Analisis Yuridis Perwujudan Konstruksi Pradigma Ekosistem Perlindungan dan Pelestarian Kawasan Hutan Lindung di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau

Abstrak
Idham, Dekan Fakultas Hukum Universitas Batam email: idhamnotppat@gmail.com, Hp/Wa: 081248549356.
H.M.Soerya Respationo, Dosen S2 Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Batam, email:romo.soerya@gmail.com, Hp/Wa: 082121414141
sentralberita|Merupakan tema pokok/tema sentral dan sekaligus menjadi judul jurnal ini, adalah: “Analisis
Yuridis Perwujudan Konstruksi Paradigma Ekosistem Perlindungan dan Pelestarian Kawasan Hutan
Lindung di Kabupaten Karimun Kepulauan Riau”, dengan rumusan permasalahan: Bagaimana
pengaturan hukum, implementasi, dan apa saja yang menjadi faktor kendala, serta bagaimana solusi
untuk melaksanakan Perwujudan Kontruksi Paradigma Ekosistem Perlindungan dan Pelestarian Kawasan
Hutan Lindung di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau?. Jenis penulisan jurnal ini adalah
penulisan yang bersifat hukum normatif, dengan menggunakan metodologi penelitian yang bertitik
tumpu kepada legal research, dianalisis secara kualitatif, dengan menggunakan data sekunder, diperoleh
melalui studi ke pustakaan (library research) untuk mendapatkan bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier. Analisisnya, menggunakan teori hukum Responsif dari Philippe
Nonet dan Philip Sleznick sebagai grand theory, dan teori hukum Mochtar Kusumaatmadja, teori hukum
Pembangunan sebagai middle theory, serta teori hukum Positif oleh John Austin, digunakan sebagai
applied theory. Hasil dari analisisnya diperoleh konklusi, bahwa perwujudan konstruksi paradigma
ekosistem atas teori perlindungan dan pelestarian hutan lindung di Kabupaten Karimun Provinsi
Kepulauan Riau tersebut, harus dilaksanakan oleh Pemerintah secara berkelanjutan (suistainability),
agar terciptanya fungsi kemampuan lingkungan hidup yang terintegrasi dalam ekosistem sumberdaya
kehutanan dan lingkungan hidup, yang sesungguhnya sangat dibutuhkan oleh seluruh makhluk ciptaan
Allah Subhana Wata’ala-Tuhan Yang Maha Esa, di atas permukaan bumi khususnya bagi seluruh warga
masyarakat di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau.
Kata Kunci: -Perwujudan Paradigma Ekosistem; dan -Perlindungan dan Pelestarian Kawasan Hutan
Lindung di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau.
Konstruksi tema sentral dan judul jurnal tersebut di atas, menurut pendapat penulis memang
sangat penting, fundamental dan strategis untuk dilakukan analisis. Mengapa disebutkan demikian?,
jawabannya secara akademik dan saintifik, bahwa keberadaan suatu (Idham, 2020) kawasan hutan
lindung dalam tatanan dan sistem sumberdaya hutan dan kehutanan, sesungguhnya merupakan bagian
dan/atau sub sistem ekosistem dari semua potensi dan sumberdaya hutan dan kehutan itu sendiri.
Fungsi utamanya adalah dalam upaya menjaga fungsi kemampuan lingkungan hidup dalam konstelasi
ekosistem secara (Septiono Bangun Sugiharto, 2020) komprehensif dan berkelanjutan (suistainability),
yang dibutuhkan oleh semua makhluk yang ada dan terdapat dipermukaan/di atas bumi, yang semua
makhluk tersebut secara hakiki adalah merupakan ciptaan Allah Subhana Wata’ala-Tuhan Yang Maha
Esa.(http://scholar.unand.ac.id/39921/2/bab1.pdf).
Terkait dengan hal tersebut diatas, sesungguhnya secara paradigmatik konstitusional telah
ditegaskan dalam salah satu konsiderans menimbang sebagaimana termaktub didalam Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, tercatat dalam Lembaran Negara (LN) Tahun 1999 Nomor
167, dan tercatat dalam Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 3888, yang menyatakan secara
eksplisit bahwa hutan sebagai karunia dan amanat Tuhan Yang Maha Esa dianugrahkan kepada Bangsa
Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara, memberikan manfaat serbaguna bagi umat
manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga
kelestariannya, untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi
mendatang. Frasa konsiderans menimbang tersebut, sejatinya dalam pendekatan hakikat ilmu adalah
merupakan pertanggung jawaban dari dimensi aksiologi (kemanfaatan).
Khusus mengenai regulasi terkait dengan (Herman Hidayat, 2016) pengelolaan, perlindungan
dan pelestarian terhadap semua potensi sumberdaya hutan dan kehutanan, yang secara subtansial hal
itu berkaitan erat dengan upaya perlindungan dan pelestarian kawasan hutan lindung, yang juga telah
diatur dan ditetapkan sebagaiamana termaktub dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sebagaimana yang dicatatkan dalam Lembaran
Negara (LN) Tahun 2013 Nomor 130, dan dicatat dalam Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 5432,
yang dalam salah satu konsiderans menimbang disebutkan bahwa hutan, sebagai karunia dan anugrah
Tuhan Yang Maha Esa yang diamanatkan kepada Bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang dikuasi
oleh Negara dan memberikan manfaat bagi umat manusia yang wajib disyukuri, dikelola, dan
dimanfaatkan secara optimal serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Terkait
dengan keberadaan atas konstruksi konsiderans dalam kedua Undang-Undang yang terkait dengan
pengelolaan sumberdaya hutan dan kehutanan dimaksud, sejatinya masih sama yaitu tetap bertumpu
dan berdasarkan kepada amanat dan perintah sebagaimana yang telah diatur dan ditegaskan secara
konstitusionalisme yaitu menurut Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut.
Merujuk kembali kepada tema sentral yang sekaligus merupakan judul jurnal ini, dalam
penjelasan berikut ini dipandang patut, untuk menjelaskan aspek metodologi yaitu mengenai beberapa
variable yang terkandung di dalam tema sentral tersebut. Beberapa variable itu adalah terkait dengan
konstruksi paradigma ekosistem. Hal ini dimaksudkan, tentu materi, muatan, dan/kontennya adalah
yang berhubungan dengan substansi yang berkenaan dengan upaya untuk melakukan perlindungan dan
serta pelestarian terhadap (Anton Silas Sinery, dkk, 2020) keberadaan kawasan hutan lindung yang
berada di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau tersebut. Dalam kaitan ini dapat disampaikan,
bahwa sebagaimana diketahui bersama, kondisi dan keberadaan hutan lindung dan keberadaan
kawasan hutan yang terdapat di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau tersebut, saat ini
kondisinya sangat memprihatinkan. Hal mana, atas keberadaan kawasan hutan lindung tersebut, dari
sisi luasannya sudah semakin berkurang. Pengurangan di maksud, diakibatkan adanya tekanan semakin
meningkatnya jumlah penduduk yang memerlukan lahan sebagai tapak permukiman/perumahan dan
terjadinya kegiatan penambangan sumberdaya mineral, satu diantaranya penambangan bauksit. Sejalan
dengan hal ini, juga terjadinya peningkatan dari aspek dunia usaha, jasa, dan industri yang memerlukan
lahan/tanah untuk kegiatan usaha bisnisnya, dimana Kabupaten Karimun juga telah ditetapkan oleh
Pemerintah sebagai salah satu daerah/Kawasan Free Tarade Zone (FTZ), selain Kota Batam dan
Kabupaten Bintan.(https://rri.co.id/batam/ekonomi).
