Dugaan Sengketa Lahan, DPRD: Pemko Jangan Diam Pada Camat Medan Timur

sentralberita|Medan~Dugaan adanya keterlibatan oknum camat di Pemko Medan atas sengketa lahan tanah di Jalan Krakatau, Kelurahan Pulo Brayan Darat II, Kecamatan Medan Timur membuat wakil rakyat di DPRD Medan angkat bicara.

Anggota Komisi I DPRD Medan, Abdul Rani menilai bahwa Pemko Medan tidak boleh tinggal diam akan dugaan terlibatnya oknum pejabat mereka dalam pelanggaran hukum. Pemko Medan harus campur tangan dalam hal ini. Pemko tidak boleh berdiam diri bila ada dugaan oknum pejabatnya yang diketahui terlibat dalam sebuah pelanggaran hukum.

“Oknum pejabat harus bisa menjadi contoh, bukan malah berada di lingkaran yang menyalahi aturan. Pemko Medan harus menanyakan dengan jelas apa alasan oknum pejabatnya tidak mengindahkan putusan pengadilan. Padahal kita ketahui bersama, kalau negara ini adalah negara hukum,” jelasnya pada wartawan, kemarin (28/1/2020).

Pemko harus mencari tahu alasan pasti, kenapa oknum camat tersebut enggan melaksanakan putusan pengadilan yang telah memenangkan ahli waris pemilik tanah hingga akhirnya ahli waris tidak dapat mengurus Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta surat keterangan tidak sengketa (SKTS) di kecamatan tersebut.

“Kalau ahli waris memang sudah memenangkan gugatan di Pengadilan terkait sengketa lahan itu dan memang sudah inkrah, seharusnya tidak ada masalah lagi, pihak kecamatan tinggal menjalankan sesuatu putusan saja. Tapi kalau mereka tidak mengindahkan, harusnya Pemko bisa memulai dari situ. Tanya apa alasannya,” katanya.

Baca Juga :  DPRD Kota Medan Dukung langkah Kejari Periksa Kadis Kesehatan

Seperti diketahui, sengketa lahan tanah seluas 7.200 meter persegi di Jalan Krakatau, Kelurahan Pulo Brayan Darat II, Medan Timur, semakin memanas. Terbaru, Camat Medan Timur, Ody Batubara diancam bakal dilaporkan ke Mabes Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ahli waris melalui kuasa hukumnya Ade Suferi (45) mengatakan, pihaknya kesulitan untuk mengurus PBB dan SKTS. Padahal, ahli waris sudah memenangkan gugatan di pengadilan terkait sengketa lahan tanah seluas 7.200 meter persegi di Jalan Krakatau, Kelurahan Pulo Brayan Darat II, Kecamatan Medan Timur, Medan. Bahkan putusan itu sudah ada sejak 1997 silam. Untuk itu, mereka berniat untuk melaporkan oknum camat tersebut ke Mabes Polri dan KPK.

Kuasa hukum ahli waris, Ade menegaskan, pihaknya terpaksa membawa kasus ini ke KPK karena pihak Kecamatan Medan Timur tidak juga mengindahkan putusan pengadilan. Sebab dalam putusan itu ahli waris dinyatakan selaku pemilik sah lahan tanah tersebut.

Sebenarnya kata Ade, Camat Medan Timur harus mengindahkan putusan pengadilan dan intruksi Mendagri. Dengan begitu beliau mendapat acungan jempol. Herannya, setelah abaikan putusan Pengadilan dan Intruksi Mendagri Camat Medan Timur malah acungkan jempol di WA. “Itu disampaikan saat ditanya wartawan”,kata Ade

Ade menilai, tindakan Camat yang tak mengidahkan putusan pengadilan seperti melecehkan supremasi hukum. Sebab, di dalam KUHP, pihak-pihak yang menghalangi pelaksanaan putusan pengadilan dapat dipidana dengan hukuman penjara selama empat tahun lamanya.

Baca Juga :  RBS Minta Kapolrestabes Medan Netral di Pilkada dan Pilgubsu

Sebelumnya, ahli waris pemilik tanah almarhum Basri selaku penggugat, telah memenangkan gugatan melawan Pemerintah Kota (Pemko) Medan, mulai dari Pengadilan Negeri (PN) Medan tahun 1993, Pengadilan Tinggi (PT) Sumut tahun 1994, Kasasi Mahkamah Agung (MA) tahun 1996, hingga Peninjauan Kembali (PK) MA tahun 1997.

Namun, hingga kini surat-surat yang menjadi hak ahli waris belum diserahkan ke mereka, anak-anak almarhum Basri selaku pemilik sah lahan tersebut, dengan berbagai alasan.

Akibatnya, ahli waris tidak bisa mengurus Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Surat Keterangan Tidak Sengketa (SKTS) atas lahan tanah milik mereka itu.

“Ini namanya perbuatan melawan hukum. Pihak tergugat (Pemkot Medan) telah mengangkangi putusan pengadilan,” tegas Ade Suferi.

Ade mensinyalir, langkah Camat Medan Timur itu tidak berdiri sendiri.

“Ini melecehkan supremasi hukum. Padahal, di dalam KUHP, pihak-pihak yang menghalangi pelaksanaan putusan pengadilan dapat dipidana dengan hukuman penjara selama empat tahun,” jelasnya mengutip Pasal 372 dan Pasal 216 ayat (1) KUHP.

Pasal 372 KUHP berbunyi, “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. (SB/Mal).

-->