Bolehkah ASN Di Ormas? Ini Penjelasan Walikota DPD LSM Lira Tebingtinggi…

sentralberita | Tebingtinggi ~Aparatur Sipil Negara (ASN) boleh saja sebagai aktivis di Lembaga Organisasi Masyarakat (Ormas) selama Ormas itu tidak terlarang dan bukan merupakan sayap salahsatu partai politik.
Demikian diungkapkan Walikota DPD LSM Lira Kota Tebingtinggi, Ratama Saragih pada pertemuannya dengan sesama aktivis lsm yang juga ASN dalam membahas seputar posisi seorang ASN jika menjadi anggota dari sebuah ormas di bilangan Jalan Pahlawan Kota Tebingtinggi, Selasa (22/12/2020).
Menurut Ratama Saragih, Aparatur Sipil Negara ( ASN) tidak dilarang ikut dalam Organisasi Masyarakat (ORMAS) yang bukan Partai Politik dan atau organisasi terlarang serta organisasi internasional sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2 huruf (f) Undang- Undang nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
Adapun Pasal 4 ayat (1) sampai dengan ayat (15) Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 2010 sangat terang benderang unsur larangan bagi ASN. Namun menurut Marada larangan tersebut secara garis besar yang dimaksudkan adalah ormas terlarang, partai politik dan organisasi internasional.
” Bahwa pada dasarnya ASN tidak dilarang dalam hal menjadi pengurus yayasan, lembaga sosial, lembaga kemasyarakatan,” cetusnya.
” Dalam pasal 2 huruf (f) Undang -undang nomor 5 tahun 2014 tentang Apartur Sipil Negara jelas ditekankan bahwa penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan pada asas netralitas, bahkan dalam Undang- undang nomor 43 tahun 1999 tentang perubahan undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian sangat jelas diamanatkan adalah ASN tak boleh bermain-main dalam organisasi politik dan hal ini di perkuat lagi di Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 2004 tentang larangan pegawai negeri sipil menjadi anggota partai politik,” ungkapnya.
” Tapi, bila kemudian pihak penguasa setempat ada menyatakan keharusan agar ASN harus meminta izin kepada pejabat atasannya jika ikut dalam suatu organisasi masyarakat (ormas), maka inilah yang disebut kekhawatiran yang berlebihan sehingga muncul sifat raja-raja kecil di era otonomisasi daerah,”ujar Marada.
” Berbeda dengan ASN yang harus meminta izin tertulis dari atasannya jika ianya ingin terlibat langsung sebagai Direksi perusahaan yang nota bene harus memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). ASN tersebut bisa mengajukan persyaratan pendirian seperti pendirian PT, Koperasi, Perusahaan Perseketuan maupun Perusahaan Perseorangan agar seorang ASN yang menjadi Direksi suatu perusahaan tidak berbenturan terkait Administrasi Badan Hukum Perusahaan di Kementerian Hukum dan HAM (Menkumham) sehingga mengharuskanya untuk mengantongi izin tertulis dari pejabat atasannya,” terangnya.
Walikota DPD LSM Lira, Ratama Saragih yang juga pengamat kebijakan publik dan responder BPK RI ini sangat prihatin melihat adanya pihak-pihak yang resah dan gusar ketika kewenangannya dalam melakukan pengelolaan anggaran diawasi dan dikritik oleh aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang notabene ASN.
Padahal, sosok seorang ASN punya kompetisi yang layak sebagai aktivis ormas untuk mengawasi, mengkritik penguasa, selama data dan informasi yang dimilikinya itu punya legalitas serta kredibel dan dapat mempertanggungjawabkan data dan sumber informasi yang dimilikinya.(SB/jontob)