Horee…!!! Jangkrik-Jangkrik Sedang Beradu

Oleh : DR Masri Sitanggang-sentralberita|Medan~Entahlah, apakah Habib Rizieq Shihab tertawa lebar, kegirangan, menyaksikan bendera-bendera Partai Bulan Bintang disweeping –tidak boleh berkibar, dan dicampakkan ke tong sampah pada acara kampanye akbar Prabowo di GBK 7 April kemarin. Soalnya, beberapa hari sebelum aksi itu, Habib Rizieq Shihab (HRS) dalam satu video menyebut PBB sebagai partai pengkhianat dan menyeru untuk menenggelamkannya. Seruan itu telah dipenuhi dan PBB dihinakan di depan publik.
Yusril Ihza Mahendra mengucapkan terimakasih kepada Front Pembela Islam (FPI) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Pasalnya, FPI dan PKS -lah yang melakukan sweeping dan mencampakkan bendera-bendera PBB itu. Kata Yusril, keberadaan bendera PBB di kampanye akbar 02 adalah ilegal lantaran secara resmi PBB dukung pasangan 01 dengan tetap menghargai perbedaan pilihan.
Mungkin Yusril ingin menunjukkan konsistensinya mendukung 01. Tetapi, boleh jadi juga Yusril sedang menyindir keras FPI dan PKS. Soalnya, sebagai seoarang ketua partai, rasanya tidak mungkin hatinya tidak tersayat menyaksikan lambang partai yang dibanggakannya diturunkan paksa lalu dicampakkan ke dalam plastik sampah –dan itu dilakukan di arena politik Akbar.
Tidak mustahil ini dirasakan sebagai sebuah penghinaan. Apa kewenanagan FPI dan PKS menurunkan bendera PBB dalam hal ini ? Siapa FPI dan PKS dalam urusan ini ? Mengapa PKS begitu bernafsu menurunkan bendera PBB sebagaimana selama ini banyak kadernya yang begitu bernafsu melakukan kampanye hitam untuk tenggelamkan PBB ? Sebuah sindirian tajam bagi prilaku ormas dan partai yang selama ini mengaku mengemban missi dakwah.
Kader-kader PBB –meski pilihan presidennya berbeda, dalam hal ini punya pandangan sama : FPI dan PKS sudah keterlaluan. Keduanya telah menunjukkan sikap permusuhan yang ada di luar perkiraan. Sangat sulit membayangkan bagaimana perih dan pilunya perasaan MS Kaban, Ketua Majelis Syuro PBB, dan sejumlah kader PBB –yang selama ini bersungguh-sungguh mendukung O2.
Yang paling menyakitkan lagi adalah, bahwa yang melakukan itu ialah sebauah organisasi berlabel pembela Islam dan partai yang mengaku mengemban dakwah; mengapa bukan ormas atau partai nasionalis sekuler ? MS Kaban dan sejumklah besar kader PBB baik di pusat maupun di daerah –bersama kader partai-partai lain, adalah penggerak empat-sebelas, dua-duabelas dan seterusnya termasuk gerakan #2019GantiPresiden.
Dalam urusan pilpres mereka memilih berseberangan dengan pimpinan partainya, tapi mereka justeru dikucilkan bahkan dilecehkan di kubu 02 oleh kelompok yang sesungguhnya tidak berhak untuk itu. Menyakitkan, memang ! Lalu harus bagaimana, mundur dari partai yang selama ini telah dibangunnya mengikuti “tekanan” HRS yang tidak realistis itu, atau sebaliknya : melawan !
Horeee… !!! Perang saudara (kalau masih bisa dianggap saudara) telah dimulai…! Bertepuk tanganlah wahai para penonton. Ini pertunjukan yang sangat mengasyikkan. Gajah-gajah bermental jangkrik sedang bertarung…! Rauplah, wahai para bandar, keuntungan sebesar apa yang kau mau…!
Ini Dakwah yang sedang membangun Kekuatan Musuh.
Dulu, menjelang tahun 1970, tepatnya setelah G30S/PKI, beredar laporan di media asing dengan judul (kira-kira dalam bahasa Indonesia) ” Bagaimana Enam Juta Muslim Indonesia Beralih Agama ke …”. Para pemimpin Umat Islam di Indonesia terhenyak kaget dengan berita itu. Pukulan berat bagi tokoh-tokoh gerakan Dakwah Islam di tanah air. Betapa tidak, di saat-saat mereka sedang berhadapan dengan tokoh-tokoh komunis yang menjadi musuh ideologi bangsa, ladang dakwah justeru digarap orang lain dan yang panen adalah lawan dakwah.
