Pemerintah Perlu Lindungi Peternak Mandiri

Ilustrasi Ternak. (F-isr)

sentralberita | Jakarta ~ Jika integrasi vertikal sudah sangat membahayakan eksistensi peternak, perlu perubahan peraturan untuk memberi perlindungan bagi peternak. Pelaku usaha dengan integrasi vertikal tersebut sangat rentan melaksanakan berbagai perilaku yang melanggar UU No. 5/1999.     

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai integrasi vertikal oleh integrator di industri unggas sangat berpotensi melanggar UU No. 5/1999 khususnya pelanggaran oligopoli, penetapan harga, kartel, integrasi vertikal, diskriminasi, dan penyalahgunaan posisi dominan.   

Hal ini diutarakan Ukay Karyadi, Komisioner KPPU, dalam forum jurnalis penyampaian hasil kajian KPPU atas industri perunggasan yang dilaksanakan secara daring Selasa (21/12) sore di Jakarta.   

Diperlukan penyesuaian dalam kebijakan pemerintah dalam mengatasi potensi pelanggaran tersebut, khususnya dalam menjamin kesetaraan bagi peternak mandiri dalam rantai pasok tersebut,” ungkap Ukay.  Turut hadir dalam forum tersebut, Direktur Ekonomi, Mulyawan Ranamenggala dan Direktur Kebijakan Persaingan, Marcellina Nuring A.    

Baca Juga :  Optimalisasi Pelayanan Informasi melalui PPID

Dalam kajian, KPPU menemukan bahwa harga day-old-chick (DOC) dan layer (ayam petelur) selama satu bulan terakhir selalu berada di atas harga acuan (Rp5.000 –Rp6.000/ekor) dan bahkan cenderung meningkat. Begitu pula dengan harga pakan yang fluktuatif dan harga jagung yang berada di atas harga acuan (Rp4.500/kg) dan meningkat.     KPPU melihat adanya dominasi pengepul dan produsen pakan dalam menguasai pembelian jagung di pasar. Di lain sisi, harga livebird dan telur juga cenderung rendah dan fluktuatif.   

“Permasalahan di industri tersebut berdasarkan kajian KPPU, tidak lepas dari keberadaan integrasi vertikal oleh pelaku usaha integrator,” tegasnya.(wie)

-->