Kasus Penggelapan Miliaran, Hakim Bolak-Balik Suruh Saksi Berdiri
sentralberita|Medan~H.T.M Razali, saksi korban penipuan dan penggelapan dana miliaran rupiah dengan terdakwa Sulaiman Ibrahim dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Randi Tambunan untuk memberikan keterangan di ruang Cakra 5 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (3/3/2020).
Saksi korban yang sudah menginjak usia 84 tahun tampak berjalan pelan dan harus dibantu pengacaranya untuk duduk di kursi persidangan.
Walaupun usianya tak muda lagi, tapi saksi korban tetap semangat menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan majelis hakim yang diketuai Hendra Utama Sutardodo.
Namun, ada pemandangan yang tak etis. Walaupun sudah mengetahui saksi korban untuk berdiri dan berjalan saja harus dibantu pengacaranya, tapi hakim Hendra tetap bolak-balik menyuruh saksi korban untuk berdiri dan maju ke meja hakim.
Pengunjung sidang yang melihat kejadian itu sempat berbisik-bisik kenapa hakim Hendra berbuat seperti itu.
“Terhitung sudah 6 kali saksi korban disuruh berdiri dan menghadap ke meja hakim. Kok gitu ya. Bapak itu (saksi korban) kan sudah tua,” bisik-bisik beberapa pengunjung sidang.
Pengacara saksi korban, Muhammad Erwin, S.H., M.Hum mengatakan seharusnya lebih etis kalau ketua majelis bertanya kepada saksi korban dengan merujuk kepada Berita Acara Pemeriksaan (BAP), agar saksi korban dapat mengingat kembali permasalahan yang dia laporkan ke Polda Sumut (perkara ini).
“Yang kedua secara kemanusiaan tidak etis rasanya membuat saksi korban yang telah berusia 84 tahun duduk berdiri lalu duduk berdiri lagi hanya untuk mendengar keterangan yang diberikan oleh penasihat hukum terdakwa terlebih lagi yang diperdengarkan adalah keterangan yang belum tentu sama antara yang diadukan saksi korban dengan gugatan perdata yang dilakukan terdakwa.
Kenapa belum tentu sama, karena dalam eksepsinya sendiri terdakwa mengakui masih ada miliaran rupiah lagi uang korban yang belum dikembalikannya dengan saksi korban. Yang mana ini dipertegas oleh berita acara konfrontir antara korban dengan terdakwa di Polda Sumut,” tegas Erwin.
Erwin menambahkan kemudian hal-hal yang tak lazim pertanyaan penasihat hukum yang dibiarkan majelis hakim seputar cek kosong yang menjadi objek tindak pidana.
“Pada cek yang tak bisa dicairkan hingga kini itu, jelas tertera penerbitnya adalah terdakwa.
Tetapi penasihat hukum dan ketua majelis hakim berkali-kali bertanya siapa yang menerbitkan cek bahkan saksi korban dipancing dengan pertanyaan apakah terdakwa ada juga sebagai pengurus di PT. Pasai Jaya.
Nama PT. Pasai Jaya salah satu perusahaan milik saksi korban tertera sebagai pihak penerima pada cek yang diterbitkan terdakwa. Ada 4 lembar cek yang ditunjukkan di persidangan merupakan bentuk tindak pidana yang diduga dilakukan terdakwa,” pungkasnya.
Terpisah, Ketua PN Medan, Sutio Jumagi Akhirno dikonfirmasi melalui pesan aplikasi WhatsApp terkait perilaku hakim Hendra yang bolak balik menyuruh saksi korban berusia 84 tahun ke meja hakim belum membalas konfirmasi wartawan.
Padahal pesan wartawan sudah ceklis dua yang menandakan pesan sudah masuk.
Diketahui, perkara penggelapan dana ini bermula pada tahun 2012 lalu. Terdakwa ketika itu menemui saksi korban, H.T.M Razali dan mengaku mempunyai perusahaan konstruksi dan perkebunan di Lhoksumawe, yakni PT. Kasama Ganda.
Perusahaan itu menurutnya sedang bekerja sama dengan Pemda Simeulue dalam pengelolaan kebun kelapa sawit.
Dengan dalil adanya kerjasama tersebut, terdakwa kemudian menawarkan kepada korban untuk bergabung dalam bisnis PT. Kasama Ganda.
Terdakwa meminta modal kepada korban sebesar Rp25 miliar. Merasa ada yang tidak beres, korban mengundurkan diri.
Hal ini disetujui oleh terdakwa, sekaligus menyatakan kesediaan mengembalikan uang milik korban. Namun, pengembalian uang tersebut hingga kini belum terlaksana sepenuhnya.
Dalam proses pengembalian uang korban, terdakwa juga sempat menyerahkan cek yang ternyata ditolak bank saat akan dicairkan. Hal ini kemudian berbuntut pada pelaporan pidana penggelapan yang diterima Polda Sumut. (SB/FS)