Kasus Dugaan Pencabulan Anak Oleh Kepala Panti Asuhan di Medan Dinilai Janggal
sentralberita|Medan ~Sri Falmen Siregar SH, Penasehat Hukum (PH) terdakwa ENN, perkara dugaan pencabulan anak dibahwa umur yang saat ini sedang disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Medan, menegaskan bahwa banyak kejanggalan yang ditemukan dalam fakta persidangan.
Menurutnya, ada dugaan rekayasa kasus terhadap kliennya itu demi kepentingan tertentu. “Yang pertama, keterangan saksi-saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dihadapan persidangan tidak ada mengarahkan pada klien kami telah melakukan perbuatan hina itu.
Seluruh saksi yang didengar keterangannya itu adalah saksi fakta yang merupakan anak-anak panti yang tinggal bersama selama ini dengan korban,” terangnya kepada wartawan di Medan, Kamis (30/7/2020).
Yang kedua, adapun saksi yang dihadirkan jaksa saat ini berkisar 6 orang. Hanya ada 3 saksi yang memang sehari-harinya tinggal bersama korban. Selebihnya, saksi tersebut dari pihak luar dan hanya menceritakan peristiwa setelah korban lari dari panti asuhan milik terdakwa.
Selanjutnya, Falmen juga mengomentari soal hasil visum terhadap korban. Dalam visum yang dijadikan sebagai barang bukti dipersidangan, menyebut bahwa ada luka di jam 7 dan jam 1 areal vagian korban dan tidak sampai ke dasar.
Luka tersebut kontradiksi dengan surat dakwaan jaksa yang menyebut bahwa terdakwa telah mencabuli korban sejak usia 6 tahun hingga 14 tahun .
“Hasil visum, memang menyatakan ada luka di jam 7 dan jam 1 tidak sampai ke dasar, sedangkan si korban bilang dari usia 6 tahun sampai 14 tahun di perkosa setiap hari, logikanya jika setiap hari dan diusia seperti itu di perkosa maka luka dari vagina akan mengalami luka besar,” terangnya.
Menanggapi persidangan selama ini yang sempat menuai komentar beragam di media massa, Falmen pun menegaskan agar orang atau sekelompok orang tersbeut tidak memberikan komentar yang menyudutkan kliennya. Apalagi perkara tersebut saat ini sedang disidangkan di PN Medan.
“Majelis saja belum menjatuhkan vonis, ini malah ada komentar yang menurut kami, orang atau sekelompok orang tersebut tak punya kepentingan di perkara ini.
Komentarnya melebihi putusan majelis hakim. Indonesia menganut paham praduga tak bersalah. Janganlah menjatuhkan nama baik dna citra baik seseorang sebelum ada putusan pengadilan yang resmi,” tegasnya.(SB/FS )