Pedagang Babi Rugi 30-40 Persen/Ekor

sentralberita|Rugi dan tumpur, kata itu yang diucapkan Juhai ketika ditanya bagaimana kondisi peternak babi sejak merebaknya virus hog Cholera dan African Swine Fever (ASF) dan mematikan puluhan ribu babi di Sumut sejak akhir September lalu.

Ditemui di kandang ternak babinya di di Jalan Abadi, Desa Sidomulyo, Kecamatan Binjai, Langkat, pemilik sekitar 200-an ekor babi itu mengatakan, ada tiga jenis babi yang dipeliharanya sejak tujuh tahun yang lalu, pietrien, large white, duroc.

Umur babinya bervariasi, mulai dari anakan hingga indukan. Jika biasanya babi yang berukuran 100 kg sudah terjual, saat ini, babi yang berukuran 140 kg – 180 kg masih menunggu pembelinya di kandang.

“Banyak yang tumpur lah. Ruginya banyak. Pulang modal saja sudah syukur lah,” katanya, Jumat (27/12/2019).

Dikatakannya, babi-babi yang sudah berukuran besar itu tidak laku karena tidak ada pembelinya. Sementara, ternaknya harus makan terus. Modal yang dikeluarkannya, Rp 25.000/kg. Dia mengaku mengalami kerugian sampai 30-40 persen per ekornya.

“Tak ada pembelinya. Dia mau terus makan, pembeli tak ada. Kerugian sampai 30-40 persen per ekornya,” katanya.

Perawatan yang dilakukan kepada indukan dan juga anakan. Saat berumur 6 bulan, saat beratnya mencapai 100-an kg batu dijual. Pakan yang diberikan juga sesuai resep, berupa jagung dedak dan konsentrat.

Baca Juga :  Rugi kalau ketinggalan !!! Gowes Merdeka Bhayangkara Rayakan Kemerdekaan RI ke-79

“Bagaimana ya, karena kena musibah kolera itu, dampaknya orang nggak berani makan daging (babi). Sebenarnya daerah Tandem semua sehat,” ujarnya.

Menurutnya, kerugian akan terus dirasakan. Tidak hanya peternak yang babinya mati maupun pengusaha. Peternak yang babinya sehat pun merasakan karena tidak ada pembelinya.

“Kerugian dirasakan terus. Utang terus. Yang bisa utang, utang lah. Kalau udah besar macem mana. Dibesarkan terus gak laku macem mana lagi. Dipiara terus. Tak mungkin tak dikasih makan. Kadang sampai 170-180 kg,” katanya.

Ahai, panggilan akrab Juhai berharap pemerintah dapat membantu agar harga bisa kembali normal. Dia akan berterima kasih jika pemerintah mau membantu rakyatnya.

“(Harga yang pantas kalau digantikan) Kalau diganti 25 ribu, bisa lah. Untung dikit kan tak jadi masalah. Yang penting selamat ya kan. Kita tak kehabisan modal. Habis pun tak ada modal piara lagi,” katanya.

Diberitakan sebelumnya, Ketua Asosiasi Peternak Babi Sumatera Utara (Asperba Sumut), Hendri Duin  mengatakan, anjloknya penjualan babi itu terjadi pada bulan November. “Pelaku usaha rumah makan di November kita jatuh sampai dengan 70 persen. Setelah diadakan beberapa event termasuk di Brastagi dan Medan, sekarang mendekati ke 50 persen, sudah membaik,” katanya. 

Baca Juga :  Pj Gubernur Agus Fatoni Ajak  Bersinergi Turunkan Stunting di Sumut

Menurutnya, meskipun sudah banyak yang mati, namun saat ini pasokan tidak ada masalah. Dalam hal ini, pengusaha memprediksi babi bakal susah didapatkan pada sekitar bulan Maret – Agustus. Menurutnya, nantinya harga babi akan meningkat. “Kalau sekarang down. Tapi saya yakin pasti naik,” katanya. 

Dikatakannya, harga daging babi di Medan saat ini hanya Rp 20.000/kg. Padahal normalnya, Rp 30.000/kg. Dengan harga tersebut, lanjut dia, peternak masih bisa untung meskipun tidak besar. Pada saat Natal, kata dia, harganya bisa naik menjadi sekitar Rp 32.000/kg. 

“Sekarang belum naik. Malah stok di lapangan masih menumpuk di supplier kita. Menumpuk karena tidak laku,” katanya.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Azhar Harahap mengatakan, hingga saat ini jumlah babi yang mati mencapai angka 30 ribu ekor di 16 kabupaten/kota. “Dairi, Karo, Deli Serdang paling banyak kematian,” ungkapnya. (SB/01)

-->