Relevan dengan penjelasan diatas, terutama yang berhubungan dengan upaya (Robert Siburian
& Masyhuri Imron (Ed), 2021) perlindungan dan pelestarian terhadap keberadaan kawasan hutan
lindung di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau dimaksud, juga merupakan variable penting
untuk dilakukan analisis dalam jurnal ini. Hal ini dimaksudkan, agar pemerintah dan seluruh stake
holders, demikian juga semua pihak sebagai pemangku kepentingan di Kabupaten Karimun Provinsi
Kepulauan Riau, harus mewujudkan secara konkrit atas semua tindakan pelayanan publik guna
mewujudkan perlindungan dan pelestarian terhadap keberlangsungan semua sumberdaya hutan dan
kehutanan yang berada di dalam kawasan hutan lindung dimaksud. Frasa yang terakhir ini adalah
merupakan tujuan puncak (goals) yang harus di pertanggungjawabkan oleh seluruh pejabat publik, dan
warga masyarakat di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau, yaitu dalam konteks pemberian
kontribusi manfaat serbaguna bagi umat manusia. Sejalan dengan hal ini juga wajib mensyukuri,
mengurus, dan memanfaatkan secara maksimal, serta sekaligus dijaga kelestariannya untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat, demi kepentingan generasi sekarang maupun untuk kepentingan bagi
generasi yang akan datang.
Berdasarkan standar metodologi penulisan ilmiah, khusus untuk menjelaskan terhadap tema
sentral dan sekaligus merupakan judul jurnal ini, untuk itu harus dijelaskan mengenai dukungan data
sekunder yang akan dibutuhkan sabagai salah satu bahan untuk menganalis rumusan permasalahan
tersebu. Data sekunder, secara singkat dan padat dapat diartikan adalah semua data yang di peroleh
promovendus/penulis secara tidak langsung dari sumber tertentu. Dalam tindakannya, data sekunder
tersebut diperoleh melalui studi kepustakaan (library research). Hal ini dimaksudkan, bahwa semua data
sekunder berupa peraturan perundang-undangan yang terkait dan termasuk juga ketentuan yang telah
diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Karimun, tentu yang terkait dengan konstruksi paradigma ekosistem terhadap segala upaya
perlindungan dan pelestarian kawasan hutan lindung di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau
dimaksud, untuk selanjutnya akan digunakan penulis sebagai salah satu dasar untuk menganalisis
konstruksi rumusan permasalahan di dalam jurnal ini. Paralel dengan hal ini, dasar analisisnya juga
digunakan atas beberapa teori hukum sebagai acuan dan (Ade Ismayani, 2020) pisau analisis untuk
membedah konstruksi rumusan permasalahan yang di bentangkan dalam judul jurnal ini.
Berdasarkan hal yang telah dijelaskan pada bagian diatas, khusus mengenai keberadaan
kawasan hutan lindung di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau, yang kondisinya saat ini sangat
memprihatikan. Artinya, secara saintifik telah terjadi ketimpangan yang cukup dalam. Hal ini
dimaksudkan adanya ketimpangan antara das sollen dengan das sein. Pengertian das sollen, adalah apa
yang seharusnya dilakukan berdasarkan amanat dan perintah atas suatu produk peraturan perundangundangan.
Sedangkan das sein artinya adalah bahwa apa yang diperintahkan oleh peraturan perundangundangan itu, ternayata tidak terwujud di lapangan sebagaimana mestinya. Dari dimensi metodologi
penulisan karya ilmiah, atas terjadinya ketimpangan antara das sollen dengan das sein itu, disebut
dengan (Rianto Adi, 2016) istilah gap phenomena. Dengan kata lain, pengelolaan perlindungan dan
pelestarian hutan lindung di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau tersebut, pada dasarnya telah
terjadi gap phenomena yang mendalam. Hal mana keberadaan kawasan hutan lindung Kabupaten
Karimun Provinsi Kepulauan Riau itu, kondisinya telah memprihatinkan, yang dapat mengkhawatirkan
akan mengancam keberlangsungan ekosistem fungsi kemampuan lingkungan hidup secara
berkelanjutan (suistainability).
Sehubungan dengan tersebut di atas, sesungguhnya dengan keadaan dan kondisi itulah, yang
telah menggugah hasrat dan keinginan serta mendorong promovendus/penulis untuk melakukan
penulisan dan/atau pembahasan judul jurnal ini. Untuk itu, terkandung maksud dan harapan dari
penulis, jika Pemerintah, stake holders dan semua pemangku kepentingan, dapat melaksanakan semua
rangkaian dan proses tindakan kebijakan dan pelayanan publik, untuk serius dan fokus secara
berkelanjutan melaksanakan suatu tindakan yang konkrit dalam upaya mewujudkan konstruksi
paradigama ekosistem dalam hal melakukan perlindungan dan pelestarian terhadap semua (Litbang
Kompas, 2021) potensi dan sumberdaya hutan dan kehutanan dalam kawasan hutan lindung, khususnya
di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau, maka hasilnya akan diperoleh suatu ekosistem
lingkungan hidup yang baik dan bermanfaat secara futuristik, yaitu dalam menjaga kelestarian
ekosistem fungsi kemampuan lingkungan hidup, yang sejatinya sangat dibutuhkan secara berkelanjutan
oleh seluruh makhluk hidup ciptaan Allah Subhana Wata’ala-Tuhan Yang Maha Esa, di atas permukaan
bumi khususnya bagi seluruh warga masyarakat di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau.
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai (Sudaryono, 2019) konstruksi rumusan permasalahan
yang akan dianalisis dalam jurnal ini. Berkenan dengan hal ini, dan sekaligus merujuk dan berdasarkan
kepada konten yang telah dijelaskan pada bagian latar belakang sebagaimana tersebut di atas, maka
konstruksi rumusan permasalahan yang akan dianalis/dibahas dalam jurnal ini, yaitu: Bagaimana
pengaturan hukum, implementasi, dan apa saja yang menjadi faktor kendala, serta bagaimana solusi
untuk melaksanakan Perwujudan Kontruksi Paradigma Ekosistem Perlindungan dan Pelestarian Kawasan
Hutan Lindung di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau?.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, bahwa atas konstruksi rumusan permasalahan
dimaksud, terutama dalam konteks melaksanakan analisisnya, akan dibagi dalam tiga kelompok sebagai
sub topik bahasan yaitu: -Bagaimana pengaturan hukum Perwujudan Konstruksi Paradigma Ekosistem
Perlindungan dan Pelestarian Kawasan Hutan Lindung di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau?; –
Bagaimanana Implementasi atas Perwujudan Kontruksi Paradigma Ekosistem Perlindungan dan
Pelestarian Kawasan Hutan Lindung di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau?; dan -Apa saja yang
menjadi faktor kendala dan solusinya untuk melaksanakan Perwujudan Kontruksi Paradigma Ekosistem
Perlindungan dan Pelestarian Kawasan Hutan Lindung di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau?.
Terkait dengan hal ini, untuk melaksanakan analisisnya akan dilakukan atas dasar semua amanat dan
perintah berdasarkan (Idham, 2016) konstruksi paradigma ekosistem peraturan perundang-undangan
terkait, dan diselaraskan analisisnya dengan menggunakan beberapa teori hukum tersebut, yang
digunakan sebagai pisau analisis untuk membedah konstruksi rumusan permasalahan dimaksud.
C. Sumber Literatur (Literature Review)
Terkait dengan sumber literatur yang akan digunakan sebagai dasar dalam menganalis
konstruksi rumusan permasalahan dalam jurnal ini, tentu dalam kaidah metodologi penulisan karya
ilmiah, harus sejalan dan sebangun dengan jenis dan metodologi penulisan yang akan
digunakan/diterapkan. Berkenaan dengan hal dimaksud, dapat dijelaskan bahwa sumber literatur
(literature review) yang akan digunakan dalam menganalisis semua konstruksi permasalahan tersebut,
pada intinya sumber literatur yang akan digunakan itu, adalah bersumber dari data sekunder.
Relevan dengan penjelasan di atas, sekali lagi ditegaskan bahwa sumber literatur yang
bersumber dari data sekunder itu, pada intinya diperoleh secara tidak langsung dari lokasi penelitian
dan/atau responden yang terkait. Artinya semua data yang bersifat sekunder itu diperoleh dari studi ke
pustakaan (library research), yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan
hukum tersier. Data sekunder (A. Muri Yusuf, 2017) baik itu berupa peraturan perundang-undangan
maupun buku-buku (text books), mengenai materi/kontenya, disesuaikan dengan tema sentral/judul
yang dibentangkan dalam jurnal ini.
