Lagi, Terdakwa Penggelapan Miliaran Tak Hadiri Sidang, Hakim Pertanyakan Surat Sakitnya

sentralberita|Medan~Terdakwa penggelapan dana miliaran rupiah, Sulaiman (64) kembali tak menghadiri persidangan untuk ketiga kalinya. Warga Kompleks Perumahan Beo Emas No. 78 D/Jalan Beo Indah II No. 43, Kel Sei Sikambing B, Medan Sunggal, itu berasalan karena sedang sakit.

Hal itu disampaikan Sulaiman melalui penasihat hukumnya, Darma ketika majelis hakim diketuai Hendra Utama Sutardodo membuka persidangan di ruang Cakra 5 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (21/1) siang.

“Ini kenapa terdakwa (Sulaiman) tidak hadir. Apa alasannya,” tanya hakim Hendra kepada penasihat hukum terdakwa.

Lalu, penasihat hukum terdakwa menjawab jika kliennya sedang sakit makanya tidak bisa menghadiri persidangan.

“Terdakwa sakit yang mulia,” kata penasihat hukum terdakwa.

Selanjutnya hakim Hendra menegaskan jika terdakwa tidak boleh terus-terusan tidak menghadiri persidangan.

Hakim Hendra juga memberikan penegasan kepada penasihat hukum terdakwa agar membawa surat sakit yang asli.

“Ini pun bukan surat asli ya. Sidang selanjutnya ini harus ada aslinya. Kami minta hasil penyakitnya apa. Di surat ini pun tidak dijelaskan terdakwa sakit apa,” kesal hakim Hendra.

Mendengar penegasan hakim, penasihat hukum terdakwa tampak gugup. Suaranya juga pelan menjawab pertanyaan majelis hakim.

“Dia agak struk yang mulia. Karena sempat beberapa bulan pernah struk juga,” ucap penasihat hukum terdakwa dengan suara pelan.

Sementara itu, masih dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Randi Tambunan, juga mendapat ultimatum dari hakim Hendra.

Hakim Hendra meminta agar mengecek surat sakit yang disampaikan penasihat hukum terdakwa tersebut.

Hakim Hendra juga sempat menyinggung soal surat panggilan yang sempat diperdebatkan antara jaksa dan penasihat hukum terdakwa pada sidang pekan lalu.

Pada sidang pekan lalu, jaksa bersikeras telah menyampaikan surat panggilan itu ke rumah terdakwa sesuai dengan alamat yang tertera di berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Sementara itu penasihat hukum terdakwa malah sebaliknya.

Baca Juga :  Polda Sumut Kawal Logistik Aquabike Menuju Danau Toba

“Ini kok seperti screnshoot WA (WhatsApp). Kamu kirim lewat WA ya relaasnya,” tanya hakim Hendra

Mendapat pertanyaan seperti itu, Randi menjawab jika pihaknya sudah mendatangi rumah terdakwa namun tidak bertemu.

“Sudah kami datangi rumahnya yang mulia,” kata Randi.

“Ya kalau belum ketemu, jumpai Kepling setempat atau Pak Lurah. Harus kamu cek itu. Terus ini gimana soal ketidakhadiran terdakwa? Minggu depan harus kamu hadirkan ya. Cek sakitnya apa. Dirawat dimana dia,” cecar hakim Hendra kepada Randi.

“Ya sesuai dengan hukum acara, kalau sudah berulang-ulang alasan sakit pasti kita cek yang mulia. Gimana hasil rekam medisnya dan lain-lain,” ungkap Randi.

Hingga akhirnya majelis hakim menunda sidang sampai pekan depan. “Karena terdakwa tidak datang, sidang kita tutup dan dibuka kembali pada tanggal 28 Januari 2020,” tandas hakim Hendra.

Sementara itu saat hendak dikonfirmasi wartawan, penasihat hukum terdakwa, Darma enggan berkomentar lebih jauh soal kasus ini.

“Ngeri kali memang minggu lalu ya bang. Semua berita naik. Udah ku baca beritanya. Macam pengacara kemaren sore dibuat abang ini. Santai aja bang, ngopi-ngopi kan bisa kita dulu,” ucap Darma kepada wartawan.

Namun ketika ditanya lebih jauh terkait kasus yang menjerat kliennya Sulaiman, Darma memilih meninggalkan wartawan.

Dia menghindar dengan alasan takut berkomentar lebih jauh lagi.

“Takut ngomong sama abang. Nanti entah apa-apa lagi ditulis,” katanya sambil berlalu.

Sebelumnya dalam dakwaannya jaksa menjelaskan kasus ini bermula pada tahun 2012 lalu. Ketika itu, terdakwa menemui saksi korban, H. TM Razali dan mengaku mempunyai perusahaan konstruksi dan perkebunan di Lhoksumawe, yakni PT Kasama Ganda. Perusahaan itu menurutnya sedang bekerja sama dengan Pemda Simeulue.

Baca Juga :  Pemprov Sumut Apresiasi Sumbangsih Media Terhadap Pembangunan Daerah

Dengan dalil adanya kerjasama tersebut, terdakwa kemudian menawarkan kepada korban untuk bergabung dalam bisnis PT Kasama Ganda. Terdakwa meminta modal kepada korban sebesar Rp25 miliar.

“Korban setuju memasukkan modal, dengan syarat menjadi pemegang saham utama sekaligus Direktur Utama, sedangkan terdakwa bergeser posisi menjadi Direktur 1. Semua itu tertuang pada Akta No. 47 tanggal 15 April 2013, yang dibuat oleh Notaris Adi Pinem, SH. Untuk tahap awal, korban H.T.M. Razali memasukkan dana Rp16,2 miliar,” cetus jaksa.

Lanjut jaksa, pada perjalanannya, korban memutuskan mengundurkan diri dari PT. Kasama Ganda dan meminta pengembalian modal. Selanjutnya, terdakwa menyetujui pengembalian modal milik korban.

Disebutkan, terdakwa memberikan gudang miliknya di Jalan Sunggal kepada korban, dengan taksiran nilai Rp10 miliar. Sisa dari modal korban kemudian dibayarkan tunai dan empat lembar cek. Kenyataannya, cek tersebut tidak bisa dicairkan karena nilai saldo tidak cukup.

“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 372 subs Pasal 378 KUHPidana,” pungkas jaksa.

Sementara itu, berdasarkan bukti yang ada, Tengku Zainuddin dan Muhammad Erwin selaku kuasa hukum H.T.M. Razali kepada wartawan mengungkap bahwa jumlah dana kliennya yang harus dikembalikan Sulaiman berjumlah total Rp18,76 miliar. Angka itu dituangkan tertulis oleh Sulaiman dalam bentuk surat pernyataan yang ditandatanganinya pada 4 Agustus 2014.

Mengapa jumlahnya menjadi sebesar itu, Sulaiman dalam surat pernyataannya menyebut angka tambahan muncul sebagai pengganti bunga bank. (SB/FS )

-->