Karena Sudah Dikembalikan, Tidak Ada Kerugian Negara dalam Pembangunan Gedung Kuliah Terpadu UIN Sumut

sentralberita|Medan ~ Kerugian negara dalam kasus pembangunan gedung kuliah terpadu di Kampus II UIN Sumut yang mangkrak, seluruhnya telah dikembalikan ke kas negara. Sehingga dapat dikatakan, tidak ada kerugian negara dalam kasus yang menjerat Prof Saidurrahman (mantan Rektor/KPA), Syahruddin (PPK) dan Joni Siswoyo (Dirut PT MBA) sebagai tersangka.

Hal itu terungkap berdasar kesaksian dua saksi dari UIN Sumut yakni Dr Iwan Nasution dan Sangkot Azhar Rambe, yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumut yang dimotori Hendri Sipahutar dalam persidangan Tipikor yang digelar di PN Medan yang dipimpin Syafril Batubara selaku Hakim Ketua didampingi dua hakim anggota di ruang Cakra 4, Senin (20/9/2021) sore.

Dalam kesaksiannya di persidangan, Dr Iwan Nasution yang merupakan mantan staf protokoler Rektor UIN Sumut mengatakan, sekitar bulan September 2020, ia diminta Prof Saidurrahman untuk menyetorkan uang ke kas perbendaharaan negara melalui e-billing Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan RI via Bank Sumut sebesar 3 miliar.

Di bulan yang sama, Sangkot Azhar Rambe di persidangan itu juga mengaku diminta Prof Saidurrahman untuk menyetorkan uang sebesar Rp7,3 miliar ke kas perbendaharaan negara. Sehingga total 10,3 miliar telah disetorkan ke kas negara sebagai pengganti kerugian negara karena tidak selesainya pembangunan gedung kuliah terpadu UIN Sumut yang kini disidangkan.

Saat ditanya hakim dan jaksa kenapa Prof Saidurrahman mengembalikan dana itu ke kas negara apakah karena ia menikmati dana itu sebelumnya, Dr Iwan Nasution mengatakan tidak. Dana itu dikembalikan Prof Saidurrahman karena untuk menjaga marwah lembaga UIN Sumut.

Sementara saat ditanya dari mana sumber dana Prof Saidurrahman mengembalikan dana itu, Iwan dan Sangkot mengatakan tidak tahu. Keduanya mengaku hanya tahu dana itu dari Prof Said, dan keduanya diminta bertanya kepada Bendahara Pengeluaran UIN Sumut, Moncot Harahap untuk kode e-billing Dirjen Anggaran Kementrian Keuangan RI.

Sebelumnya, berdasarkan dakwaan JPU bahwa dalam pembangunan gedung kuliah terpadu yang mangkrak itu, negara dirugikan sebesar 10,3 miliar berdasarkan hasil audit independen yang dilakukan oleh Institut Teknologi 11 Maret Surabaya serta audit dari BPKB Sumut.

Sebab menurut jaksa, dari audit kedua institusi itu, pengerjaan gedung dinyatakan masih berkisar 81%, bukan 91,07% sebagaimana progres yang direkomendasikan oleh Konsultan Manajemen Kontruksi (KMK) dari PT Kanta Karya Utama. Kerugian Rp10,3 miliar itu menurut jaksa dari sisa pengerjaan 19% dari nilai proyek Rp44 miliar lebih.

Baca Juga :  Puncak Acara Pemilihan Pelajar Pancasila Sumut Berlangsung Meriah

Tetapi, dalam persidangan sebelumnya, dari keterangan sejumlah saksi dan terdakwa, progres pengerjaan bangunan itu berdasar rekomendasi konsultan PT Kanta Karya Utama telah mencapai 91,07%. Dan untuk sisa pengerjaan 8,93% lagi, kontraktor telah memberi uang jaminan penyelesaian proyek sebesar Rp4,016 miliar di Bank Jabar, sehingga surat perintah bayar (SPM) termin ke 5 dan pelunasan 100% ke kontraktor dikeluarkan oleh Tohar Bayoangin selaku Pejabat Pembuat SPM pada akhir Desember 2018, sebab sudah memasuki akhir tahun anggaran.

Dana 2 Miliar

Terkait dana Rp2 miliar yang dalam dakwaan jaksa sebagai suap kepada Prof Saidurrahman oleh Dirut PT MBP Joni Siswoyo, menjawab pertanyaan hakim dan jaksa, Dr Iwan Nasution mengatakan bahwa dana itu adalah pinjaman dan telah dikembalikan kepada Joni melalui Marhan selaku Direktur PT MBP.

“Sudah dikembalikan Prof Saidurrahman pak hakim. Saya yang diminta mengantarkan uangnya ke Marhan. Di kwitansi itu hutang piutang. Dana itu dipinjam rencananya untuk membeli lahan Ruko di dekat gerbang kampus Tuntungan. Tapi karena surat-suratnya tumpang tindih lahan itu tidak jadi dibeli dan uang yang dipinjam dikembalikan dan ada bukti pengembaliannya,” kata Iwan.