D. Jenis dan Metodologi Penulisan
Untuk selanjutnya dalam bagian ini dijelaskan mengenai jenis dan metodologi penulisan. Khusus
yang terkait dengan jenis penulisan, bahwa penulisan jurnal ini jenisnya adalah hukum normatif. Dalam
pada itu, terkait (Maryam B. Gainau, 2021) dengan metodologinya penulis menggunakan dengan cara
pendekatan legal research. Dalam hal melaksanakan analisis dari beberapa rumusan permasalahan
dimaksud, metodologinya mengutamakan pendekatan yang bersifat kualitatif. Dalam pengambilan
kesimpulan menggunakan pendekatan dari hal-hal yang bersifat deduktif menuju kepada hal yang
bersifat induktif dan sebaliknya dari hal yang bersifat induktif menuju kepada hal yang bersifat deduktif.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, khusus terkait dengan jenis dan metodologi penulisan
tersebut posisi dan keberadaannya adalah sangat penting atas kaidah penulisan karya ilmiah. Hal itu
dimaksudkan, adalah untuk mempertanggungjawabkan kebenaran dalam aspek hakikat ilmu. Konstruksi
kebenaran yang harus dipertanggungjawabkan itu, adalah bertumpu kepada tiga dimensi sebagai
parameternya, yaitu pertanggungjawaban dari dimensi ontologi, epistimologi dan aksiologi.
E. Analisis dan Pembahasan
- Pengaturan Hukum Perwujudan Konstruksi Paradigma Ekosistem Perlindungan dan Pelestarian
Kawasan Hutan Lindung di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau
Dalam bagian ini, akan dianalisis seperti apa sesungguhnya, perihal pengaturan hukum guna
mewujudkan konstruksi (Idham, 2010) paradigma ekosistem terrhadap perlindungan dan pelestarian
kawasan hutan lindung di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau tersebut. Sejalan dengan
penjelasan di atas, bahwa untuk melakukan analisis terhadap rumusan permasalahan ini, akan
digunakan sebagai pisau analisisnya adalah merujuk dan berdasarkan (Munir Fuady, 2017) kepada teori
hukum Responsif dari Philippe Nonet dan Philip Sleznick yang digunakan penulis sebagai grand theory.
Terkait dengan hal ini, sebelumnya akan dijelaskan, mengenai inti sari dari teori hukum Responsif oleh
Philippe Nonet dan Philip Sleznick tersebut. Hal ini dimaksudkan, bahwa dalam konteks melaksanakan
semua rangkaian proses pembentukan dari berbagai peraturan perundang-undangan, yang
diintegrasikan untuk mewujudkan konstruksi paradigma ekosistem perlindungan dan pelestarian
terhadap kawasan hutan lindung di Kabupaten Karimun dimaksud, postulat pembentukan norma
hukumnya diharuskan merujuk dan berdasarkan teori hukum Responsif dimaksud.
(https://fh.unpatti.ac.id/penerapan-hukum-responsif-di-indonesia/).
Dalam pada itu, Philippe Nonet dan Philip Sleznick menyatakan bahwa teori hukum Responsif itu
memiliki kriteria yang signifikan yaitu: -bahwa dalam melaksanakan penegakan hukum, harus lebih
diutamakan kepada penekanan dari aturan-aturan yang ada menuju kepada pengejawantahan prinsipprinsip dan tujuan; dan -pengejawantahan kepada watak kerakyatan (populis) baik sebagai tujuan
hukum maupun maupun cara untuk mencapainya. Sedangkan ciri utama yang melekat pada teori
hukum yang Responsif itu adalah: -pengutamaan kepada pemberlakukan aturan-aturan hukum sebagai
upaya yang penting dan utama untuk mengawasi kekuasaan resmi dan tidak resmi; -perwujudan
pengadilan dan hakim yang bebas merdeka; -harus dipisahkannya secara tegas hukum dari kekuasaan
dan politik; dan -pengadilan sesungguhnya tidak menjamin, tetapi dapat mengusahakan hukum itu adil.
Sejalan dengan hal itu, ciri yang melekat dalam teori hukum Responsif tersebut adalah, bahwa hukum
adalah merupakan institusi sosial, dan dalam masa transisi, hukum itu sejatinya harus dapat memenuhi
kebutuhan sosial.
Berdasarkan (Sabian Ustman, 2007) tipe dan kriteria sebagaimana yang dimaksudkan dalam
teori hukum Responsif oleh Philippe Nonet dan Philip Sleznick tersebut, jika direlasikan kepada semua
aspek dan dimensi pelayanan publik dalam konstelasi pelaksanakan dan perwujudan kehidupan nasional
bangsa dan Negara Indonesia, menurut pendapat penulis sangat tetap dan signifikan sekali
keterkaitannya. Konstelasi keterkaitan tersebut, terutama dapat diintegrasikan dalam konteks
merumuskan konstruksi paradigma ekosistem terhadap upaya perlindungan dan pelestarian kawasan
hutan lindung di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau. Artinya ketika Pemerintah (eksekutif)
bersama-sama para Wakil Rakyat (legislatif) dalam merumuskan norma hukum ke dalam Pasal-Pasal
atas peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk, khusus berkenan dengan perlindungan dan
pelestarian kawasan hutan lindung di Kabupaten Karimun itu, harus secara tulus dan bertanggungjawab
untuk menerapkan bebarapa parameter penting seperti apa yang ditegaskan dalam teori hukum
Responsif dimaksud, yaitu mengenai salah satu parameter yang bersifat fundamental, yang
dipersyaratkannya bahwa hukum secara tegas harus dipisahkan dari ranah kekuasaan dan politik.
Relevan dengan konstruksi pemikiran dan pendapat atas teori hukum Responsif dimaksud, dan
diintegrasikan mengenai konstruksi paradigma ekosistem, pembentukan pengaturan hukum dan/atau
norma hukumnya, dalam berbagai peraturan dan perundang-undangan, tentu terkait dengan upaya
perwujudan untuk melakukan perlindungan dan pelestarian kawasan hutan lindung di Kabupaten
Karimun Provinsi Kepulauan Riau, maka kepada para lembaga yang berkewenangan untuk
melaksanakan proses pembentukan peraturan perundangan dimaksud, konstruksi paradigma ekosistem
yang harus diwujudkan haruslah merujuk dan berdasarkan kepada beberapa (Idham, 2019) postulat
dan/atau dasar pijak serta jangkar/pondasi yang bersifat fundamental yaitu:
a. Merujuk dan Berlandaskan Konstitusionalisme
Frasa merujuk dan berlandaskan (Idham, 2021) konstitusionalisme dimaksud, adalah merupakan
pilar dan jangkar yang terpenting dan fundamental. Artinya prinsip itu, sesungguhnya harus diwujudkan
oleh lembaga yang berkewenangan untuk melaksanakan semua rangkaian dan proses dalam hal
melaksanakan pembentukan pengaturan hukum dan/atau norma hukum. Melalui prinsip dimaksud,
untuk selanjutnya akan dirumuskan dalam segala bentuk peraturan perundang-undangan, khususnya
berkaitan dengan pembentukan konstruksi paradigma ekosistem dalam upaya melaksanakan tindakan
pelayanan publik untuk memberikan perlindungan dan pelestarian terhadap kawasan hutan lindung di
Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau. (https://sebijak.fkt.ugm.ac.id/).
