Membangun Tapsel Mengamalkan Qur’anul Karim Sebuah Kolaborasi Islam dan Budaya Angkola

Oleh : Suheri Harahap | sentralberita ~Menelusuri sejarah manusia pertama di Tapanuli Selatan sampai marga pertama sejak zaman Sriwijaya dan Majapahit, napak tilas kehadiran agama lewat Candi Bahal, candi Buddha Padang Bolak, Portibi Gunung Tua sekitar 1000 tahun yang lalu kira-kira tahun 1411, abad ke 11 masa Sriwijaya.

Kedatangan agama sejak masa penjajahan seperti pembangunan mesjid Sri Alam Dunia di Sipirok, mesjid Syekh Zainal Abidin Harahap di Desa Pudun, Gereja HKBP di Sipirok, GKPA di Parau Sorat, makam Djaromahot Nasution (Tokoh kerukunan di Tanah Batak) serta Taman Makam Pahlawan di Sipirok adalah bukti sejarah kuatnya kerukunan dan keserasian sosial antaragama dan etnis di Tapsel.

Akar budaya historis marga ini si Tapsel kurang mendapat tempat pasca Soeharto (sentralisasi) sampai era otonomi daerah, saat kita mulai era desentralisasi, seakan pembangunan masyarakat adat menjadi ancaman padahal elemen pembangunan ada pemerintah, pengusaha, masyarakat. Kami belum melihat penguatan dan pelestarian kerajaan marga Luat, simbol Bagas Godang sebagai pusat pemerintahan adat dulu tertulis dalam sejarah Tapsel seakan tak ada, perlu kita pugar renovasi sebagai bukti sejarah pusat peradaban manusia Tapsel, destinasi wisata budaya.

Era penjajahan Belanda kita sudah ada Afdeling Padangsidimpuan bekerjasama dengan kerajaan adat marga-marga di Luat Tapanuli Bagian Selatan. Afdeling dipimpin seorang Residen dengan pusat pemerintahan membawahi tiga distrik dipimpin tiga Onder Afdeling masing-masing dipimpin Controlleur seterusnya membawahi Onder Distrik dipimpin oleh Asisten Demang berpusat di Padangsidimpuan.

Angkola di Tapanuli Selatan dulu sebelum kemerdekaan ada tiga distrik masing-masing Angkola dengan pusat Padangsidimpuan, Batang Toru, distrik Sipirok Order Distrik ini membawahi pula Luhat/Kuria yang dipimpin Kepala Kuria. Ketiga Order Afdeling ini sama kedudukannya dengan Kabupaten yang dipimpin oleh Bupati. Pemulihan kekuatan tahun 1949 seluruhnya digabung menjadi satu kabupaten dengan pusat pemerintahan di Padangsidimpuan.

Bagaimana dengan kondisi masyarakat adat saat ini? Tentu dari zaman sistem pemerintahan Indonesia sejak merdeka zaman Soekarno. Zaman Orde Baru sampai reformasi sudah terjadi eksploitasi tanah ulayat, sekarang kita bicara. Berbagai masalah didalamnya perlu kajian dan musyawarah bersama agar era Jokowi dapat memberi harapan baru terutama program tanaman pangan.

Baca Juga :  Dari Peringatan ke Aksi Nyata: Menuntut Keberpihakan pada Kesejahteraan di Momen Hari Buruh Internasional 1 Mei 2025

Tentu kita juga akan mengajak masyarakat untuk meminta haknya atas dampak lingkungan dan pemanfaatan lahan atas hadirnya investasi tambang emas, PLTA dan perkebunan maupun pemilik lahan ratusan dan ribuan hektare HPH dan HGU.

Dulu sebelum ada Tapsel, wilayah etnik Angkola mendiami sekitar 9000 tahun sebelum masehi terbukti dengan kerajaan-kerajaan seperti Sabungan Julu (di kaki Lubuk Raya), Batunadua, Sipirok/Parau Sorat, Siala Gundi, Muara Tais, Hutaimbaru, Losung Batu, Batang Toru, Sabungan, Pargarutan yang mayoritas bermarga Harahap dan Siregar, dibuktikan dengan adanya Bagas Godang makam para Raja Adat. Mudah-mudahan ada kesadaran baru kaum muda untuk bangga dengan marga daerah entitas etnik dan berbuat lewat program Marsipature Hutana Be.

Bukan memanfaatkan identitas, organisasi marga untuk dijual, menjual tanah-tanah adat, bernegosiasi tapi memberi tanah ke masyarakat dua hektare tanah kosong dikelola untuk usaha tanaman pangan.

