersebut dan menikmati hasil penjualan rumah tersebut.
Namun hingga jatuh tempo tanggal 15 November 2020 terdakwa belum juga mengembalikan uang saksi korban sehingga pada tanggal 18 Nopember 2020 saksi korban kembali mendatangi terdakwa untuk menanyakan pengembalian uang saksi korban, namun terdakwa malah meminta tempo lagi hingga tanggal 30 Desember 2020. Kemudian saksi korban menanyakan kepada terdakwa apakah rumahnya sudah laku terjual, lalu dijawab oleh terdakwa sudah, namun uang dari hasil penjualan rumah tersebut telah habis untuk membayar utang ke Panglong.
Kemudian terdakwa menyerahkan Surat Tanah dengan Nomor 4024/A/I/17 tanggal 30 Mei 1973 yang terletak di Jl. Bunga Terompet 2 A Lingkungan XIV Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Selayang Kota Medan, namun setelah dilihat ternyata Surat Tanah tersebut bukan atas nama terdakwa namun atas nama Pengakun Bangun.
Bahwa akibat perbuatan Terdakwa, saksi korban mengalami kerugian sebesar sebesar Rp 255 juta.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 372 KUHPidana atau Sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 378 KUHPidana.( FS)