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, sudah serahusnya kepada semua lembaga yang
berkewenangan untuk membentuk peraturan perundang-undangan, khususnya ketika melakukan
desain dan konstruksi pengaturan hukum dan/atau pembentukan norma hukumnya, haruslah
menanggalkan dan/atau melepaskan dari segala kepentingan pribadi, kelompok dan golongan serta
kepentingan politik praktis. Hal ini tentunya sejalan dan selaras seperti yang dipersyaratkan dalam teori
hukum Responsif oleh Philippe Nonet dan Philip Sleznick tersebut. Dengan kata lain, bahwa semua pihak
yang berkewenangan untuk melaksanakan pembantuan peraturan perundang-undangan, khususnya
dalam pengaturan hukum terhadap (Fransina.S. Latumahina, 2022) perlindungan dan pelestarian
kawasan hutan lindung di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau dimaksud, yang dijadikan rujukan
permanen dan final adalah berdasarkan konstitusionalisme sebagaimana yang telah digariskan dan
diperintahkan secara tegas dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Tujuannya adalah, untuk meneguhkan paham kedaulatan rakyat, meneguhkan paham Indonesia sebagai
Negara Hukum dan sekaligus dalam upaya mempercepat terwujudnya Negara yang berkesejahteraan
(welfare state).
b. Berdasarkan Pendekatan Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat
Hal tersebut di atas dimaksudkan, bahwa keberadaan hukum itu sejatinya tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Dalam konteks ini, Eugen Ehrlich menyampaikan pikiran dan
pendapatnya bahwa sejatinya masyarakat adalah merupakan sumber utama hukum. Lebih lanjut
disebutkan oleh Eugen Ehrlich, bahwa hukum yang hidup (the living law) adalah suatu hukum yang
dapat dan mampu mendominasi atas kehidupan warga masyarakat itu sendiri. Merujuk kepada
pendapat Eugen Ehrlich dimaksud, penulis memberikan pendapatnya bahwa hukum yang baik, adalah
hukum yang diterima dan dipatuhi oleh seluruh warga masyarakat.
Sejalan dengan hal yang disebutkan pada bagian di atas, sekali lagi penulis menyatakan sudah
seharusnya kepada semua lembaga yang mempunyai kewenangan untuk membentuk peraturan
perundang-undangan (law making process), terutama dalam hal (Maria Farida Indrati S, 2019)
melaksanakan pengaturan hukum dan/atau norma hukum dalam berbagai peraturan perundangundangan mengenai upaya perlindungan dan pelestarian terhadap kawasan hutan lindung yang ada dan
terdapat di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau tersebut, sudah seharusnya untuk
mengejawantahkan nilai-nilai Pancasila 1 Juni 1945 sebagai Dasar Negara, sebagai pandangan hidup
bangsa dan sebagai jiwa kepribadian bangsa dan Negara Indonesia. Hal ini secara paradigmatik filosofis,
sejatinya Pancasila itu juga sekaligus sebagai” jiwa bangsa (volkgeist)”.
c. Berlandaskan kepada Pendekatan Sistem yang Membumi, Populis dan Humanis
Dalam bagian ini, untuk selanjutnya dijelaskan bahwa dalam konteks melaksanakan desain
konstruksi paradigma ekosistem, khususnya untuk membentuk pengaturan dan/atau norma hukum
dalam berbagai peraturan perundang-undangan, khususnya dalam konteks melakukan upaya
perlindungan dan pelestarian terhadap kawasan hutan lindung yang ada di Kabupaten Karimun Provinsi
Kepulauan Riau, dalam pelaksanaannya harus mewujudkan secara kaffah dan komprehensif yaitu
merujuk dan berlandaskan kepada (Ari Mulianta Ginting, dkk, 2020) pendekatan sistem yang membumi
(grounded system), populis dan humanis. Hal ini dimaksudkan, dalam konteks pembentukan norma
hukum itu harus mengutamakan aktualisasi, dan perlindungan hak-hak konstitusional dari seluruh warga
masyarakat dan sekaligus dalam upaya memberikan jaminan terhadap perlindungan Hak Asasi Manusia.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, menurut pendapat penulis jika desain konstruksi
paradigma ekosistem yaitu dengan menerapkan kepada pendekatan sistem yang membumi, populis dan
humanis dalam konteks merumuskan pengaturan hukum dan/atau norma hukum di dalam berbagai
peraturan perundang-udangan yang diintegrasikan dengan upaya untuk memberikan perlindungan dan
pelestarian terhadap kawasan hutan lindung di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau tersebut,
tentu akan memberikan arti yang positif dan konstruktif terutama bagi kepentingan waraga masyarakat
adat yang selama ini secara turun temurun telah bertempat tinggal dalam kawasan hutan. Dengan kata
lain, jika prinsip ini dapat diwujudkan secara nyata, konkrit dan komprehensif di lapangan, masyarakat
adat yang tinggal dalam kawasan hutan tersebut dapat diberdayakan sebagai penjaga keamanan dalam
konteks melaksanakan dan perlindungan serta pelestarian kawasan hutan lindung dimaksud.
- Implementasi atas Perwujudan Kontruksi Paradigma Ekosistem Perlindungan dan Pelestarian
Kawasan Hutan Lindung di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau
Pada bagian berikut ini, akan disajikan penjelasan perihal yang berkaitan dengan implementasi
atas perwujudan paradigma ekosistem perlindungan dan pelestarian kawasan hutan lindung di
Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau. Terkait dengan substansi yang disebutkan di atas, yang
diintegrasikan seperti apa yang harus dilakukan/diimplementasikan oleh seluruh (Bambang Rudito
Kharisma, 2017) pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) dan/atau sebagai pejabat pelayan publik dalam
konteks mengimplementasikan seluruh bentuk peraturan perundang-undangan yang direlasikan dengan
penegakan hukum (law enforcement) dalam hal mewujudkan perlindungan dan pelestarian terhadap
keberlangsungan kawasan hutan lindung, khususnya di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau
tersebut, pada prinsipnya harus diimplementasikan dalam tiga komitmen yang utuh dan komprehensif
sebagaimana yang disebutkan pada bagian di bawah ini.
a. Pengejawantahan Amanat dan Perintah Konstituionalisme
Sebagai komitmen yang pertama untuk fokus diimplementasikan oleh pejabat publik dimaksud
adalah pengejawantahan terhadap amanat dan perintah konstitusionalisme. Hal ini yang dimaksudkan
adalah, untuk dan guna mempertanggungjawabkan atas amanat dan perintah Pasal 1 ayat (2) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di
tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam dimensi yang bersifat
paradigmatik konstitusional, bahwa sesungguhnya semua potensi sumberdaya hutan dan kehutanan
yang berada dan teradapat dalam kawasan hutan lindung itu adalah merupakan bagian dari sumber
kekayaan Nasional. Dengan demikian semua kekayaan Nasional itu, secara hakikatnya adalah
merupakan hak dan milik dari seluruh rakyat, bangsa dan Negara Indonesia.
Berkenaan dengan hal yang dimaksudkan pada bagian di atas, secara mutatis-mutandis bahwa
semua sumberdaya hutan dan kehutanan yang ada dan terdapat dalam kawasan hutan lindung di
Kabupaten Karimun itu, sesungguhnya juga adalah hak, milik dan kepunyaan seluruh warga masyarakat
yang bertempat tinggal di Kabupaten Karimun. Oleh karenanya secara konstitusionalisme (Arif Hidayat,
2006), yaitu atas curahan rahmat dan karunia yang merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa
dianugrahkan kepada Bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara, harus
mampu memberikan konstribusi manfaat serbaguna bagi umat manusia. Dalam kaitan ini, wajib untuk
disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta waib dijaga kelestariannya, guna dan untuk
sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat, baik itu untuk generasi yang sekarang maupun generasi
mendatang. Dengan kata lain, makna terdalam secara paradigmatik filosofis, bahwa ketentuan Pasal 1
ayat (2) Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam dimensi konstitusionalisme semua
penyelenggara Negara, stake holders dan pemangku kepentingan di Indonesia, wajib untuk melakukan
perlindungan dan pelestarian kawasan hutan lindung yang ada dan terdapat di Kabupaten Karimun
Provinsi Kepulauan Riau dimaksud.
b. Implementasi yang Berlandaskan kepada Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat dan MDGs
Berdasarkan kepada hal yang disebutkan di atas, pada prinsipnya kepada suluruh Aparatur Sipil
Negara (ASN) sebagai aparat pelayan publik di Indonesia, khususnya di Kabupaten Karimun, diwajibkan
untuk melaksanakan/mengimplementasikan tindakan, sikap dan perilaku yang konkrit dalam konteks
melaksanakan upaya perlindungan dan pelestarian terhadap kawasan hutan lindung yang ada di
Kabupaten Karimun tersebut, dengan mengejawantahkan secara tulus ikhlas lahir batin untuk
memberikan (Jabalnur: Editor, Guswan Hakim, Baron Harahap, 2021) perlindungan terhadap hukum
yang hidup dalam masyarakat. Hal ini dimaksudkan, hukum yang hidup dalam masyarakat itu, terutama
diprioritaskan dalam tatanan kehidupan warga masyarakat adat yang selama ini secara turun temurun
telah bertempat tinggal dalam kawasan hutan lindung dimaksud. Dalam pelaksanaannya, semua
tindakan aparat pelayan publik itu, tidak diperkenankan arogan, sombong, angkuh, dan merasa selalu
menang benar sendiri, serta tidak diperkenankan untuk melukai hati dan perasaan warga masyarakat
tersebut.
