Warsito, Kades Halimbe Dihukum 5 Tahun Penjara Korupsi Dana Desa

sentralberita|Medan – Kepala Desa (Kades) Perkebunan Halimbe, Kecamatan Aek Natas, Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) Warsito ( 43) divonis 5 tahun penjara karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi pengelolaan dana desa tahun anggaran 2019.
“Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Warsito dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp200 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar digantikan dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” ujar majelis hakim yang diketuai Mian Munthe di ruang Cakra 4 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Senin 24 Mei 2021.
Selain itu, terdakwa Warsito juga harus membayar Uang Pengganti (UP) sebesar Rp561.077.598 dan jika tidak sanggup membayar maka digantikan dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan.
Majelis hakim menilai perbuatan terdakwa Warsito terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Yakni melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,” sebut hakim Mian Munthe
Dalam nota putusan hakim dalam persidangan yang digelar secara virtual tersebut, Warsito terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebesar Rp561.077.598 sebagaimana didakwakan sebelumnya.
Hal yang memberatkan terdakwa Warsito karena tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.
Sedangkan hal yang meringankan, karena terdakwa bersikap sopan selama di persidangan, mengakui perbuatannya dan belum pernah dihukum.
Menanggapi putusan majelis hakim, terdakwa Warsito maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sepstian Tarigan menyatakan pikir-pikir apakah mengajukan banding atau terima.
Putusan majelis hakim sama (conform) dengan tuntutan JPU Sepstian Tarigan yang sebelumnya menuntut terdakwa Warsito dengan pidana penjara selama 5 tahun.
Mengutip dakwaan JPU Sepstian Tarigan SH mengatakan saat itu total APBDes Desa Perkebunan Halimbe Kec Aek Natas TA 2019 sebesar Rp1.758.231.124.
Kemudian sekira bulan Mei hingga Desember
2019 terdakwa menghubungi saksi Dedi Armaya selaku Kaur Keuangan Desa Perkebunan Halimbe.
Terdakwa menghubungi Dedi bermaksud untuk melakukan pencairan APBDes yang telah masuk melalui transfer dana dari Badan Pengelolaan Kuangan dan Aset Daerah Kab Labura melalui rekening kas Desa Perkebunan Halimbe yang ada di Bank Sumut.
Selanjutnya, terdakwa bersama-sama dengan saksi Dedi Armaya melakukan pencairan APBDes TA 2019 Desa Perkebunan Halimbe yang telah masuk ke rekening desa.
Keduanya lalu menandatangani slip penarikan dan membubuhkan stempel desa di slip penarikan dengan rincian penarikan APBDes Desa Perkebunan Halimbe TA 2019 senilai Rp1.679.614.350
Setelah terdakwa melakukan pencairan dana bersama dengan Kaur Keuangan Desa, kemudian terdakwa menggunakan dan mengelola sendiri anggaran yang telah dicairkan tersebut tanpa melibatkan perangkat desa lainnya.
Kemudian, Dedi Armaya diminta oleh terdakwa untuk menandatangani Surat Pertanggungjawaban APBDes Perkebunan Halimbe Kec Aek Natas Kab Labura Tahun Anggaran 2019.
Membelanjakan Dana dari jumlah total penarikan sebesar Rp1.679.614.350 dan terdakwa telah membelanjakan dana mulai periode Mei 2019 sampai Desember 2019 sebesar Rp1.138.708.850.
Namun, berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor pada Inspektorat Kab Labura berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan dalam rangka Perhitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi APBDes Perkebunan Halimbe Kecamatan Aek Natas Tahun Anggaran 2019 Nomor : 700/764/INSP.IW.III/VIII/2020 tanggal 25 Agustus 2020 bahwa terdakwa sampai 31 Desember 2019, terdakwa belum menyetorkan dana sebesar Rp561.077.598.
Kemudian saldo tunai Rp540.905.500 yang seharusnya sudah disetor ke rekening kas desa pada tanggal 31 Desember 2019 masih belum dikembalikan oleh terdakwa yang merupakan sisa uang belanja yang belum disetor oleh bendahara desa.
Sehingga, hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 1 ayat (19) yang menyatakan rekening kas desa adalah rekening tempat menyimpan uang Pemerintah Desa yang menampung seluruh penerimaan Desa dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran desa pada bank yang ditetapkan.
Hal tersebut juga tidak sesuai dengan Peraturan Bupati Labura No 20 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengelolaan dan Keuangan Desa Pasal 33.
Disebutkan, Bendahara Desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (SB/FS)