Kerugian Negara Korupsi TRB/ TSS Dipertanyakan
![](http://sentralberita.com/wp-content/uploads/2019/12/ayah.jpeg)
sentralberita|Medan Tiga terdakwa dugaan korupsi pembangungan objek wisata Taman Raja Batu (TRB) dan Tapian Siri-siri Syariah (TSS) Kab. Mandailing Natal (Madina) membacakan nota keberatan (eksepsi) di Ruang Kartika Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (26/12).
Ketiga terdakwa yakni, Syahruddin selaku Plt. Kadis PUPR Madina, Hj. Lianawaty Siregar dan Nazaruddin Sitorus selaku PPK. Mereka didakwa merugikan keuangan negara dalam pembangunan objek wisata tersebut sebesar Rp5.245.570.800.
Namun, terdakwa Syahruddin dan Nazaruddin Sitorus melalui kuasa hukumnya Dr. Adi Mansar mempertanyakan soal kerugian keuangan negara penyimpangan dalam pengelolaan dan penggunanaan anggaran pada Dinas PUPR Kab Madina pada Tahun 2016 dan Tahun 2017 tersebut.
Menurut kuasa hukum kedua terdakwa dari kantor AGP ( Adi Mansar Guntur & Partner), kerugian keuangan negara yang di dakwakan JPU hanya berlandaskan hasil investigasi
perhitungan dari Kantor Akuntan Publik Dr. Tarmizi Achmad, bukan penghitungan dari BPK.
“Lembaga yang berwenang menghitung kerugian negara hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Karena itu, jika tidak disertai
bukti kerugian negara dari BPK, unsur korupsi dalam penyidikan
belum terpenuhi,” ucapnya di hadapan Hakim Ketua Irwan Effendi.
Oleh sebab itu, hasil audit yang diterbitkan oleh kantor akuntan publik Dr. Tarmizi Achmad tidak memiliki
kewenangan untuk menyatakan adanya kerugian keuangan negara.
“Penyidikan kasus korupsi harus dilengkapi audit investigasi yang pro�justitia yang hanya bisa dilakukan BPK. Jadi, yang diperlukan
adalah audit investigasi BPK secara menyeluruh. Bukan sekadar
menghitung apa yang ditemukan penyidik,” ungkapnya.
Atas argumen hukum tersebut, dalam pembacaan eksepsi itu, kuasa hukum terdakwa juga menilai dakwaan JPU tidak jelas dan keliru.
“Dakwaan JPU tidak mengurai perbuatan terdakwa secara spesifik, sehingga
dakwaan JPU benar-benar tidak jelas terutama tentang, sifat melawan hukum dalam hukum pidana merupakan hal pokok yang
harus ada atau mutlak dalam setiap rumusan pidana,” ujarnya.
Bahkan, uraian tentang perbuatan materil terdakwa tidak jelas diuraikan oleh JPU. JPU tidak dapat menguraikan secara terperinci
perbuatan mana yang dikualifikasikan melawan hukum dan apakah
perbuatan tersebut memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi.
“Dakwaan JPU tidak lengkap dikarenakan
tidak dituangkannya berupa metode ataupun bagian pekerjaan pengadaan objek yang mana yang menimbulkan kerugian serta
dakwaan tidak lengkap mengenai jadwal dimulainnya audit serta berakhirnya audit,” ucapnya.
Untuk itu, kedua terdakwa memohon kepada majelis hakim agar eksepsi mereka dikabulkan. “Menyatakan dakwaan JPU tidak memenuhi syarat-syarat dan memohon kepada majelis hakim agar dakwaan JPU ditolak atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima,” tandasnya. (SB/FS )