Paralel dengan hal yang dimaksudkan di atas, kepada seluruh aparat pelayan publik tersebut,
juga harus mengimplementasikan secara konkrit dalam sikap dan tindakannya untuk meneguhkan
tentang salah satu prinsip (Suryo Sakti Hadiwijoyo, dkk, 2021) Millennium Development Goals (MDGs),
yaitu menjamin terwujudnya kelestarian lingkungan hidup. Sejalan dengan hal yang telah dijelaskan di
atas, bahwa kita semua anak bangsa Indonesia, pada prinsipnya dalam konstruksi paradigma ekosistem
seharusnya wajib untuk tunduk tawadhu memberikan rasa syukur kehadirat Allah Subhana Wata’alaTuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya kepada bangsa dan Negara
Indonesia yang telah diberikan karunia yang sangat luar biasa sebagai Negara Kepulauan, yang memiliki
sumberdaya hutan dan kehutanan yang melimpah. Untuk itu kita harus sadar, bahwa semua potensi
sumberdaya hutan dan kehutanan itu sejatinya adalah milik dan hak seluruh makhluk ciptaanNya di
seluruh dunia, dalam upaya menjaga keberlangsungkan tentang fungsi ekosistem kemampuan
lingkungan hidup dalam konstelasi global dan mendunia, serta hutan di Indonesia tersebut,
sesungguhnya merupakan paru-paru dunia. (https://www.goodnewsfromindonesia.id/).
c. Koordinasi yang Terintegratif, Pendekatan Sistem yang Membumi, Populis dan Humanis
Tindakan penting berikutnya, terutama dalam konteks mengimplementasikan terhadap semua
bentuk peraturan perundang-undangan, atas upaya memberikan perlindungan dan pelestarian terhadap
semua (Nasikh, 2018) potensi sumberdaya hutan dan kehutanan di kawasan hutan lindung, khususnya
yang berada dan terdapat di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau tersebut, maka kepada semua
aparat pelayan publik harus mewujudkan secara konkrit dalam semua rangkaian kebijakan dan
tindakannya adalah dengan melakukan koordinasi yang terintegratif, mengutamakan kepada
pendekatan sistem yang membumi, populis dan humanis. Hal ini sangat penting diwujudkan secara
komprehensif di lapangan, karena dalam konsteks pelaksanaannya banyak pihak yang terlibat seperti
pihak Kementerian/Lembaga yang secara struktural harus ikut terlibat secara aktif dalam melakukan
tindakan pelayanan publik terhadap perwujudan konkrit atas perlindungan dan pelestarian kawasan
hutan lindung dimaksud.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, dalam pelaksanaan secara empiris di lapangan, harus
berlandaskan adanya ketersediaan “satu data yang terintegrasi” dari semua titik lokasi kawasan hutan
lindung yang telah ditetapkan. Satu data yang terintegrasi mengenai keberadaan Kawasan hutan lindung
tersebut, secara paralel harus integrasi dalam “Big Data Nasional”. Hal ini sangat penting segara
diwujudkan, karena atas dasar satu data yang terintegrasi itu, akan memudahkan untuk melakukan
koordinasi yang terintegratif diantara semua pihak, Kementerian/Lembaga yang terkait. Berkenaan
dengan hal ini, penulis mengingatkan dalam konteks perlindungan dan pelestarian kawasan hutan
lindung tersebut, dalam pendekatan politik hukum Penataan Ruang, haruslah senergi dan terintegrasi
secara komprehensif. Mengenai hal ini sudah diatur ketentuannya berdasarkan amanat Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Lembaran Negara (LN) Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 4725, dan sekaligus dilaksanakan berdasarkan Peraturan
Daerah (Perda) Kabupaten Karimun Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Karimun Tahun 2011-2031, Lembaran Daerah Kabupaten Karimun Tahun 2011, Nomor 7,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Karimun Nomor 3. Dalam pada itu, dalam pelaksanaannya
harus dengan mengedepankan dan meneguhkan pendekatan sistem yang membumi, populis dan
humanis.
Berdasarkan penjelasan sebagaimana tersebut di atas, maka dalam mengimplementasikan
semua bentuk tindakan yang konkrit atas semua produk peraturan peraturan perundang-undangan yang
ada, khususnya dalam konteks melaksanakan perlindungan dan pelestarian kawasan hutan lindung di
Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau tersebut, harus diikuti dengan penerapan teori hukum
Mochtar Kusumaatmadja, yang terkenal (Romli Atmasasmita, 2012) dengan teori hukum pembangunan,
yang dalam melakukan analisis dalam jurnal ini, oleh penulis digunakan sebagai middle theory. Inti sari
dari teori hukum pembangunan oleh Mochtar Kusumaatmadja tersebut, pada prinsipnya sampai saat ini
masih tetap eksis secara nyata untuk diterapkan dalam semua aspek dan dimensi pembangunan dan
penegakan hukum di Indonesia. Sebagai salah satu faktor yang dominan yang mendukungnya, bahwa
teori hukum pembangunan tersebut sangat tepat bagi bangsa dan Negara Indonesia, karena dilahirkan,
tumbuh dan berkembang sesuai dengan konstruksi paradigma politik hukum Indonesia dan sesuai pula
dengan sendi-sendi hukum yang hidup dalam masyarakat bangsa dan Negara Indonesia. Oleh karena itu,
penulis berpendapat bahwa teori hukum pembangunan oleh Mochtar Kusumaatmadja tersebut, sangat
tepat untuk diterapkan secara komprehensif dalam melakukan perlindungan dan pelestarian terhadap
kawasan hutan lindung, khususnya yang ada dan terdapat di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan
Riau tersebut.
- Faktor Kendala dan Solusinya Perwujudan Kontruksi Paradigma Ekosistem Perlindungan dan
Pelestarian Kawasan Hutan Lindung di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau
Pada bagian berikut ini, akan dijelaskan mengenai faktor kendala dan solusinya perwujudan
kontruksi paradigma ekosistem perlindungan dan pelestarian kawasan hutan lindung di Kabupaten
Karimun Provinsi Kepulauan Riau. Dari hasl studi di lapangan, bahwa khususnya mengenai faktor
kendala yang mempengaruhinya, dapat dikategorikan dan/atau dikelompokkan, yaitu:
a. Kendala dari dimensi Internal
Berikut ini, akan disajikan penjelasan yang berhubungan dengan faktor kendala yang bersifat
internal. Konten faktor kendala yang dapat mempengaruhi terkait dengan perwujudan konstruksi
paradigma ekosistem perlindungan dan pelestarian kawasan hutan lindung di Kabupaten Karimun
Provinsi Kepulauan Riau, terutama kendala yang bersifat internal satu diantaranya adalah belum
tersedianya satu data yang terintegrasi mengenai keberadaan kawasan hutan lindung di semua
Kabupaten/Kota. Satu data yang terintegrasi tersebut, seyogiayanya memang harus ada. Konten yang
harus disajikan (Kementerian PPN/Bappenas, 2019) dalam satu data yang terintegrasi dimaksud harus
memuat semua keterangan yang detail/rinci. Beberapa keterangan yang bersifat penting yang harus
disajikan dalam satu data terintegrasi itu, satu diantaranya adalah keterangan mengenai kawasan hutan
lindung yang paling terakhir yang menerangkan keadaan dan kondisi kawasan hutan lindung dari sisi
keterancamannya dan/atau kepunahannya.