Kesaksian Iwan ini sejalan dengan kesaksian Marhan dan sejumlah saksi lainnya bahwa dana 2 miliar itu bukan suap melainkan pinjaman dan telah dikembalikan.

PPK Tak Terkait

Saat pengacara Syahruddin (PPK) yakni Kamaluddin Pane dan Ranto Sibarani mempertanyakan kepada saksi Iwan Nasution dan Sangkot Azhar apakah ada keterlibatan dan kaitannya PPK dalam peminjaman uang 2 miliar serta pengembaliannya, juga terkait pengembalian uang Rp10,3 miliar ke kas negara, kedua saksi mengatakan tidak terkait.

“PPK tak terkait dalam peminjaman uang Rp2 miliar dan pengembaliannya, juga dalam pengembalian uang Rp3 miliar dan Rp7,3 miliar PPK tak terkait,” ujar Iwan dan Sangkot.

Saat kembali ditanyakan Ranto Sibarani apakah uang pengembalian itu ada yang bersumber dari Syahruddin selaku PPK, keduanya juga mengatakan tidak ada.

Usai persidangan, penasehat hukum Syahruddin, Kamaluddin Pane kepada wartawan mengatakan berdasarkan fakta persidangan, klein nya sama sekali tidak terlibat dalam penerimaan dana ataupun pengembalian dana apapun dalam kasus ini.

“Sebagai PPK, ia hanya menandatangani hasil laporan progres pekerjaan. Dan itupun karena konsultan yang ditunjuk melalui tender dalam proyek ini telah menandatangani terlebih dahulu,” ujarnya.

Baca Juga :  Pemprov Sumut Dorong PADU Tingkatkan Kualitas Pendidikan Sumut

Sehingga, lanjutnya, sangat sulit bagi pihaknya untuk menerima adanya keterlibatan atau turut serta dalam dugaan Tipikor memperkaya diri sendiri atau orang lain dalam.kasus ini.

Kelebihan Pengembalian

Kuasa hukum Prof Saidurrahman, Sofwan Tambunan kepada media ini usai persidangan mengatakan, tidak ada kerugian negara dalam kasus ini karena seluruhnya telah dikembalikan.

Menurutnya, dalam dakwaan jaksa ada kerugian negara sebesar Rp10,3 miliar berdasar audit ITMS dan BPKP Sumut, dan itu seluruhnya telah dikembalikan. Bahkan, jikapun mengacu pada dakwaan jaksa itu negara malah diuntungkan karena ada kelebihan pengembalian.

Dikatakannya, sebelumnya dana jaminan kontraktor sebesar Rp4,016 miliar di Bank Jabar telah dicairkan perbendaharaan negara karena gedung tidak selesai. Selain itu, ada dana retensi sebesar 5% dari nilai proyek yang masih tertahan di kas negara karena untuk dana pemeliharaan.

“Jadi bila mengacu pada dakwaan jaksa, sebenarnya malah ada kelebihan pengembalian hampir Rp6 miliar,” ujarnya.

Tetapi, lanjutnya, pihak UIN Sumut melakukan pembayaran ke kontraktor karena progres yang direkomendasikan konsultan yang sudah 91,07% dan ada uang jaminan di Bank Jabar. “Dan klien kami sama sekali tidak terlibat dalam pembayaran itu, karena sudah ada panitia yang dibentuk dan pengawasnya,” ujarnya.

Sementara, Dr Iwan Nasution dan Sangkot Rambe saat ditanya usai persidangan mengatakan, selain untuk menjaga marwah UIN Sumut, Prof Saidurrahman mengembalikan dana Rp10,3 miliar itu karena telah ada perjanjian dengan Dirut PT MBP ia akan mengganti uang itu.

“Bukan karena Pak Said yang menikmati dana Rp10,3 miliar itu sehingga beliau mengembalikan. Itu karena untuk menjaga marwah lembaga UIN Sumut Pak Said mendahulukan pengembalian dana Rp10,3 miliar itu ke kas negara. Kontraktor berjanji akan mengembalikan dana itu dan ada surat perjanjiannya,” kata Iwan.

Sebab sepengetahuannya, imbuh Iwan, dalam laporan persetujuan progres pembangunan gedung maupun pembayaran ke kontraktor, Prof Saidurrahman sama sekali tidak pernah ikut terlibat dan menandatangani dokumen apapun.

“Sebagai rektor beliau adalah kuasa pengguna anggaran (KPA) untuk seluruh proyek dan pengadaan barang apapun yang ada di UIN Sumut. Tapi untuk seluruh proyek KPA mengangkat panitia dan merekalah yang menjalankan dan bertanggungjawab di lapangan,” ujar Iwan. (SB/01/has)

-->