Pakai Dalihan Natolu, Prof. Dr.Maidin Gultom SH : Putusan 3 Hakim PN Bekasi Tolak Gugatan Cerai “Ngawur”

Prof Dr Maidin Gultom SH MHum Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik (Unika) Santo Thomas. (F-net)

sentralberita | Medan – Terkait viralnya di medsos, putusan tiga hakim PN Bekasi yang menolak gugatan perceraian lantaran tanpa melibatkan dalihan na tolu,
Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik (Unika) Santo Thomas menyampaikan stetmentnya.

Hal ini bermula dari Law Office Raja Tahan Panjaitan SH dan Partners melaporkan tiga hakim PN Bekasi, Ranto Indra Karta, Abdul Rofik dan Rakhman Rajagukguk ke Komisi Yudisial, Ketua Mahkamah Agung dan ke Badan Pengawasan MARI.

Dalam keterangannya, Dekan Fakultas Hukum Unika Santo Thomas : Prof Dr Maidin Gultom SH MHum mengatakan, bahwa perkawinan dan perceraian dapat digunakan hukum adat atau hukum perdata/ undang-undang No. 1 tahun 1974, atau menurut hukum islam ( Syari’at Islam).

“Namun Kalau gugat cerai diajukan ke pengadilan negeri pakailah hukum perdata/undang-undang perkawinan,” kata Prof Maidin Gultom menjawab wartawan di Medan.

Baca Juga :  Dukung Program Pemko Medan, Antara Sumut Siap Gali Potensi Daerah Untuk Disiarkan Ke Media Luar

Penegasan Prof Dr Maidin ini pasca diberitahu terkait dugaan ketiga majelis hakim yang memeriksa dan menangani perkara a qou dalam putusannya terkesan menunjukkan dan melakukan perbuatan “Abuse Of Power” (penyalahgunaan kekuasaan, dalam bentuk penyimpangan jabatan atau pelanggaran resmi); yang dilaporkan oleh LAW OFFICE RAJA TAHAN PANJAITAN, SH & PARTNERS kepada KY dan Mahkamah Agung.

Adapun “Abuse Of Power” menurut yang dilakukan oleh majelis hakim menurut hemat penasehat hukum ‘JS’ selaku principal yakni sebagai berikut: sebelum pemeriksaan pokok dilakukan, upaya mediasi sesuai aturan PERMA Nomor : 01 Tahun 2016 sudah terlebih dahulu ditempuh, namun mengalami jalan buntu atau tidak berhasil (deadlock);

Kemudian seiring berjalan pemeriksaan pokok perkara, majelis hakim masih berusaha dan berupaya untuk mendamaikan dengan berbagai cara, namun tetap gagal dan mengalami kebuntuan;

Selanjutnya, selama pemeriksaan perkara, majelis hakim mengabaikan azas peradilan yang baik (azas pemeriksaan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan, sebagaimana amanat pasal 2 (dua) ayat 4 (empat) UU RI No.48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman) karena mengikuti permintaan Tergugat untuk menunda-nunda pemeriksaan saksi Penggugat yang diketahui keberadaannya datang dari luar Bekasi (Pekan Baru, Sumatera);

Baca Juga :  Buka FKUB Expo 2024, Aulia Rachman: Mari Terus Jaga, Rawat dan Pelihara Kerukunan

Lalu dalam putusannya, majelis hakim terkesan tidak berdasar hukum dan cenderung mengada-ada karena menyebut, gugatan Penggugat premature dan tidak dapat diterima dengan alasan pertimbangan hukum bahwa Penggugat dan Tergugat adalah orang Batak, dimana menurut adat batak perceraian adalah cacat besar bagi keluarga besar sehingga harus terlebih dahulu melibatkan lembaga adat batak yang bernama DALIHAN NATOLU untuk menyelesaikan masalahnya.

Saat disinggung mengenai putusan 3 hakim itu dan berdasarkan hal di atas, Prof.Dr. Maidin Gultom SH menyatakan secara tegas bahwa itu ngawur.

“Putusan itu menurut saya ngawur dan mengada-ada tandas Prof Dr Maidi Gultom SH. (Rel)

-->