Menuju Serambi Mekkah Tapsel

Lalu apa itu Serambi Mekkah Tapsel? Mari kita melirik Serambi Mekkah Aceh dulu untuk potret pembangunan daerah, dimana para ulama berjuang dan meletakkan fondasi kehidupan sosial dan kebijakan pemerintahan. Ada nilai perjuangan menjadikan gerakan Islam sebagai bingkai pergerakan politik dan budaya termasuk tata kelola pemerintahan.

Jika mengamalkan Al-Qur’anul Karim, sumber ideologi dan nilai Islam pada masyarakat mayoritas Muslim, ada paradigma manusia yang hidup, tinggal di wilayah Tapsel mayoritas Muslim bersama kekuatan kebudayaan yang lebih dahulu kerajaan-kerajaan adat, dengan kedatangan Islam ke Tapsel dibawah dari Sumatera Barat saat perang Padri, Imam Bonjol terus terjadi islamisasi budaya dengan kehadiran Ormas Islam.

Beberapa organisasi ini seperti Muhammadiyah, NU, Al Washliyah, Thareqat Naqsabandiyah, munculnya pesantren. Konsepsi Dalihan Na Tolu, sebagai perekat persatuan, yang lahir dari akar sejarah Tapsel dengan semboyan hombar do adat dohot agama). Dari dulu terjadi ‘pertengkaran ideologis’ yang bersifat sentimen mazhab, perbedaan antar agama dan budaya. Tapsel lebih menonjol adat daripada agama.

Baca Juga :  Upaya Gagalkan Calon Perseorangan di Tapsel ‘Membunuh’ Demokrasi

Perubahan sosial terus terjadi sehingga saat ini muncul sentimen penduduk lokal kepada pendatang akibat kecemburuan sosial, penegakan hukum yang lambat dan lain-lain. Mentalitas budaya kerja keras dan belajar keras sebagai doktrin budaya Angkola harusvkita isi, sebab persaingan tak bisa elakkan. Ketertinggalan penduduk asli, pemilik ulayat, pemilik marga untuk lebih maju dan bisa mengisi pembangunan. Perlu intervensi kekuasaan seperti Soekarno melihat kaum petani miskin (kaum Marhaen).

Maka saat ini ditengah wabah Covid, kami yakin ekonomi masyarakat harus bisa bertahan lewat program Pemerintahan Daerah, mengusahakan BUMD Martabe Tapsel, menggalakkan pertanian sebagai sumber kehidupan sejak zaman dulu. Lalu bagaimana agar pembangunan kita berhasil? Mari lihat lihat Aceh zaman dulu ketika ada Gunung Emas, sungai Emas, transaksi perdagangan internasional di Sabang lewat kepingan Emas sebelum adanya nilai tukar uang, ditemukannya mata uang.

Mereka sudah menyumbang Emas ke kerajaan Arab Saudi pembangunan Baitullah Mekkah zaman Utsmaniyah, Abdul Mutholib sebelum Suud seribu tahun yang lalu. Ada lagi potret kerajaan Islam di Brunai Darussalam Sultan Hassanal Bolqia, masyarakatnya mengamalkan Al Qur’anul Karim negaranya kaya raya, rakyatnya sejahtera dan bahagia anti wabah.

Bagaimana rakyat Tapsel bisa sejahtera dan bahagia? Tanah tak punya 2 hektare, CSR dikelola BUMD belum tepat sasaran, masyarakat sekitar lingkar perusahaan, perkebunan masih ada orang miskin, rumah tak layak, pendidikan dan rumah ibadah sangat prihatin termasuk pesantren di sekitar tambang? Pekerja lokal susah mencari kerja dan modal UMKM?

Isu pemekaran belum memberi solusi, pilkada langsung, pilkades, dana desa masih perlu waktu tata kelola yang diisi pejabat yang berakhlaq, beriman, bersabar, bersyukur, ikhlas dan kasih sayang. Kita mulai gerakan sedekah, hibah tanah untuk mesjid, sekolah, pesantren, puskesmas, pusdu, TPQ, MDTA, PAUD, SD Swasta SMP, MTSN, SMA, SMK bahkan perguruan tinggi baik negeri dan swasta untuk peningkatan sumber daya manusia kita.

Bismillah kita mulai usaha UMKM Martabe Tapsel dengan nilai Islam dan budaya Angkola..Wassalam, Horas.(SB/01)

-->