Korban Pemerasan 4 Oknum Polisi Medan Area Yang Dituntut Ringan,Minta Keadilan
sentralberita|Medan~M. Rusli (56) warga Jln Sederhana No. 35 Dusun VIII Desa Sambirejo Timur, Kec Percut Sei Tuan kecewa. Pasalnya 4 polisi Polsek Medan Area yang melakukan pemerasan, penyekapan dan penganiayaan dalam kasus anaknya M. Irfandi (25) dituntut ringan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Joice V Sinaga dan Artha Sihombing.
JPU menuntut 4 polisi itu dengan pidana penjara selama 6 bulan sedangkan seorang warga sipil yang terlibat dituntut 8 bulan.
Keempat polisi itu adalah Bripka Jenli Damanik, Aiptu Jefri Panjaitan, Brigadir Akhiruddin Parinduri dan Aiptu Arifin Lumbangaol dan seorang warga sipil Dedi Pane.
Saat diwawancarai wartawan seusai pembacaan tuntutan, kedua jaksa dari Kejari Medan itu memilih bungkam. Mereka mengarahkan untuk mewawancarai pimpinannya saja.
“Ke kantor aja bang sama pimpinan,” ujar keduanya sambil pergi meninggalkan PN Medan.
Sementara itu, kepada wartawan di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jumat (22/11) siang, Rusli berharap para terdakwa yang telah menzoliminya itu agar divonis tinggi oleh majelis hakim yang menyidangkan perkaranya.
“Harapan saya semoga keadilan itu ditegakkan seadil-adilnya. Para terdakwa pemerasan itu divonis tinggi dan dipecat dari institusi karena memang sudah mencoreng nama baik Polri,” tegas Rusli.
Rusli mengungkapkan awal mula terjadinya pemerasan itu saat ia mendapatkan telepon yang menyebutkan anaknya, M. Irfandi (25) yang berboncengan sepeda motor bersama teman wanitanya Putri Intan Sari ditangkap polisi Polsek Medan Area di Jln Gedung Arca, Medan pada 26 Maret 2019 lalu.
“Dalam penangkapan itu mereka bilang ditemukan sebungkus sabu seberat 0,20 gram,” ucap Rusli.
Namun, bukannya membawa ke Mapolsek Medan Area, 4 polisi itu malah melakukan pemerasan dengan mengatakan kalau kasusnya tak mau dilanjutkan harus menyerahkan sejumlah uang.
Merasa ada yang tidak beres, selanjutnya Rusli melapor ke Polrestabes Medan hingga akhirnya para pelaku ditangkap.
“Atas interogasi yang dilakukan dan saya sendiri juga ada disana maka terungkaplah nama-nama oknum yg melakukannya Jefri Panjaitan, Akhirudin Parinduri, Jenli Damanik, dan Arifin Lumbangaol serta seorang warga sipil Dedi Pane,” cetus Rusli.
Rusli melanjutkan, sedangkan teman wanita anaknya diduga sengaja dilepaskan karena sabu tersebut miliknya yang sengaja diselipkan ke kantong belakang celana anaknya ketika berboncengan sepeda motor.
“Dari hasil pemeriksaan lab urine anak saya negatif narkotika. Tapi malah divonis 4 tahun dan denda Rp800 juta subsider 3 bulan kurungan. Sedangkan kepada mereka hanya dituntut ringan. Saya merasa ini tidak adil dan ada permainan untuk menyelamatkan mereka dari hukuman maksimal dan pemecatan,” ungkap Rusli.
Rusli menambahkan sebelumnya dari pihak mereka pernah meminta agar Rusli mencabut laporan dan meminta agar berdamai. Tujuannya agar mereka bebas dan sebagai timbal baliknya M. Irfandi dibuat pasalnya sebagai pemakai.
“Saya minta sama-sama bebas. Mereka tidak mau,” ujar Rusli.
Selain itu, Rusli melanjutkan Kapolsek Medan Area waktu itu pernah mengatakan urine anaknya negatif sedangkan anggotanya urine-nya positif.
“Dan anehnya awalnya kapolsek hanya mengetahui anak saya ditangkap sendiri. Kemudian saya beri penjelasan bahwa anak saya ditangkap 2 orang bersama wanita yang dilepas di tengah jalan sebelum anak saya di bawa ke polsek. Rekaman percakapan dengan kapolsek ada di HP saya yang disita. Tapi percakapan saya dan kapolsek di HP tidak pernah dibuka di persidangan sampai dengan saat ini,” tukasnya.
Rusli juga membeberkan tentang kelakukan oknum jaksa dan asistennya. Mereka menganjurkan untuk berdamai dan Irfandi mau mengakui bahwasanya sabu itu dibelinya agar dituntut ringan yakni 1 tahun. Karena akan dikenakan pasal pemakai narkoba. Namun Rusli lagi-lagi tidak mau.
“Tidak cuma itu, mereka juga mengambil semua barang-barang milik Irfandi seperti jam tangan, STNK sepedamotor, helm dan uang. Cuma HP saja yang dijadikan barang bukti, yang lain raib,” cetusnya.
Terpisah, kuasa hukum Rusli dari kantor hukum Hari Irwanda, SH & partners mengatakan tuntutan tersebut terbilang kontroversial karena sangat mencederai rasa keadilan. Serta jauh dari efek jera kepada para terdakwa yang berprofesi sebagai penegak hukum.
“Untuk itu kami meminta kepada Ketua PN Medan agar mengatensikan perkara ini agar hakim yang menyidangkan perkaranya tidak main-main dalam memvonis para terdakwa. Kita juga berharap kepada Komisi Yudisial agar memantau jalannya persidangan nanti,” tandasnya. (SB/FS )