Hakim Minta Jaksa Usut Kembali Korupsi Rp 10 Miliar di BRI Kabanjahe

sentralberita| Medan~Anggota majelis hakim yang menyidangkan perkara dugaan korupsi terdakwa James Tarigan, mantan Supervisor Penunjang Bisnis (SPB) pada PT Bank BRI (Persero) Tbk Kantor Cabang Pembantu (KCP) di Ruang Cakra 4 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (1/11) berang dan meminta dengan tegas agar Jaksa kembali melakukan pengusutan karena diduga Pimpinan Cabang,Sudono terlibat dalam kasus tersebut.
” Saya minta Jaksa agar membuka kembali kasus ini,usut lagi,masa Pinca ini bisa lepas dari tanggungjawab,uang Rp.10 miliar keluar dia tidak tau,tidak ada pengawasan”,tegas As,ad Rahim Lubis dengan suara tinggi.
As,ad bahkan mengecam slogan BRI “Melayani Sepenuh Hati”,menurutnya itu tidak sesuai fakta di lapangan.
” Saya tau kali,saya mengalami sendiri,gak ada itu melayani sepenuh hati,saya tau pinca ini sering ketemu nasabah di warung kopi”,tudingnya.
Lantas As,ad membandingkan kasus yang terjadi di Padangsidempuan,hanya 60 juta kerugian negara Pimpinannya sudah dipidana.
“Ini uang 10 miliar uang keluar saudara pinca tidak tau,tak ada pengawasan ini sesuai pasal 2,3 bisa kena ini”,katanya seraya menegaskan kalau orang dari etnis tertentu yang datang meski syaratnya kurang namun tetap dilayani.
” ini fakta,coba kalau yang datang pensiunan,nenek nenek,pake suntil lagi berjam jam antri kalian buat,jadi gak ada itu melayani sepenuh hati,ganti aja slogan itu”,berang hakim.
Saksi Sudono yang merupakan Pimoinan Cabang BRI Kabanjahe tampak pucat,tertunduk tak mampu mengangkat kepalanya.
Dalam sidang ini Jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan 6 orang saksi
termasuk Sudono selaku pimpinan cabang (Pinca) BRI Kabanjahe.Tim penasehat hukum terdakwa Hartanta Sembiring SH SPn dan Viski Umar Hajir Nasution SH MH, mencecar pertanyaan ke saksi Sudono, namun saksi cenderung tidak begitu tahu banyak soal perkara tersebut.
Bahkan saat ditanya Hartanta Sembiring, terkait alur pencairan uang sampai ke nasabah, saksi terlihat kebingungan.
“Bagaimana sebenarnya, terjadi penarikan uang itu sampai ke nasabah,” tanya Hartanta.
Menurut saksi, alur dari pencairan uang dilalui beberapa tahapan, mulai dari checker, maker hingga ke teller.
“Itu mulai checker, terus maker, lalu ke teller untuk dibawa proses penarikan. Harusnya yang menarik adalah nasabah. Namun, dari pernyataan dari beberapa teller itu Yoan (terdakwa lain),” jelas saksi.
Hartanta merasa heran, dengan alur pencairan uang tersebut. Seharusnya, kata dia, orang yang menerima uang pencairan adalah nasabah.
“Kenapa dikasi, dia kan bukan nasabah?,” tanya Hartanta. Tetapi, menurut saksi, pengambilan uang itu sudah sepengetahuan nasabah.
Namun yang aneh, kata Hartanta, transaksi pencairan uang ke nasabah yang diambil orang bank, bukan sekali saja terjadi, tetapi terus berulang. Ia juga mempertanyakan kenapa dalam dakwaan tidak ada penjelasan soal jam transaksi di Bank BRI.
“Kenapa tidak ada disebutkan diambil jam berapa? Takutnya nanti diambil di luar jam kerja,” tanya Hartanta.
Mendengar itu, JPU menyampaikan keberatannya kepada hakim dan memberikan bukti-bukti soal transaksi uang tersebut kepada saksi dan menunjukkannya kepada PH terdakwa.
Dari bukti itu, diketahui ada sejumlah transaksi uang yang nilainya bervariasi dari puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Hartanta juga mempertanyakan, bagaimana, jika saat itu yang menjadi checker bank bukan kliennya. Apakah seluruh tanggung jawab dugaan pencairan uang fiktif tersebut ditanggung oleh kliennya.
“Di sini ada checker nya bukan James Tarigan, ada selain James Tarigan. Apa betul?,” tanya Hartanta.
“Betul, artinya keterlibatan yang bukan jadi checker bukan tanggung jawab dia,” jawab saksi. Namun, saksi tidak begitu tahu transaksi mana saja yang tidak melibatkan terdakwa James Tarigan.
Dalam sidang itu, Hartanta juga menanyakan, di tangan siapa sebenarnya penentu terakhir pencairan uang hingga sampai ke nasabah. Menurut saksi, untuk pencairan, masing-masing jabatan punya kewenangan berbeda. Termasuk soal besaran angka pencairan juga berbeda penentunya.
“Saya tanyakan, pintu terakhir penarikan uang itu bisa ke luar dari BRI kabanjahe dari tanda tangan siapa?,” tanya Hartanta.
Mendengar itu, saksi terlihat bingung. Lalu, Hartanta mencontohkan salah satu transaksi yang tertuang di dakwaan. “Kalau djlihat di kuitansi ini Amol (Asisten manajer operasional), bapak Junaidi,” jawab saksi.
Pada bagian lain persidangan, Hartanta juga menanyakan soal transaksi yang dilakukan di luar jam kerja, yang seharusnya ada perintah dari saksi selaku Pinca.
“Bahwa ada transaksi Rp1 miliar yang dicairkan oleh HO. Ada tim investigasi yang dibentuk Pinca untk melakukan investigasi, namun ada salah satu anggota menerima dana dari Yoan yakni Arsyad Juansyah Bangun,” kata Hartanta.
Sementara saksi lain Ayu Novita dan Listika selaku karyawan BRI mengakui ada beberapa tanda tangan yang asli dan ada yang palsu. Padahal menurut Hartanta, belum ada bukti autentik untuk menyatakan tanda tangan tersebut palsu, dan untik kuitansi KW 1 juga belum ada hasil dari labfor Polri yang menyatakan asli atau tidaknya tanda tangan tersebut.
Atas keterangan para saksi, baik terdakwa James dan Yoan keberatan atas keterangan saksi yang menurut mereka sangat tidak sesuai dengan fakta dan prosedur dari Bank BRI.
Sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya mendakwa James Tarigan, dalam perkara korupsi senilai Rp8,1 miliar terkait pemberian fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) kepada para debitur/nasabah yang diduga fiktif.
Tim JPU dari Kejati Sumut Bambang Winanto dan Oktresia Sihite dalam dakwaan menguraikan, terdakwa James sejak tahun 2014 sampai bulan September 2017 sebagai SPB dan bawahannya langsung Yoan Putra (berkas terpisah) sebagai petugas Administrasi Kredit (AdK) dipercayakan mengurusi fasilitas KMK kepada debitur/nasabah yang memerlukan modal tambahan untuk usaha. (SB/FS)