Terkait dengan hal yang telah disebutkan di atas, juga termasuk faktor kendala/hambatan yang
bersifat internal adalah mengenai belum terwujudnya koordinasi yang terintegratif. Tindakan konkrit
untuk mewujudkan koordinasi yang terintegratif antar bagian di internal Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Republik Indonesia menurut pendapat penulis merupakan tindakan yang penting dan
harus segera dilaksanakan secara utuh, terpadu dan komprehensif. Demikian juga koordinasi yang
terintegratif antara pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia dengan
semua Kementerian/Lembaga terkait, pada kenyataannya di lapangan belum terwujud koordinasi yang
terintegrasi dan sinergi, yang berhubungan atas segala upaya untuk segera mewujudkan penegakan
hukum (law enforcement) mengenai pelaksanaan konstruksi paradigma ekosistem perlindungan dan
pelestarian atas (Idham, 2021) keberadaan kawasan hutan lindung khususnya di Kabupaten Karimun
Provinsi Kepulauan Riau dimaksud.
Relevan dengan hal tersebut di atas, juga termasuk faktor kendala yang bersifat internal adalah
masih adanya keterbatasan tenaga atau Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) khusus di bidang kehutanan.
Demikian juga termasuk kendala yang bersifat internal, yaitu masih kurang dan terbatasnya tenaga Polisi
Kehutanan, yang bertanggung jawab untuk menegakan segala ketentuan yang telah diamanatkan dalam
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan,
sebagaimana yang dicatatkan dalam Lembaran Negara (LN) Tahun 2013 Nomor 130, dan dicatat dalam
Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 5432. Dalam pada itu dijelaskan, bahwa keberadaan Petugas
Penyuluh Lapangan (PPL) khusus di bidang kehutanan, dan tenaga Polisi Kehutanan posisi dan
kedudukannya sangat penting dalam konteks menjaga, melindungi dan melestarikan seluruh potensi
sumber daya hutan dan kehutanan yang ada dan terdapat dalam kawasan hutan lindung dimaksud.
Idealnya untuk setiap Desa di wilayah kawasan hutan lindung itu, harus dipersiapkan oleh Pemerintah
satu orang Penyuluh Lapangan (PPL) khusus di bidang kehutanan, dan satu orang tenaga Polisi
Kehutanan.
b. Kendala dari Dimensi Eksternal
Untuk selanjutnya dalam bagian ini akan dijelaskan berkenaan masih terjadinya
kendala/hambatan yang bersifat eksternal. Faktor kendala yang bersifat eksternal ini, juga dapat
mempengaruhi perlambatan, utamanya dalam konteks perwujudan konstruksi paradigma ekosistem
atas upaya perlindungan dan pelestarian kawasan hutan lindung khususnya di Kabupaten Karimun
Provinsi Kepulauan Riau tersebut. Terkait dengan faktor kendala yang bersifat eksternal ini, dan
berdasarkan hasil studi di lapangan, yaitu masih terjadinya kendala belum tersedianya anggaran
dan/atau biaya yang belum cukup, dan masih sangat terbatas. Dukungan anggaran dan/atau biaya yang
belum cukup dan/atau masih sangat terbatas itu, utamanya yang bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN), maupun anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD).
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, juga merupakan faktor kendala yang bersifat eksternal
adalah belum maksimalnya dukungan dari dimensi budaya hukum (legal culture) dari seluruh warga
masyarakat adat yang telah lama dan turun temurun bertempat tinggak di sekitar kawasn hutan lindung.
Hal ini terjadi, karena sebagian besar tingkat pendidikan warga masyarakat adat itu rata-rata masih
rendah. Sejalan dengan itu, Sebagian besar warga masyarakat adat tersebut tidak mempunyai
pekerjaan/penghasilan yang tetap, dan taraf status kehidupan sosialnya sebagian besar masih tergolong
miskin. Oleh karena itu warga masyarakat adat tersebut, dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya
sering sekali melakukan pelanggaaran hukum dengan menebang, dan merambah serta memusnahkan
beberapa pepohonan kayu sumberdaya hutan yang bernilai ekonomi tinggi, yang ada di kawasan hutan
lindung dimaksud. Dengan situasi dan keadaan yang seperti ini, tentu secara berkelanjutan semua
potensi sumberdaya hutan yang ada dan terdapat dalam kawasan hutan lindung tersebut akan
terancam kepunahannya.
Merupakan faktor kendala berikutnya yang bersifat eksternal adalah masih sangat terbatasnya
dukungan dan/atau support anggaran dari pihak ketiga. Dalam hal ini dimaksudkan, pihak ketiga
tersebut yaitu dari para investor yang melaksanakan kegiatan usahanya dari sektor/bidang lingkungan
hidup dan kehutanan. Khusus untuk Kawasan hutan lindung yang ada dan terdapat di Kabupaten
Karimun, sesungguhnya ada beberapa investor yang melaksanakan kegiatan usahanya di bidang
penambangan bahan mineral yaitu untuk jenis tambang mineral bauksit. Untuk waktu ke depannya,
diharapkan ada sumber dana yang masuk dari pihak ketiga yaitu para investor terkait, dalam bentuk
dana (Jacki Ambadar, 2013) Corporate Social Responsibility (CSR). Berkenaan dengan hal ini, dan
berdasarkan hasil studi di lapangan, perihal dukungan pembiayaan dari pihak kegita berupa dana
Corporate Social Responsibility (CSR) itu, jumlahnya masih sangat terbatas. Khusus mengenai kewajiban
CSR ini, sesungguhnya telah diatur dan ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseoran Terbatas, tercatat dalam Lembaran Negara (LN) Tahun 2007 Nomor 106, dan dalam
Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 4756, yang dalam Pasal 74 ayat (1) dinyatakan secara tegas
bahwa Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber
daya alam wajib (Arif Satria, 2020) melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Dalam pada
itu, (Idham, 2013) dijelaskan pada saat dilakukannya pembahasan atas proses pembentukan UndangUndang No. 40 Tahun 2007 tersebut di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada
tahun 2007 yang lalu, penulis ikut terlibat aktif sebagai Anggota Panitia Khusus (Pansus). Pada saat itu
penulis sebagai Anggota DPR RI, Periode 2004-2009, dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(F.PDI-P), Daerah Pemilihan Sumatera Utara III (Sumut-III), dengan Nomor Anggota A-302.
