Aturan Pemerintah Bolehkan Pengusaha Bayar Pesangon Buruh 50 Persen Dikecam
sentralberita | Jakarta ~ Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) mengecam pemerintah yang memperbolehkan pengusaha membayar pesangon hanya 50% atau separuh dari yang semestinya.
Pesangon bagi pekerja/buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.
“Yang pertama ketika ujungnya dalam hal ini Undang-undang Cipta Kerja, itu dalam tanda kutip sudah merugikan, artinya PP itu tidak mungkin lebih dari pada undang-undang. Itu kan pakem daripada konstitusi. Pastinya PP itu dipastikan itu akan juga sama dengan atau paling tidak malah merugikan para pekerja atau buruh yang ada di dalamnya,” kata Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat, Selasa (23/2/2021).
Dia menjelaskan tanpa ada payung hukum pun, para pengusaha sudah mencari celah agar bisa membayar pesangon seminim mungkin.
“Tapi ini semakin memperkuat bahwasanya kedudukan dari para pekerja atau buruh itu semakin dimiskinkan oleh keberadaan Undang-undang Cipta Kerja yang tentu ditambah lagi penderitaannya diperkuat dengan PP tersebut,” ujarnya.
Pada PP tersebut dijelaskan beberapa hal yang membuat pengusaha boleh menyunat pesangon menjadi hanya 50%. Pertama, karena terjadi pengambilalihan perusahaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan syarat kerja dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja.
Kedua, PHK karena alasan perusahaan melakukan efisiensi yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian. Ketiga, PHK karena alasan perusahaan tutup yang disebabkan mengalami kerugian secara terus menerus selama dua tahun, atau mengalami kerugian tidak secara terus menerus selama 2 tahun.
Keempat, PHK karena alasan perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure). Kelima, PHK karena alasan perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian. Keenam, PHK karena alasan perusahaan pailit.
Ketujuh, PHK karena alasan pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. (dtf)