Sundari Laporkan Penyidik Polres Belawan ke Propam Poldasu
Sundari dan kuasa hukumnya, Suseno, usai melaporkan oknum penyidik pembantu Polres Pelabuhan Belawan ke Propam Polda Sumut, Senin (8/11/2021). (F-tc)
sentralberita | Medan ~ Sundari, warga Jalan Kolonel Yos Sudarso, Kelurahan Titi Papan, Kecamatan Medan Deli, meminta keadilan setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Pelabuhan Belawan
Sundari dituduh menggelapkan uang sebesar Rp 1 miliar milik Primer Koperasi Polri Pelabuhan Belawan.
Atas penetapan itu, ia didampingi kuasa hukumnya pun melaporkan penyidik pembantu Polres Pelabuhan Belawan berinisial Bripka DPS. Mereka menilai penetapan tersangka terhadap kliennya itu dianggap tindakan yang keliru.
“Kedatangan kami ke Propam Polda untuk mengadukan dugaan ketidakprofesionalan penyidik Polres Pelabuhan Belawan. Kenapa kita katakan tidak profesional? Karena klien saya ini ditetapkan sebagai tersangka pasal penggelapan,” kata Suseno, kuasa hukum Sundari, Senin (8/11/2021).
Menurut Suseno, seharusnya polisi menyematkan status tersangka kepada SS dan kawan-kawan yang pernah menjadi pengurus Primer Koperasi Polri Pelabuhan Belawan sebelumnya. Setahu kliennya, pembelian tanah telah dibatalkan SS.
Sekian tahun berselang, ia ditagih oleh beberapa orang yang mengaku sebagai pengurus di Primer Koperasi Polri Pelabuhan Belawan.
Ia dituduh telah menerima uang lantaran dalam catatan dari koperasi mereka terjadi penyerahan uang kepadanya.
Ia yang merasa tak lagi menerima uang itu pun membantah dan memberi penjelasan bahwa uangnya telah diminta kembali oleh SS, yang merupakan pensiunan.
Sundari menceritakan, masalah ini berawal pada tahun 2016, dimana saat itu ia ingin menjual tanahnya seluas 14.000 meter persegi.
Disitu ia dikenalkan oleh seseorang agen tanah kepada pengurus di Primer Koperasi Polri Pelabuhan Belawan, yaitu SS.
“Kami buka harga 120 ribu. Mereka nitip harga jadinya per meter Rp 175 ribu. Kemudian terjadilah proses jual beli tanah itu,” katanya.
Kemudian Suhun dkk meminta agar Sundari membuat rekening Bank BNI agar pembayaran dilakukan melalui rekening. Kemudian dibuatlah rekening tersebut dan uang ditransfer.
Transfer pertama senilai Rp 500 juta, kemudian Rp 300 juta, dan yang terakhir 250 juta.
Setiap ada pembayaran uang itu langsung diambil dan Sundari disuruh menandatangani sebuah kwitansi oleh SS.
“Pertama, Rp 500 juta langsung ditarik oleh mereka dengan alasan untuk uang muka. Yang kedua, Rp 300 juta dan saya menandatangani kemudian uang diambil kembali dan ke-tiga Rp 250 juta. Itu pun diambil kembali,” ucapnya.
Beberapa hari kemudian, SS mengatakan kepada Sundari bahwa penjualan tanah tersebut batal sehingga uang sebesar Rp 1 miliar sama sekali tidak ada ditangannya.(tc)