Investor Siapkan Portofolio Investasi Tahun 2021

Kepala Kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumatera Utara Muhammad Pintor Nasution Kamis (24/12).

sentralberita|Medan~Akhir tahun tinggal hitungan jari, para investor di Pasar Modal Indonesia tentunya merasakan tantangan yang luar biasa di tahun 2020 dan kini mulai mempersiapkan portofolio investasi tahun 2021.

Kepala Kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumatera Utara Muhammad Pintor Nasution Kamis (24/12) mengatakan banyak yang hasil investasinya tidak sesuai dengan target di awal tahun. Meskipun tentu ada juga yang tetap mendapatkan peluang-peluang di tengah situasi Pandemi Covid-19 yang penuh perjuangan.

“Baik para investor lama maupun pemula, saatnya mempersiapkan alokasi portofolio investasi di tahun 2021,” katanya.

Apa yang perlu dicermati dalam menyusun portofolio? Pertama, cek kembali karakter investasi berdasarkan toleransi yang kita miliki. Ada tiga tipe investor, konservatif, moderat, dan agresif.

Jika anda konservatif, katanya, maka kurang lebih antara 50 – 70 persen ditempatkan pada instumen pendapatan tetap yakni surat utang, atau reksadana pendapatan tetap dan sisanya dibagi tiga, antara instrumen atau reksadana pasar uang, campuran dan saham.

“Jika anda seorang investor yang moderat, maka komposisinya menjadi berimbang, 50 persen pada instrumen pendapatan tetap atau reksadana pendapatan tetap, dan 50 persen pada instrumen saham atau reksadana saham,” ungkapnya.

Sedangkan jika anda seorang investor yang agresif, maka sebanyak 70 persen ditempatkan pada instrumen saham atau reksadana saham dan sisanya dibagi tiga antara reksadana pasar uang, pendapatan tetap dan campuran. Bagi investor pemula dengan karakter agresif, pilih saham-saham blue chip lebih dahulu, selagi harganya murah. Meskipun saham kapitalisasi menengah banyak yang murah, tapi blue chip menurut para analis saham dan perencana keuangan, akan lebih dahulu naik.

Baca Juga :  Pemko Medan Serahkan Bibit Pohon dan Sertifikat Penghargaan

Bagaimana cara mendeteksi tipe investor ini? Bisa dicari dari berbagai website perencana keuangan kuesioner yang menentukan karakter ini. Atau bisa diperoleh ketika menjadi nasabah di perusahaan investasi atau ketika menjadi nasabah reksadana.

Kedua, lakukan diversifikasi investasi. Artinya, setelah menetapkan persentase alokasi ke masing-masing jenis instrumen, jangan memilih satu saham atau satu surat utang. Makin banyak saham atau surat utang yang dibeli makin aman dari risiko.

Diversifikasi sering diumpamakan dengan istilah, “Jangan menyimpan telur di dalam satu keranjang”. Karena jika keranjangnya terjatuh, maka telur kita akan semuanya pecah.

Pilihlah beberapa keranjang atau beberapa saham atau beberapa surat utang, agar jika terjadi risiko pada satu saham atau satu surat utang, maka tidak semua uang investasi kita hilang.

Berapa idealnya? Sebetulnya makin banyak, makin ideal, namun tentunya disesuaikan dengan kemampuan tiap investor. Itu sebabnya, jika investor memiliki dana yang terbatas, bisa memilih membeli reksadana saham dan reksadana pendapatan tetap, karena setiap reksadana yang dikelola manajer investasi sudah melakukan diversifikasi.Portofolio reksadana berisi saham-saham atau instrumen surat utang dengan prinsip diversifikasi risiko,” ujarnya.

Ketiga, horizon investasi akan mempengaruhi hasil investasi di pasar modal. Semakin panjang jangka waktu berinvestasi, semakin kecil risiko investasi, dan semakin besar peluang menghasilkan return yang tinggi.

Baca Juga :  Dihadapan Walikota Medan, FPKS Pertanyakan Warga Gunakan Parkir Berlangganan Masih Dikutip Uang Parkir

Berapa batasan waktu panjang? Di atas lima tahun, dan 3-5 tahun untuk jangka menengah, sementara jangka pendek di bawah tiga tahun. Semakin pendek jangka waktu investasi, sebaiknya memilih instrumen pendapatan tetap.

Keempat, pelajari kinerja fundamental setiap saham dan obligasi yang akan dibeli. Meski harga saham sedang rendah, jika riwayat kinerja keuangan sebelum masa krisis baik, maka potensi perusahaan untuk kembali membaik akan besar.

Mempelari kinerja bisa melalui website masing-masing perusahaan, atau dengan membaca analisa keuangan yang dimiliki setiap perusahaan sekuritas. Lihat nilai buku saham perusahaan yang ada di laporan keuangan, dan bandingkan dengan harga saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Jika harga saham di bawah nilai buku per saham, maka potensi untuk naik besar, karena harga sahamnya berarti masih murah dan akan naik menyamai nilai buku saham.

Investor juga perlu untuk mengamati sektor usaha dari perusahaan yang saham atau obligasinya hendak dibeli. Dengan mempelajari karakter sektor usaha tersebut, investor akan bisa memprediksi perkembangan perusahaan. Contoh, apa perusahaan yang akan terus eksis di masa krisis? Sektor makanan dan minuman misalnya.

Atau perusahaan jenis apa yang akan segera mendapatkan omzet besar seusai masa pandemi. Bisa jadi sektor pariwisata yang saat ini terpuruk, karena orang sudah merindukan bisa berwisata kembali. Kita bisa menganalisa sendiri jika memiliki kemampuan, atau bertanya dengan analis yang berkompeten.(SB/Wie)

-->