Seminar KAUM Sesion III, Densus 88: Kejahatan Terorisme Tak Ada Kaitan Dengan Islam

sentralberita|Medan ~Kepala Satgas Wilayah Bengkulu Densus 88 Anti Teror Polri, Dr Imam Subandi SS SH MH mengungkapkan pada dasarnya setiap kejahatan bertujuan untuk keberlangsungan hidup,namun orang-orang yang melakukan tindakan kejahatan terorisme bertujuan untuk mati.

“Kalau orang sudah melakukan terorisme tidak ada pilihan lain selain semangat ingin mati, karena mati itu ada upahnya yaitu mati sebagai syuhada, jihad. Itu yang dipahami (teroris). Kalaupun mati, ya gak papa,” kata Imam Subandi di acara seminar nasional yang digelar Korps Advokat Alumni UMSU (KAUM) bertajuk “Terorisme, Manfaat Hukum atau…?” di Hotel Madani Medan, Sabtu (2/10).

Menurut Subandi, terorisme itu menjadi dianggap kejahatan extraordinary, namun berdasarkan pandangannya, pendekatan hukum biasa juga berjalan dalam penanganan terorisme.

“Teroris itu hanyalah serious crime saja. Pada intinya semua kejahatan tujuannya adalah untuk hidup. Tapi teroris tujuannya memang mati,” tegasnya.

Sebab, kata dia, menurut pemahaman yang diyakini teroris tidak ada pilihan lain kecuali menegakkan Islam sesuai syariat, sesuai dengan kaffah bagi dirinya. Sehingga wajib membela yang diyakininya tersebut sampai mati.

Baca Juga :  Gerindra Sumut Bagi 1200 Paket Qurban, Penyembelihan 9 Ekor Lembu Ukuran Jumbo dan 3 Ekor Kambing

“Itu saya dapat berdasarkan hasil wawancara dan diskusi dengan para pelakunya. Ketika berhasil malah ada yang menyesal, kenapa saya tidak ditembak polisi saja. Tapi ada juga yang merasa beruntung karena menemukan jalan yang benar,” ungkapnya.

Disebutkannya, melihat terorisme sangat luas perspektifnya. Karena luasnya perspektif tersebut banyak orang yang tertipu, seperti menyamakan terorisme dengan Islam. “Padahal bukan, terorisme bukan Islam dan terorsime memang tidak punya agama,” tegasnya.

Tetapi, karena diksi-diksi atau framing yang dibangun seringkali dikonotasikan Islam adalah teroris dan polisi dianggap zolim terhadap umat Islam.

“Contoh ketika teroris ditangkap lalu kemudian, ada namanya tim pembela muslim (TPM), lalu kemudian seolah-olah bahwa yang ditangkap polisi adalah muslim, lalu kemudian ada TPM seolah membela muslim yang dizolimi oleh polisi. Itu makanya teman-teman polisi juga takut sekali, kadang yang mau menangkap Islam yang non muslim tidak berani, takut dipolitisir,” ujarnya.

Ketika sudah terjadi penangkapan kepada terduga teroris, bukanlah sembarangan. Biasanya sudah melewati proses panjang yang bisa memakan waktu setahun hingga tiga tahun.

Baca Juga :  Petugas Kloter 16 Siap Berkolaborasi Layani Jemaah Haji di Tanah Suci

“Sekarang ini kalau kita tangkap orang di musolla atau masjid kita tunggu dulu sampai pulang ke rumahnya, gak boleh ditangkap dulu
sampai dia ke luar dulu dari rumahnya,” jelasnya.

Namun, terkadang sulit menghindarkan penangkapan terduga teroris di depan anak dan istrinya. Sebab, ketika dibuntuti, intelijen melaporkan bahwa terduga teroris juga membawa senjata di dalam rumah. Sehingga penangkapan di depan keluarganya tak terhindarkan.

“Kalau harus di depan rumah, di depan anak istrinya itu adalah cara pilihan terkahir ketika cara lain tidak bisa lagi dilakukan,” ungkapnya.

Kepala Divisi Infokom KAUM Eka Putra Zakran SH MH mengatakan, pemilihan topik tentang teroris menjadi perhatian penting bagi KAUM setelah ditangkapnya 6 orang yang diduga teroris oleh Densus 88 di Sumut pada 17 Agustus 2021 yang lalu. Sebab menurutnya, isu teroris seperti musiman.

Dalam seminar itu, juga menghadirkan pembicara Prof DR Irfan Idris MA selaku Direktur Deradikalisasi BNPT RI, Ketua IKADIN Medan Dr Azwir Agus SH MHum, Akademisi Drs Shohibul Anshor Siregar, Dr Ansari Yamamah. (SB/FS).

-->