Indira, Didorong Istri Raih Doktor Terbaik
Indira Fatra Deni Peranginangin, (f-ar)
sentralberita | Medan ~ Indira Fatra Deni Peranginangin, sosok dosen tak asing lagi di bumi akademika Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, terutama di kalangan para mahasiswa Ilmu Komuniaksi Fakultas Ilmu Sosial. Kalaupun ada mahasiswa tak mengenalnya mungkin hanya dengan hitungan jari.
Sosok dosen satu ini dikenal bukan karena ganteng, bukan juga karena menyandang predikat dosen killer, tetapi karena komunikasinya yang cepat akrab dengan siapa saja. Tak tahu juga apa karena basah basi. Yang jelas, kalau diberi microphone, bisa-bisa seharian tak lepas dari genggamannya.
Pada pekan lalu, suami Putri Rahmadhani Lubis, MA ini betul-betul merasakan bahagia. Pasalnya pada kesempatan itu dia bersama ratusan lainnya diwisuda di kampus Universitas Islam Negeri Sumatera Utara. Beruntungnya, ayah dari dua anak ini didaulat memberi sambutan mewakili wisudawan lainnya. Itu karena, dia, terpilih sebagai alumnus terbaik, dengan predikat lulusan yang membanggakan.
Saat ratusan pasangan mata tertumpu padanya, dia menyatakan rasa bangganya dapat menyelesaikan program doktor Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunmikasi UIN Sumut berkat kerja keras dan dorongan kuat sang istri, baik ketika siang maupun malam hari dalam menyiapkan disertasinya; Manajemen Komunikasi Pariwisata Berbasis Lokal Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat Propinsi Sumtera Utara.
Pada disertasi itu dijelaskannya, agama dan nilai budaya lokal melahirkan regulasi bersifat mandiri yang disebut dengan local law. Hukum lokal melahirkan aturan-aturan yang bersifat kondisional (conditional regulating) yang dalam hal ini sesuai dengan kebutuhan destinasi wisata.
Kemudian evaluasi dibutuhkan dalam upaya memperbaiki komunikasi pariwisata berbasis lokal. Selanjutnya pengembangan (developing) juga perlu dilakukan terhadap program-program yang sudah terlaksana dengan baik. Semua unsur manajemen komunikasi pariwisata berbasis lokal yang melahirkan analisis kebijakan publik dalam melakukan pengembangan pariwisata berbasis lokal. Dimulai dari planning, organizing, actuating, controlling,conditional regulating, evaluating dan developing atau disingkat dengan model POACCED
Model POACCED adalah fungsi manajemen POAC dengan menambahkan conditional regulating, evaluating dan developing. Upaya memanjemen komunikasi pariwisata berbasis lokal sangat ditentukan oleh kondisi realita masyarakat setempat, dimulai dari kebiasaan yang secara turun temurun terus dilakukan oleh masyarakat lokal, seperti faktor agama dan tradisi budaya. Keberagaman agama dan suku budaya merupakan kekayaan yang nilainya dapat diintegrasikan didalam aturan tertulis yaitu regulasi.
Conditional regulation adalah aturan yang dapat diproyeksikan untuk men-cover segala kondisi temporal lokal. Misalkan seperti saat ini kondisi pandemic covid -19 yang membutuhkan regulasi-regulasi kondisional terkait dalam upaya pengembangan pariwisata lokal.
Kemudian misalkan pada wisata alam yang sedang mengalami bencana alam, butuh regulasi kondisional dalam penanganan dan upaya relokasi cepat tanggap untuk membenahi destinasi wisata. Selanjutnya pada wisata budaya, akulturasi budaya yang terjadi memberikan dampak terhadap pengelolaan pariwisata berbasis lokal.
Eklektifitas model manajemen komunikasi pariwisata berbasis lokal POACCED tidak mendiskriminasi antar sains umum dan ilmu agama. Berangkat dari pemahaman dasar bahwa ilmu komunikasi yang bersifat interdisipliner dan multidisipliner yaitu disiplin ilmu komunikasi dilahirkan dari ilmu-ilmu sebelumnya seperti filsafat, psikologi, sosiologi, antropologi dan politik.
Kontribusi beberapa disiplin keilmuan itu memberikan wawasan dan wacana baru yang disebut dengan kapita selekta komunikasi, bahkan agama dalam hal ini Islam juga memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu komunikasi.
Berlandaskan kondisi itu maka unsur keislaman dan kebudayaan akan dicover dalam point conditional regulating, bahwa dasar pembentukan manajemen komunikasi pariwisata lokal adalah kehadiran agama dan budaya yang dominan memberikan makna baru dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata berbasis lokal, jelas Indira.(ar)