c. Konstruksi Solusi/ Penyelesaian
Untuk selanjutnya dalam bagian berikut ini, akan dijelaskan hal yang berkaitan dengan
konstruksi solusi dan/atau penyelesaian yang bersifat konstruktif dan futuristik, baik itu atas masih
terjadinya faktor kendala yang bersifat internal maupun eksternal, sebagaimana disajikan di bawah ini,
yaitu:
- Berkenaan dengan masih terjadinya faktor kendala/hambatan yang bersifat internal sebagaimana
disebutkan pada bagian di atas, menurut pendapat penulis format dan/atau konstuksi
solusi/penyelesaiannya, satu diantaranya yang penting untuk segera dilaksanakan oleh Pemerintah,
seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Aparat pelayan publik yang berhubungan dengan
perwujudan paradigma ekosistem dalam upaya melaksanakan secara konkrit tentang perlindungan
dan pelestarian Kawasan hutan lindung, khususnya yang ada dan teradapat di Kabupaten Karimun
harus segera menuntaskan pembangunan “satu data yang terintegrasi” mengenai keberadaan
Kawasan hutan lindung di seluruh Kabupaten/Kota dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, khususnya di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau tersebut. Sejalan dengan hal
tersebut, dalam melaksanakan tindakan solusi/penyelesaian tersebut harus dengan mewujudkan
penerapan secara tegas teori hukum John Austin, yang terkenal sebagai salah satu pelopor teori
hukum positif, dan dengan mengutamakan kepada pendekatan budaya yang membumi, populis dan
humanis, terutama yang ditujukan kepada seluruh warga masyarakat hukum adat yang secara turun
temurun bertempat tinggal di kawasan hutan lindung yang ada di Kabupaten Karimun Provinsi
Kepulauan Riau tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, bentuk solusi/penyelesaian berikutnya adalah
dengan (Kusno Hadiutomo, 2021) mewujudkan koordinasi yang terintegrasi antara semua pihak,
Kementerian/Lembaga, stake holders dan pemangku kepentingan lain yang terkait, dalam konteks
melaksanakan perlindungan dan pelestarian atas keberadaan kawasan hutan lindung dimaksud. - Khusus mengenai faktor kendala yang bersifat eksternal, terutama dalam hal menentukan bentuk
dan/atau konstruksi solusi dan/atau penyelesaiannya, salah satu diantara tindakan dan/atau
perbuatan penting yang harus dilakukan oleh seluruh pejabat pelayan publik adalah melakukan
upaya yang terencana, terjadwal untuk melakukan koordinasi yang terintegratif, dalam untuk
mendapatkan dukungan dan/atau support atas pengalokasian anggaran yang cukup dalam hal
menanggulangi, melaksanakan perlindungan dan pelestarian terhadap keberlangsungan terhadap
semua potensi sumberdaya hutan dan kehutanan yang ada dan terdapat dalam kasawan hutan
lindung, khususnya di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau. Sumber dana/pembiayaan yang
akan diusahakan tersebut, yaitu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
maupun anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Paralel
dengan hal dimaksud, kepada semua pihak terkait, dalam hal ini adalah pihak Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia dengan semua Kementerian/Lembaga terkait,
mengusahakan dengan fokus dan sungguh-sungguh untuk mendapatkan dukungan anggaran, dana
dan/atau pembiayaan yang bersumber dari pihak ketiga pelaku usaha/investor yang kegiatan
usahanya terkait dengan lingkungan hidup, sumberdaya alam dan bidang kehutanan, yaitu dengan
mendesak kepada semua pihak pengusaha dimaksud, untuk segera menunaikan kewajibannya,
dalam hal melaksanakan “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan”. Hal ini sesungguhnya dalam
dimensi yang bersifat paradigmatik operasional, telah diatur dan ditetapkan dalam Pasal 74 ayat (1),
yang menegaskan bahwa bahwa Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
Norma hukum tersebut, sebagaimana telah diatur dan ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseoran Terbatas, tercatat dalam Lembaran Negara (LN) Tahun 2007 Nomor
106, dan dalam Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 4756.
F. Penutup
Dalam bagian penutup ini, konten yang akan disajikan adalah berkenaan dengan kesimpulan dan
saran. Terkait dengan hal tersebut, maka pada bagian di bawah ini akan disampaikan substansi yang
berhubungan dengan kesimpulan dan saran, yaitu:
- Berkenaan dengan konstruksi pengaturan hukum, terutama dalam konteks merumuskan norma
hukum dalam hubungannya untuk mewujudkan paradigma ekosistem atas upaya perlindungan dan
pelestarian terhadap semua potensi sumberdaya hutan dan kehutanan khususnya di Kawasan hutan
lindung Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau, dapat disimpulkan bahwa konstruksi
pengaturan hukum dan/atau norma hukumnya harus merujuk dan berdasarkan atas amanat dan
perintah konstitusionalisme yaitu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Dalam implementasinya, terutama dalam menghadapi berbagai faktor kendala serta
dan dalam konteks pemberian solusi dan/atau penyelesaiannya, haruslah dengan mengutamakan
kepada perwujudan yaitu dalam upaya meneguhkan prinsip kedalatan rakyat, meneguhkan paham
negara hukum dan sekaligus meneguhkan paham Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial
vide amanat dan ketentuan Pasal 1 ayat (2), Pasal 1 ayat (3), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal penting lainnya, yang harus diwujudkan oleh semua
Lembaga yang berkewenangan untuk membentuk peraturan perundangan-undangan dimaksud,
yaitu dengan mewujudkan prinsip yang bersifat fundamental untuk menegakkan dan menjamin atas
perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) berdasarkan amanat dan perintah konstitusionalisme.
Sejalan dengan hal tersebut, dalam konteks merumus pengaturan hukum/norma hukum tersebut,
harus mengutamakan penerapan teori hukum teori hukum Responsif oleh Philippe Nonet dan Philip
Sleznick. Sebagai tujuan yang berifat paradigmatik filosofis yaitu terwujudnya fungsi kemampuan
lingkungan hidup yang terintegrasi dalam ekosistem sumberdaya kehutanan dan lingkungan hidup,
yang sesungguhnya sangat dibutuhkan oleh seluruh makhluk ciptaan Allah Subhana Wata’ala-Tuhan
Yang Maha Esa, di atas permukaan bumi khususnya bagi seluruh warga masyarakat di Kabupaten
Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. - Khusus yang terkait dengan implementasi dan/atau pelaksanaan atas perwujudan konstruksi
paradigma ekosistem perlindungan dan pelestarian terhadap semua potensi sumberdaya hutan dan
kehutanan Kawasan hutan lindung, khususnya yang ada dan terdapat di Kabupaten Karimun Provinsi
Kepulauan Riau dimaksud, kepada seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) sekaligus sebagai aparat
pelayan publik, stake holders dan semua pemangku kepentingan lainnnya, dalam pelaksanaannya
harus mewujudkan secara konkrit dan secara empiris di lapangan, yaitu atas semua amanat dan
ketentuan sebagaimana yang telah diatur dan ditetapkan berdasarkan konstitusionalisme yaitu
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam upaya
meneguhkan paham kedaulatan rakyat, meneguhkan bahwa Indonesia adalah Negara hukum, dan
sekaligus meneguhkan paham Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, vide Pasal 1 ayat (2),
Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Agar
dalam pelaksanaannya terarah, fokus kepada percepatan pencapaian tujuan dalam konteks
melakukan perlindungan dan pelestarian atas semua potensi sumberdaya hutan dan kehutanan
dalam Kawasan hutan lindung khususnya yang ada dan terdapat di Kabupaten Karimun Provinsi
Kepulauan Riau dimaksud, disarankan agar kepada semua pejabat publik yang terkait, untuk
menerapakan secara sungguh-sungguh, kaffah, fokus dan bertanggungjawab teori hukum Mochtar
Kusumaatmadja, teori hukum pembangunan. Relevan dengan hal ini, oleh penulis disarankan juga,
bahwa dalam melaksanakan/mengimplementasikan mengenai konstruksi paradigma ekosistem
dalam hal melakukan perlindungan dan pelestarian kawasan hutan lindung dimaksud, khususnya
ditujukan kepada semua apparat pelayan publik, agar lebih mengutamakan kepada pendekatan
hukum yang hidup dalam masyarakat (the living law), dengan perwujudan tindakan dan sikap,
attitude yang tidak arogan, tidak sombong, tidak angkuh dan dilarang mencerderai
(mengkhianati/menyakiti) perasaan dan hati warga masyarakat, serta dengan mengutamakan kepada
pendekatan yang membumi (grounded system), populis dan humanis. - Pada kenyataannya di lapangan, yaitu secara empiriis dan praktis operasional, memang ternyata
masih terdapat beberapa faktor kendala yang dihadapi terutama dalam konteks mewujudkan
konstruksi paradigma ekosistem dalam melaksanakan perlindungan dan pelestarian terhadap semua
potensi sumber daya hutan dan kehutanan khususnya yang ada dan terdapat di Kabupaten Karimun
Provinsi Kepulauan Riau tersebut, baik itu kendala yang bersifat internal maupun kendala yang
bersifat eksternal. Salah satu kendala yang bersifat internal yaitu belum tersedianya satu data yang
terintegrasi mengenai keberadaan kawasan hutan lindung di semua Kabupaten/Kota. Satu data yang
terintegrasi tersebut, seyogiayanya memang harus ada. Konten yang harus disajikan dalam satu data
yang terintegrasi dimaksud harus memuat semua keterangan yang detail/rinci. Beberapa keterangan
yang bersifat penting yang harus disajikan dalam satu data terintegrasi itu, satu diantaranya adalah
keterangan mengenai kawasan hutan lindung yang paling terakhir yang menerangkan keadaan dan
kondisi kawasan hutan lindung dari sisi keterancamannya dan/atau kepunahannya. Untuk kendala
yang bersifat ekstenal salah satunya yaitu belum tersedianya anggaran dan/atau biaya yang belum
cukup, dan masih sangat terbatas. Dukungan anggaran dan/atau biaya yang belum cukup dan/atau
masih sangat terbatas itu, utamanya yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), maupun anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),
dan demikian juga masih terbatasnya anggaran/dana dari sumber Corporate Social Responsibility
(CSR). Dalam hal untuk mengatasi berbagai kendala dimaksud, bentuk solusi/penyelesaian yang
harus dilakukan oleh pelayan publik terkait, disarankan untuk menerapkan secara sungguh-sungguh
dan komprehensip yaitu serta teori hukum John Austin, terkenal sebagai salah satu pelopor teori
hukum positif. Sejalan dengan hal itu, kepada seluruh pejabat publik harus melakukan koordinasi
yang terintegratif kepada semua pihak terkait, Kementerian/Lembaga terkait, guna mendapat
dukungan anggaran yang cukup dalam konteks melaksanakan perlindungan dan pelestarian Kawasan
hutan lindung tersebut secara berkelanjutan (suistanability).
