Kejatisu Tidak Gegabah Tetapkan Saksi Belum Diperiksa Menjadi Tersangka

sentralberita|Medan~Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) memanggil Yoan Putra sebagai saksi Selaku petugas administrasi kredit ( ADK) pada kantor cabang BRI Kabanjahe melalui media cetak massa karena keberadaannya tidak lagi diketahui,pada 8 Juli 2920.

Pemanggilan yang ditujukan kepada Yoan Putra itu dalam mengusut tuntas kasus dugaan korupsi pencairan uang dari rekening pinjaman/kelonggaran

tarik untuk Kredit Modal Kerja (KMK) milik debitur/nasabah BRI Kantor Cabang Kabanjahe pada tahun 2017-2018, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: 01/N.2/Fd.1/02/2019 tanggal 28 Februari 2019.

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus), Agus Sahat Sampe Tua Lumbangaol melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum), Sumanggar Siagian menegaskan bahwa pemanggilan melalui media merupakan opsi terakhir yang dilakukan penyidik. Karena hingga saat ini, Yoan Putra tidak diketahui keberadaannya.

“Kita lakukan pemanggilan lewat media untuk dijadikan bukti. Karena dia (Yoan Putra) sudah kabur dan tidak berada di rumahnya lagi. Saksi ini calon kuat tersangka dalam kasus tersebut,” tegas Sumanggar kepada wartawan, Rabu (15/7) siang.

Penyidik Pidsus sendiri sudah melakukan pemanggilan melalui surat ke rumah Yaon Putra di Komplek Mencirim Asri Nomor B 32 Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.

Bahkan, ada lima kali dilakukan pemanggilan dengan rincian tahun 2019 sebanyak 3 kali dan tahun 2020 sebanyak 2 kali.

“Tapi Yoan Putra tidak pernah hadir sejak kasus ini diusut, meski statusnya masih saksi. Hal ini menandakan dia tidak koperatif,” cetus Sumanggar. Namun, penyidik sendiri tidak bisa semena-mena menetapkan seseorang sebagai tersangka.

Hal itu mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI Nomor: 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015.

Dalam putusan itu, seseorang ditetapkan sebagai tersangka harus diperiksa terlebih dahulu menjadi saksi.

Baca Juga :  Kinerja OPD Terkait Serapan Anggaran Dikritisi

Apalagi, jika tidak mengacu putusan MK itu, maka penetapan tersangka rawan dipraperadilankan. “Oleh karena itu, kita harus hati-hati dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka,” ucap Sumanggar.

Meski begitu, penyidik tidak menyerah untuk mencari Yoan Putra hingga ke Kabupaten Karo. Pasalnya, penyidik telah menyita bukti-bukti kuat terkait keterlibatan Yoan Putra dalam kasus tersebut.

“Dia ini kan domisili di Karo juga. Jadi tetap kita pantau. Kita juga kordinasi dengan Kejari Karo untuk mencari dia.

Bukti transfernya ini saya udah punya. Tapi kan ini betul-betul harus saya maksimalkan,” pungkas Sumanggar

Di sisi lain, ada ancaman bagi orang yang menolak panggilan sebagai saksi. Hal itu diatur dalam Pasal 224 ayat (1) KUHP yang berbunyi: Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam yaitu dalam perkara pidana, paling lama 9 bulan dan perkara lain, paling lama 6 bulan.

Sumanggar menjelaskan, ada 4 modus yang dilakukan Yoan Putra dalam perkara dugaan korupsi ini. Pertama, Yoan Putra diduga melakukan penarikan kelonggaran tarik dengan cara menulis kwitansi penarikan pinjaman tunai (KW-01) dari rekening pinjaman debitur yang masih aktif.

“Cara ini dilakukan terhadap 18 debitur KMK dengan 41 kali transaksi penarikan tunai. Jumlah kerugian mencapai Rp 9.767.198.000,” jelasnya.

Kedua, lanjut Sumanggar, Yoan Putra diduga melakukan penarikan menggunakan rekening pinjaman debitur yang sudah lunas tapi belum tutup rekening (pay off lunas).

Uang dari rekening pinjaman atas nama debitur yang direkayasa tersebut diterima oleh oknum karyawan BRI Kabanjahe.

“Untuk cara ini, dilakukan terhadap 6 debitur dengan 6 kali transaksi penarikan tunai. Jumlah kerugiannya Rp 1.170.000.000,” lanjutnya. Kemudian, modus ketiga yakni Yoan Putra diduga membuka rekening pinjaman baru atas nama debitur yang batal melakukan pinjaman (rekening fiktif).

Baca Juga :  PB PON XXI Sumut-Aceh Bersama Kominfo dan KONI Bahas Kesiapan Media Center

Cara ini dilakukan terhadap 1 debitur dengan 1 kali transaksi penarikan dan jumlah kerugian mencapai Rp 390.000.000. “Terakhir, Yoan Putra diduga tidak menyetorkan angsuran debitur yang sudah melakukan pembayaran ke teller.

Cara ini dilakukan terhadap 12 debitur KMK dengan jumlah kerugian Rp 978.534.408,” tandas mantan Kasi Pidum Kejari Binjai itu.

Secara keseluruhan, jumlah debitur yang rekening pinjamannya disalahgunakan sebanyak 34 orang dengan total penarikan sebesar Rp 10.943.552.769.

Selain penarikan, Yoan Putra juga melakukan penyetoran kembali ke rekening milik debitur sejumlah Rp 2.823.764.000.

“Sehingga total kerugian negara dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi ini sejumlah Rp 8.119.788.769, berdasarkan hasil audit dari Kantor Akuntan Publik (KAP),” pungkas Sumanggar.

Sebelumnya, Ketua Komisi Kejaksaan RI, Barita Simanjuntak menerangkan bahwa pemberitahuan pemanggilan melalui iklan media cetak tersebut merupakan teknis penanganan perkara ranah penyidik. Bahkan, pemanggilan saksi melalui media tidak dilarang dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Tentunya penyidik kejaksaan memiliki pertimbangan mengapa menggunakan media untuk melakukan pemanggilan. Barangkali tujuannya adalah untuk mempercepat penyelesaian penyidikan ini. Mengingat surat perintah penyidikan sejak tanggal 20 Februari 2019.

Melihat dari judulnya adalah pemberitahuan panggilan ketiga), sudah dapat dipastikan bahwa sebenarnya telah dilakukan upaya pemanggilan secara patut oleh penyidik kejaksaan terhadap saksi tersebut.

Namun yang bersangkutan tidak hadir sehingga sampai dilakukan pemanggilan melalui media. Kemungkinan saksi juga sudah tidak diketahui lagi keberadaannya sehingga dilakukan pemanggilan melalui media,” terangnya. (FS)

-->