PTPN 3 Pamela Tidak Pernah Beri Kompensasi Sejak Warga Membuka Lahan 1953
sentralberita | Rampah ~ Sidang Saksi di PN Sei Rampah terhadap pembebasan lahan di Jalur Tol antar warga (penggugar Edy Syahputra, dkk) dengan tergugat (Kementerian PUPR , PT Waskita, BPN Sumut, dan Hutama Marga Waskita), terungkap bahwa di tanah itu telah terjadi jual beli tanah dari warga ke warga tanpa intervensi PTPN 3 Kebun Pamela.
Sejak tahun 1953 warga membuka lahan PTPN 3 Pamela tidak Pernah memberikan kompensasi.
Kartu tanda Pendudukan Pendaftaran Tanah yang dimiliki warga yang menjadi alas hak untuk jual beli tidak pernah dikompensasi oleh PT Perkebunan Nusantara IV Bandar Jambu atau pun PT Perkebunan Nusantara III Kebun Pamela, demikian saksi Abdul Rahman Harahap (64), warga Dusun, 2 Naga Kesiangan, Kecamatan Tebing TInggi, Kabupaten Serdang Befdagai sebagai saksi yang dihadirkan Kuasa Penggugat di PN Sei Rampah, Kamis (5/8/2021).
By
Sementara itu Kementerian PUPR dalam hal itu dihadiri kuasanya Ivan Pandiangan SH dan Favid Rajagukguk SH., mencecar saksi yang memastikan lokasi tanah yang menjadi administrasi Desa Gunung Pane, Bah Jambu, Naga Kesiangan atau Bah Sumbu.
Saksi juga dicecar dengan keterangan asal usul pembelian tanah yang dikuasai oleh para penggugat.
Meski Demikian Makmur Pospos (72) yang dihadirkan sebagai saksi oleh Kuasa Penggugat menerangkan bahwa lahan itu sudah dikuasai sejak tahun 1953, namun tahun 1968 pernah mau diambil karyawan Perkebunan, namun permasalahannya tidak berakhir, hingga tahun 1982 ladan itu juga dicoba diambil oleh perkebunan namun tidak jadi.
Hingga tahun 2020 PT Waskita mengganti rugi RP 9 juta untuk tanaman di luas 1 rante yang diambil guna kepentingan jalan tol.
Makmur POspos bahkan tidak dapat membedakan pembebasan tanah itu oleh Kementerian PUPR atau PT Waskita, ia juga tidak tahu kantor tempat ia meneken perihal pembebasan tanah yang menurutnya adalah di kantor PT Waskita di Kebun Pamela.
Rahman Harahap menguraikan bahwaa tanah miliknya yang akan dibebaskan guna jalan tol seluas 2 rante.
Dulunya lahan yang dikuasainya 64 rante itu adalah milik kakeknya, yang kemudian jatuh ke tangan ayahnya dan kemudian jatuh ke tangannya. Ia pernah menerima suratuntuk musyawarah pembebasan lahan di Kantor Desa Gunung Pamela, namun setelah ia ketahui bahwa yang digantirugi hanyalah tanaman ia pun keberatan dengan hal itu.
Ia mengaku masih tetap mengusahai tanah yang akan dipergunakan untuk jalan tol itu meskupun di sekitar lahannya sudah ada yang menerima ganti rugi. Ia mengaku belum pernah menerima kompensasi dari pihak perkebunan setelah tahun 1968 direncanakan akan diganti rugi oleh perkebunan (waktu itu PT PN IV Bandar Jambu).
Ia mengaku mengenal para tergugatyaitu Edy Syahputra, Maryoo, Boimin, Sahbana Br Purba, Doharuddin, Lim Huat, Supianto, mengusai lahan yang terkena jalan tol itu dengan membeli lahan, namun dari siapa dan berapa luasnya Abdul Rahman Harhap tidak mengetahuinya.
Sebagaimana diketahui, bahwa siding sengketa lahan tol ini mencuat ke permukaan sejak PT Waskita membangun jalur jalan tol Tebing Tinggi menuju Parapat 2020 hingga kini belum selesai pembangunanannya dan juga pembebasan lahannya.
Lahan tol yang berada di Desa Bah Sumbu diklaim warga adalah milik pertanian warga sejak 1953 namun Kementerian PUPR menolah memberikan ganti rugi tanah, melainkan hanya ganti rugi tanaman. Kementerian PUPR melalui Kuasa Hukumnya Faisal Wan mengatakan bahwa tanah ituberada di areal HGU PTPN 3 Perkebunan Pamela.
Sebab itu masyarakat hanya berhak atas ganti rugi tanaman dan bukan tanah. Seementara dalam hal ini, PT Perkebunan Pamela belum pernah mengklaim atau menggugat para warga sejak membuka areal pertanian tersebut, dan bahkan tidak pernah mengganggu tanaman di areal sekitar 500 ha tersebut yang sudah dikuasai oleh para petani (termasuk penggugat) sejak 1953.
Para penggugat pun tidak pula menjadikan PTPN 3 Perkebunan Pamela sebagai tergugat. (Red)