Saksi Jong Mei Yen Tak Berkutik Dan Akhirnya Akui Tandatangani Akta No 8
sentralberita | Medan ~ Sidang lanjutan dugaan pemalsuan terdakwa David Putronegoro alias Lim Kwek Liong kembali di gelar di ruang Cakra 6 Pengadilan Negeri ( PN ) Medan,Kamis (16/9).
Sidang yang dipimpin majelis hakim Dominggus Silaban itu seyogianya menghadirkan dua saksi yakni Mimiyanti alias Jong Mei Yen dan Liong Gek Jam yang merupakan saudara terdakwa sendiri.
Namun tensi persidangan yang menguras kesabaran hakim selama 3 jam hanya mampu memeriksa satu saksi Mimiyanti alias Jong Mei Yen.
Seperti sidang sebelumnya yang menghadirkan Jong Nam Liong,sidang kali ini tidak jauh berbeda,karena saksi Jong Mei Yen mengaku banyak tidak tau,lupa dan begitu lama menjawab satu pertanyaan.
Bahkan diawal persidangan saksi Jong Mei Yen sudah langsung disental hakim karena dia menyebutkan dia diperiksa soal akta nomor 8 palsu.
” Jangan kamu pande-pandean ya bilang palsu,saya aja gak berani bilang palsu”,ujar hakim.
Bukan itu saja,hakim sempat membentak saksi Mimiyanti karena ketika ditanya soal harta yang dipsersokan tidak bisa dibagi atau dijuual karena ada jangka waktu 30 tahun
Saksi mengaku tidak tau soal akte itu dan baru tahu setelah 2018,” Tidak pernah lihat dan baca,hanya tau dari Lim Jong Nam.
“Saya tidak tau soal akta nomor 8 itu,saya tau itu palsu”,sebut saksi lagi.
Mendengar jawaban saksi tak ayal membuat hakim naik darah.” Darimana kamu tau itu palsu jangan asal ngomong kamu,susah kali kamu ini,banyak gak tau,tapi soal duit tau kamu”,bentak hakim.
Hakim yang secara bergantian mencecar saksi akhirnya mengaku,kalau ia menandatangani kertas yang kemudian diketahui adalah kesepakatan bersama dalam akta nomor 8.
” Tadi kamu bilang kertas sekarang kamu bilang ada tandatangan yang lain,susah kali kamu ini sekolah lagi lah kamu”,ucap hakim dengan suara tinggi.
Bahkan hakim anggota Martua Sagala juga terpancing emosinya tatkala menanyakan soal akta nomor 8,karena saksi Jong Mei Yen lagi – lagi tidak mengakui.
“Aduh nampak kali kamu sudah didoktrin agar mengakui menandatangani kertas kosong,siapa sih yang mendoktrin kamu”,bentak Martua.
Akhirnya Jong Mei Yen mengaku meneken akta no 8 setelah didatangi terdakwa di rumahnya,namun ia lupa tanggalnya namun setelah bapaknya meninggal di Singapura.
Ketika terus dicecar,saksi akhirnya mengakui menandatangani dan mendapat bagian 12 persen.”Kalau ditanya soal duit cepat kali kamu.
Asal kamu tau 12 persen itu kelebihan seharusnya Juliana,Dewi dan Wina yg harus lebih banyak,bukan kamu,karena kamu bukan anak sah,yang anak sah aja tak ribut.
Dihadapan hakim,saksi juga mengakui sesuai akte nomor 8,ada 6 orang yang mendapat jatah 12 persen dari hasil penjualan rumah senilai Rp100 miliar di Singapura.
” Jadi kalau dihitung kamu 6 orang ini dapat 12 persen masing – masing,ini baru 76 persen,gimana ini?tanya hakim,saksi hanya terdiam.
Hakim anggota Dahlia Panjaitan juga mencecar saksi,tentang apa dasar hukum atau acuan sehingga saksi mendapat jatah 12 persen
“Kamu bilang tadi dapat 12 persen dalam bentuk deposito yang transfer oleh terdakwa dan dividen,apa yang menjadi dasar hukum kamu atau acuan kamu menetapkan angka itu,sedangkan terdakwa ini tidak dapat sama sekali”? .Saksi Jong Mei Yen pun terdiam.Namun kembali dijelaskan terdakwa dapat dari harta yang lain.
Dalam persidangan tersebut juga saksi tak lagi berkutik ketika bukti pembagian dividen perusahaan Vigor yang diterimanya, dan saksi mendapatkan dua unit ruko.
Tiba – tiba JPU intervensi keberatan dengan pertanyaan hakim yang mengurai soal harta warisan.
Namun setelah hakim memberi pengertian tentang kewenangannya sesuai yang tertuang dalam tatacara persidangan sesuai pasal 165 KUHAP,situasi kembali tenang.
Merasa terpojok dengan pengakuan saksi,atas pertanyaan hakim,JPU Chandra Naibaho didampingi Kasipidum Richard Sihombing yang ikut turun tangan mencoba mengalihkan pertanyaan soal sebuah brankas biru yang ada di rumah orang tua saksi di Jalan Juanda nomor 30 Medan.
“ya benar sewaktu bapak masih hidup saya yang megang kunci brankas itu,saya yang dipercaya bapak ujar saksi.
Ditanya JPU,apakah setelah Bapak meninggal saudara saksi masih memegang kunci brangkas tersebut?” Tidak lagi saya serahkan ke David ( terdakwa).
Melihat serangan baru JPU,kuasa hukum terdakwa Oloan Tua Partempuan juga mencecar saksi Jong Mei Yen soal 21 sertifikat termasuk didalamnya akta nomor 8.
Apakah saudara saksi pernah dua kali membuat laporan di Poldasu,terkait 21 sertifikat ini? Apa hasil gelar perkaranya?
Saksi dengan gaya diamnya pura – pura bingung dan malah mengatakan ia membuat laporan ke Polrestabes bukan ke Poldasu.
Mendengar itu Oloan dengan sigap memotong dan mengatakan dalam perkara ini yang menjadi pelapor adalah Jong Nam Liong bukan Jong Mei Yen.
Sambil berdiri,Oloan menunjukkan ke meja hakim soal laporan saksi di Poldasu yang akhirnya di terbitkan Surat Penghentian Penyidikan perkara ( SP3 ) oleh penyidik.
Diakhir sidang situasi kembali memanas terkait 21 sertifikat yang dipegang oleh terdakwa.
“Iya setelah dana hibah dibagi kemudian 21 sertifikat itu ditandatangani bersama dihadapan notaris Fujiyanto.
Saksi juga mengakui menyerahkan sertifikat ke terdakwa untuk dibaliknamakan dan disimpan
Hal itu sesuai isi kesepakatan akte no 8 pasal 4 yang berbunyi saksi Miniyanti alias Jong Mei Yen menyerahkan 21 sertifikat untuk menunjuk terdakwa untuk menyimpan asli setelah dibaliknamakan.( FS/sb)