G. Daftar Pustaka
- Buku-Buku
A. Muri Yusuf, “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan”, Jakarta: Prenada
Media, 2017.
Ade Ismayani, “Metodologi Penelitian”, Banda Aceh: Syiah Kuala University Press, 2020.
Anton Silas Sinery, dkk, “Potensi Dan Strategi Pengelolaan Hutan Lindung Wosi Rendani”, Yogyakarta:
Deepublish, 2020.
Ari Mulianta Ginting, dkk, “Pengembangan Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”,
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2020.
Arif Hidayat, “Interelasi, Konstitusionalisme dan Demokrasi Perwakilan Dalam Sistem Ketatanegaraan
Indonesia Pasca Perubahan IV UUD 1945”, Yogyakarta: Program Magister (S2) Ilmu Hukum
Universitas Islam Indonesia (UII), 2006.
Arif Satria, “Politik Sumber Daya Alam”, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2020.
Atmasasmita, Romli, “Hukum Terintegratif Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif”,
Yogyakarta: Genta Publishing, 2012.
Bambang Rudito Kharisma, “Aparatur Sipil Negara”, Jakarta: Prenada Media, 2017.
Fransina.S. Latumahina, “Modul Pembelajaran Ilmu Perlindungan Hutan : Penyebaran Hama Hutan”,
Indramayu: Adanu Abimata, 2022.
Herman Hidayat, “Pengelolaan Hutan Lestari: Partisipasi, Kolaborasi dan Konflik”, Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2016.
Idham, “Paradigma Politik Hukum Pembentukan Undang-Undang Guna Meneguhkan Prinsip Kedaulatan
Rakyat dan Indonesia Sebagai Negara Hukum”, Bandung: Alumni 2010.
——–, “Implementasi Politik Hukum Agraria-Pertanahan Pelaksanaan Sertifikasi Tanah Perdesaan,
Analisis dari Pengalaman Praktik sebagai Anggota DPR-RI Periode 2004-2009, dalam Perspektif
Revolusi Politik Anggaran untuk Meneguhkan Paham Kedaulatan Rakyat dan Mewujudkan
Kesejahteraan Rakyat”, Bandung: Alumni, 2013.
——–, “Paradigma Politik Hukum Pendaftaran Tanah dan Konsolidasi Tanah Dalam Perspektif Free
Trade Zone (FTZ) di Kota Batam”, Bandung: Alumni, 2016.
——–, “Postulat dan Konstruksi Paradigma Politik Hukum Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL),
Guna Mewujudkan Negara Berkesejahteraan”, Bandung: Alumni, 2019.
——–, “Dimensi Politik Hukum Pelaksanaan Konsolidasi Tanah di Kawasan Hutan Lindung Untuk
Mensejahterakan Warga Masyarakat Kampung Tua Kota Batam”, Bandung: Alumni, 2020.
——– ,”Paradigma Konstruksi Politik Hukum Konsolidasi Tanah Perdesaan Lahan Pertanian di
Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau, Analisis Kritis Guna Meneguhkan Ekonomi
Kerakyatan di Pedesaan”, Bandung: Alumni, 2021.
——– ,”Konstitusionalisme Tanah Hak Milik di Atas Tanah Hak Pengeloaan”, Bandung: Alumni, 2021.
Jabalnur: Editor, Guswan Hakim, Baron Harahap, “Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat di Wilayah
Taman Nasional: Eksistensi dan Perlindungan Hukumnya”, Surabaya: Scopindo Media Pustaka,
2021.
Jacki Ambadar, “CSR Dalam Praktik di Indonesia”, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2013.
Kementerian PPN/Bappenas, “Kebijakan Satu Data Indonesia”, Cirebon: Sekretariat Satu Data Indonesia
Tingkat Pusat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas, 2019.
Kusno Hadiutomo, “Perencanaan Pembangunan Terintegrasi dan Terdesentralisasi Perspektif Reposisi
Perencanaan Pembangunan Pertanian”, Yogyakarta: Deepublish, 2021.
Litbang Kompas, “Potensi Sumber Daya Alam dari Beranda Timur Indonesia”, Jakarta: Kompas Penerbit
Buku, 2021.
Maria Farida Indrati S., “Ilmu Perundang-Undangan 1: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan”, Yogyakarta:
Kanisius, 2019.
Maryam B. Gainau, “Pengantar Metode Penelitian”, Palembang: Kanisius, 2021.
Munir Fuady, “Teori-teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum”, Jakarta: Prenada Media, 2017.
Nasikh, “Manajemen Ekonomi Sumber Daya Hutan”, Pasuruan: Dream Litera, 2018.
Rianto Adi, “Aspek Hukum dalam Penelitian”, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016.
Robert Siburian & Masyhuri Imron (Ed), “Pengelolaan Sumber Daya Laut dan Hutan: Perspektif,
Kebijakan, dan Aksi”, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2021.
Sabian Ustman, “Menuju Penegakan Hukum Responsif”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Septiono Bangun Sugiharto, “Bunga Rampai Lingkungan Hidup”, Yogyakarta: Deepublish, 2020.
Sudaryono, “Metodologi Penelitian”, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2019.
Suryo Sakti Hadiwijoyo, dkk, “Pembangunan Berkelanjutan dari MDGs ke SDGs”, Yogyakarta: Spektrum
Nusantara, 2021.
- Peraturan Perundang-Undangaan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, tercatat dalam Lembaran Negara (LN)
Tahun 1999 Nomor 167, dan tercatat dalam Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 3888.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Lembaran Negara (LN) Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 4725.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseoran Terbatas, tercatat dalam Lembaran Negara
(LN) Tahun 2007 Nomor 106, dan dalam Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 4756.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan,
sebagaimana yang dicatatkan dalam Lembaran Negara (LN) Tahun 2013 Nomor 130, dan dicatat
dalam Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 5432.
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Karimun Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Karimun Tahun 2011-2031, Lembaran Daerah Kabupaten Karimun Tahun
2011, Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Karimun Nomor 3.
- Website/Internet
http://scholar.unand.ac.id/39921/2/bab1.pdf.
https://fh.unpatti.ac.id/penerapan-hukum-responsif-di-indonesia/.
https://rri.co.id/batam/ekonomi.
https://sebijak.fkt.ugm.ac.id/.
https://www.goodnewsfromindonesia.id/.