Menggadai Sepeda Motor Untuk Mewujudkan Mimpi
Adelia Rahmanda
sentralberita | Medan ~ Gadis berjilbab hitam dengan tangannya yang gemetar tidak dapat disebunyikan ketika dia melingkari setiap jawaban dari ujian tulisnya mencoba memasuki kampus negeri yang menjadi harapan terakhirnya di tahun 2019.
Seperti orang lain yang memiliki mimpi, ia pun begitu. Hari itu ia tengah memperjuangkan mimpinya untuk dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, mimpi untuk bisa mendapatkan beasiswa sebagai suatu cara membanggakan dan meringankan beban orang tuanya, mimpi mendapatkan uang kuliah rendah dan mimpi untuk bisa meraih cita-cita. Semangatnya menggali ilmu dan pendidikan ia tuangkan dalam prestasinya SD sampai SMA mendapatkan ranking kelas.
Adelia Rahmanda gadis berdarah Karo kelahiran 18 Maret 2001 dari pasangan suami istri Tanda Sitepu dan Karolina. Biasa dipanggil Adel, menjadi kakak pertama dari 3 orang adik perempuan dimana ia harus memberikan contoh baik dan menjadi teladan bagi ketiga adiknya. Terlahir dari keluarganya sederhana dengan ayahnya bekerja sebagai tukang bengkel berpenghasilan pas-pasan dan ibunya sebagai ibu rumah tangga. Dengan harapan tinggi kedua orang tuanya menginginkan anak-anaknya dapat mengangkat drajat orang tuanya dan salah satunya dengan pendidikan yang baik.
Harapan itu juga menjadi motivasi dan ambisinya untuk dapat memberikan pendidikan yang jauh lebih baik untuk ketiga adik-adiknya nanti. Hal ini dibuktikannya dengan kegigihannya mendapatkan pendidikan ketika itu ia sempat bekerja menjadi pelayan rumah makan cepat saji ketika baru tamat SMP selama 15 hari yang uangnya ia gunakan untuk mendaftarkan ke salah satu SMA Negeri di Binjai dan membeli perlengkapan sekolahnya.
Dalam dirinya ia menanamkan prinsip mandiri dan tidak ingin menyulitkan orang tuanya saat itu tengah mengalami krisis ekonomi. Tahun 2019 tepat kelulusan SMA ia telah mencoba 5 kali test memasuki kampus negeri di tahun itu, mulai dari SNMPTN, SPAN PTKIN, SBMPTN, Politeknik, dan Politeknik Kimia Industri. Kelima tes ini belum menjadi rezekinya untuk lulus.
Setiap kegagalan itu membawa kesedihan tetapi juga memberikan kekuatan untuk ia tidak pantang menyerah dan percaya bahwa Rabbnya memberikan hal yang jauh lebih baik dari yang ia rencanakan. Hal itu ia buktikan dengan mencari uang sebagai salah satu pekerja rumah makan untuk ditabung agar bisa menambah uang masuk kampus saat waktunya tiba nanti. Tidak ada yang ia sesali, justru ia bangga dengan dirinya yang bisa bertahan sampai saat ini.
Hari itu tanggal 7 Agustus 2019 dalah ujian jalur mandiri hari pertamanya, setiap ia menjawab soal selalu diringi dengan bisikan lirihnya kalimat “bismillah tahun ini aku bisa kuliah”. Kalimat sederhana yang ia sematkan dalam doa berharap percobaan terakhirnya di tahun itu dengan mengikuti ujian Mandiri Universitas Islam Negeri Sumatera Utara memberikan hasil kelulusan untuk dapat menyandang gelar sebagai seorang mahasiswi angkatan 2019.
Dalam setiap proses hidupnya gadis berdarah asli suku karo itu lebih senang menelan sendiri bebannya. Sifatnya yang mandiri, tidak mudah berbagi cerita dan terlihat ceria walau sesungguhnya kadang ia tidak sedang baik-baik saja. Moto hidupnya igin menajdi bermanfaat untuk orang-orang sekelilingnya dan mengambil resiko serta berani sebab tidak ada yang dapat menggantikan pengalaman.
Hari pengumuman kelulusan ujian Mandiri itupun keluar pada tanggal 15 Agustus 2019 tepat pukul 00.00. Ia tidak berani membuka website tersebut karena takut hasilnya mengecewakan, namun rasa penasarannya begitu menggebu. Ia pun memutuskan membukanya setelah setengah jam menahan kegelisahan batinnya.
Tepat saat itu pengumuman bertuliskan “Selamat kamu dinyatakan lolos di prodi ilmu komunikasi UINSU” sangat mengejutkan hatinya dan ia mengatakan pada ibunya dengan bibir yang gemetar dan tangis haru tercurahkan. Masalahpun tidak sampai disitu, yang menjadi persoalan sekarang adalah biaya kuliah yang mana gadis itu mendapatkan UKT 3 dengan jumlah pembayaran uang kuliah setiap semester sebesar 3 juta rupiah/semester. Ia memutuskan untuk tidak mengambilnya karena ekonomi orang tua yang sulit, tapi tepat hari itu ayahnya menggadaikan keretanya sebesar 3.5 juta rupiah untuk bisa membayar kuliah.
Gadis itu mengatakan pada ayahnya, “Pak tenang saja, nanti putrimu ini akan mencoba beasiswa bidikmisi dan jikapun tidak lulus InsyaAllah bisa mendapatkan UKT 1”. Ujarnya menyakinkan walau iapun sebenarnya tidak yakin tetapi ia menganggap itu sebagai doa dan ambisinya untuk lebih semangat.
Seiring berjalannya hari perkuliahan, janji yang sempat ia katakan pada ayahnya dalam balutan doa itu terwujud. Gadis itu kini mendapatkan penurunan UKT 1 dengan uang kuliah 400 ribu/semester sampai ia lulus nanti. Rekam perjalanan dan semangatnya menggapai mimpi menjadi kisah yang membekas untuk menajadi pribadi lebih baik lagi kedepannya. Kesibukannya selain kuliah kini ia sibuk berorganisasi di My Sumut Binjai, LDK Al-Izzah UINSU, Forum Lingkar Pena (FLP) Cabang Binjai dan Relawan Yayasan Kesejahteraan Madani (YAKESMA) Binjai untuk membangun jiwa kepemimpinan dalam dirinya dan peka terhadap isu-isu sosial dan mentalitas sebagai anak mudah pembangun peradaban yang memiliki semangat luar biasa.(01/red)