Setiap Hari Sepulang Sekolah, Kedua Anak Yatim Piatu Ini Keliling Jual Gorengan Demi Sekolah
![](http://sentralberita.com/wp-content/uploads/2020/01/demi1.jpg)
sentralberita|Sukabumi~Setiap hari sepulang sekolah, mereka harus berkeliling kampung menjual gorengan, walau keduanya masih mengenyam pendidikan di bangku kelas IX SMP, sementara Siti masih duduk di kelas V SD.
Keduanya adalah kakak-beradik anak yatim-piatu Lastri Sri Rahayu, 15, dan Siti Nurohmah, 10, di Cibadak, Kabupaten Sukabumi.Di usianya yang masih belia, mereka terpaksa harus mengurangi waktu bermainnya untuk memenuhi kebutuhan sehari dengan berjualan gorengan.
Rutinitas jualannya itu dilakukan mereka lantaran demi bertahan hidup dan kelanjutan sekolahnya. Setelah ditinggal kedua orangtuanya mereka tinggal di rumah kakaknya, Sandi Cahya (40). Kondisi rumah kakaknya itupun jauh dari mewah.
Rumah berukuran sekitar 5 x 4 meter itu hanya berdindingkan bilik bambu. Itupun beberapa bagian kayu maupun biliknya sudah lapuk. Lantainya hanya tembok yang sudah banyak mengelupas.
Rumah itu dihuni lima orang, yakni Lastri, Siti, dan Sandi beserta istri dan anaknya. Rumahnya memang berada di permukiman padat penduduk. Namun, keadaan rumahnya dibanding dengan yang lain terlihat paling memprihatinkan.
“Ibu sudah meninggal tiga tahun lalu karena kanker otak. Sementara Bapak meninggal pas akhir tahun kemarin saat menguras sumur terkena gas beracun,” ungkap Lastri dengan mata berkaca-kaca..
Untuk kebutuhan sehari-hari dan sekolah selepas ditinggal kedua orangtuanya mereka berkeliling kampung jualan gorengan buatan kakak iparnya. Seperti goreng bala-bala, pisang, dan lainnya. Per hari, rata-rata mereka membawa gorengan 40 biji, masing-masing harganya Rp2.000. Upah yang didapatkan mereka, rata-rata Rp5000.
Baju Lebaran
Uang hasil jerih payahnya itu dipakainya untuk keperluan sekolah dan lainnya. Bila bersisa, mereka menabung. “Uang tabungannya itu untuk nanti beli baju Lebaran,” ungkap Lastri diamini Siti.
Getirnya perjuangan hidup terpaksa mereka lakoni. Mereka sadar, tak bisa sepenuhnya menggantungkan hidup terhadap kakaknya.
Sehari-hari, kakaknya Sandi hanya mengandalkan sebagai buruh serabutan. Sehingga pendapatannya pun tidak menentu. Sementara, dua kakak lainnya kini sudah menikah dan tidak tinggal bersama. Nasib kehidupan kakak-kakanya pun tak jauh dari kata cukup, masih serba kekurangan.
“Sehari-hari untuk biaya sekolah dan makan dari kakak dan itu pun terkadang tidak mencukupi. Makanya kami untuk bantu nambah-nambah beli makan dan menabung kami berdua berjualan gorengan keliling kampung,” ungkap Lastri yang lagi-lagi sambil terisak.
Dengan kondisinya yang kini serba kekurangan, Lastri berharap adanya uluran tangan dari dermawan. Lastri yang bercita-cita menjadi guru dan Siti menjadi dokter ini sampai sekarang belum tersentuh program dari pemerintah.(SB/01/PK)