Kesepakatan Korban Dengan Terdakwa Soal Pembayaran Tanah Tak Ada Limit Waktu

sentralberita | Medan ~ Sidang perkara dugaan penipuan yang dilakukan Gunawan Alias Aguan terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (5/10).

Dalam sidang tersebut dihadirkan saksi korban Kok An Harun. Dalam keterangannya saksi mengaku kenal sama terdakwa pada saat sama-sama menjadi Warga Binaan di Lapas. Kok An mengaku diajak untuk melakukan kerjasama dalam pengurusan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 35 atas tanah milik terdakwa seluas lebih kurang 4.115 M2, yang terletak di D. Swalentara III Medan Barat Kelurahan Pulau Brayan yang telah berakhir haknya tanggal 23 September 1980.

“Kami bertemu di Lapas, sama-sama penghuni lapas. Setelah Gunawan keluar dari lapas saya kasih uang, saya kasih bertahap. Rp 100 juta dikasih saat masih di dalam,” ucapnya.

Namun diakui korban Kok An Harun,kesepakatan mereka untuk pembayaran tanah tersebut tidak ada limit waktunya.” Iya tidak ada batas waktunya”,ujar korban kepada penasihat hukum terdakwa.

Saat dicecar Hakim apakah saksi pernah melihat tanah tersebut, ia mengaku tidak pernah dan hanya mengutus seseorang untuk melihat, selain itu ia juga mengaku tidak pernah meligat langsung sertifikat tersebut. “Katanya tanah banyak sampah, tidak pernah liat sertifikat HGB-nya,” katanya. Usai mendengar keterangan saksi majelis hakim menunda sidang pekan depan.

Sementara itu, dalam dakwaan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Roceberry C. Damanik dan Chandra Priono Naibaho menuturkan, perkara yang menjerat warga Komplek Masdulhak, Medan Polonia itu berawal sekitar bulan Maret 2019 lalu.

Baca Juga :  Program Makan Bergizi Gratis Jadi Fondasi Indonesia Emas 2045

Saat itu, terdakwa Gunawan mendatangi saksi korban Kok An Harun dan mengajak untuk melakukan kerjasama dalam pengurusan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 35 atas tanah milik terdakwa seluas lebih kurang 4.115 M2, yang terletak di D. Swalentara III Medan Barat Kelurahan Pulau Brayan yang telah berakhir haknya tanggal 23 September 1980.

“Saat itu terdakwa menjanjikan kepada saksi keuntungan lebih kurang Rp 6 miliar, yang mana 30% dari keuntungan dan kerjasama tersebut dituangan dalam perjanjiank erjasama di depan Notaris,” kata Jaksa.

Atas janji dan bujukan terdakwa tersebut, kata Jaksa akhirnya saksi korban Kok An Harun yakin dan percaya hingga menandatangani perjanjian kerjasama di Kantor Notaris Yulkartini Farma, tanggal 06 Mei 2019.

Lalu saksi korban bersedia memberikan uang pengurusan HGB total senilai Rp 1.475.000.000, yang diberikan secara bertahap kepada terdakwa baik melalui transfer yaitu pada tanggal 27 Juni 2019 setoran uang sebesar Rp 300 juta dari Bank BCA kepada terdakwa, tanggal 27 Mei 2019 setoran uang sebesar Rp 100 juta dari Bank CIMB Niaga kepada terdakwa, lalu tanggal 31 Mei 2019 sebesar Rp 100 juta diikuti sejumlah transferan lainnya.

Baca Juga :  Rayakan Mayday Bersama Ribuan Buruh, Wali Kota Medan : Buruh Jadi Bagian Terpenting Dalam Pembangunan

“Namun hingga bulan Agustus 2019 terdakwa tidak ada melakukan pengurusan HGB nomor 35. Dan berdasarkan register buku tanah di kantor BPN Kota Medan HGB nomor 35 belum berpindah haknya dan masih atas nama N. Maatschappij Tot Exploitatie Van Vasti Gheden Der Erven Tjong A Fie,” kata Jaksa.

Selain itu, berdasarkan pengecekan komputerisasi kantor Pertanahan Kota Medan, kata Jaksa tidak pernah ada permohonan perpanjangan ataupun pembaharuan terhadap HGB Nomor 35 yang diajukan terdakwa, yang mana diketahui sertifikat HGB Nomor 35 yang asli, masih berada di Bank Mandiri karena telah diagunkan.

“Terdakwa menyadari dan mengetahui persyaratan permohonan perpanjangan HGB harus melampirkan sertifikat asli dan apabila asilnya masih berada dalam suatu agunan atau diagunkan maka harus ada surat persetujuan dari tempat HGB tersebut diagunkan,” beber Jaksa.

Bahwa saksi korban merasa dirugikan atas perbuatan terdakwa yang tidak melakukan Pengurusan HGB nomor 35 dan saksi korban meminta pengembalian seluruh uang sebesarRp. 1.475.000.000, yang telah diterima terdakwa.

Namun, terdakwa hanya mengembalikan total sebesar Rp 300 juta, dan atas kerugian tersebut kemudian saksi korban Kok An Harun melaporkan perbuatan terdakwa ke Polda Sumut untuk proses hukum lebih lanjut.

“Perbuatan terdakwa Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 KUHP,” pungkas Jaksa.( FS/sb)

-->