Saat itu para tokoh umat tidak sempat memisah dan memilah di antara anggota Partai Komunis (PKI) : kader, simpatisan dan sekedar ikut-ikutan. Di lapangan, mereka dihadapi oleh sebagian keplompok Islam dengan pendekatan garis tegas : hitam-putih, tidak ada yang abu-abu. Para tokoh umat pun mungkin lupa, bahwa senantiasa ada saja orang yang menangguk ikan di air keruh, mengambil keuntungan dikekisruhan. Pada situasi itu banyak orang yang tak ingin disebut sebagai komunis, tetapi pandangan hitam-putih sekelompok Islam membuat mereka takut merapat ke mesjid. Di sisi lain, mereka disambut hangat di tempat lain sebagai orang yang mencari kebeneran. Jadilah enam juta muslim pindah agama. Kita menyebutnya “pemurtadan”, mengesankan ada upaya-upaya pihak tertentu mengubah keyakinan umat Islam, sekaligus upaya menutup kekeliruan dalam berdakwah. Garis hitam-putih menghadapi ideologi komunis ternyata menambah kekuatan lawan. Lawan dakwah mengalami panen raya…
Semangat mewaspadai ideologi komunis berlanjut hingga melakukan pengawasan ketat terhadap anak keturunan PKI. Para Alim Ulama tak mampu meyakinkan pemerintah Orde Baru bahwa Islam tidak mengenal dosa keturunan, bahwa anak tidak memikul pertanggungjawaban atas apa yang diperbuat orang tuanya. Bahkan tidak sedikit juga para pemuka Islam yang ikut mencurigai anak-anak keturuan seorang anggota PKI.
Garis hitam-putih telah memisahkan anak keturunan PKI dari dakwah Islamiyah dan organisasi Islam. Akhirnya, anak-anak anggota PKI yang merasa senasib sepenanggungan mengonsolidasi diri. Jumlahnya (orang tua dan anak orang PKI) ada 15 juta lebih, belum termasuk cucu-cucunya, kata Ribka Tjiptaning, politisi PDIP di sekitar awal tahun 2012. Pihak-pihak yang menjadi lawan politik Islam (lawan politik partai Islam Masyumi dulu) meraup keuntungan politik yang luar biasa dari sini : Panen Raya. Mereka sudah membusungkan dada. Para tokoh Islam terperangah kaget menyaksikan kebangkitan-musuh-musuhnya. Dakwah selama ini telah membangun kekuatan musuh.
Horeee… !!! The show is still going on…! Jangkrik-jangkrik sedang saling menggigit…! Saling dorong dan mencari celah untuk mematahkan kaki lawannya demi menunjukkan kejantanannya…! Bertepuktanganlah dan bersorak-sorailah karena bandar akan menang besar…!
Orang-orang yang mengaku penggerak dakwah saling hujat, saling caci dan maki : kafir mengafirkan dan munafiq memunafiqkan. Umat Islam ternyata gamang menjalankan dakwah di alam demokrasi. Garis hitam-putih, lagi-lagi, menjadi alasan memisahkan satu dengan yang lain yang sesungguhnya tak perlu dipisahkan.
Garis hitam-putih dibangun atas dasar dukungan partai ke 01 dan ke 02, bukan atas dasar aqidah dan dukungan pribadi. Sebaik apa pun seseorang, bahkan sebagus apa pun track record -nya di bidang dakwah selama ini, bila partainya mendukung 01 akan dinilai sebagai pengkhianat, munafiq dan wajib ditenggelamkan. Sekali pun orang itu berseberangan dengan sikap partai, mendukung 02, tetap saja ia seorang munafiq dan mesti ditenggelamkan. Bahkan anak-anak kemarin yang baru tumbuh, yang lahir di jalanan ketika 212, pun ikut membully dia yang telah renta di jalan dakwah. Itu semua karena partainya mendukung 01. Nasibnya jauh lebih hina dari mereka yang berbeda aqidah (lawan dakwah) yang partainya kebetulan mendukung 02. Itulah yang dialami kader-kader PBB yang mendukung 02. Bau benderanya pun tak boleh tercium di arena kumpulan orang-orang “suci”, FPI dan PKS akan segera menyapunya.
Mereka –yang berbeda aqidah (lawan dakwah) yang partainya kebetulan mendukung 02, tak pernah dikritisi, apalagi dihujat. Bila ada yang mengeritisi mereka, atau partai mereka, ia akan dituding sebagai orang yang sedang melakukan kampanye hitam terhadap 02, dan itu membuat siapa pun tak nyaman. Sepertinya kita sedang mabuk dan kehilangan kesadaran. Surah al Maidah ayat 54 dan Alfath ayat 29 nampaknya harus dimasukkan ke laci untuk sementara ini. Mereka betul-betul seperti anak emas. Inilah dakwah yang sedang membangun kekuatan lawan. Entahlah, mungkin mereka akan panen raya juga setelah 17 April nanti.
Horeee…!!! Para pengemban dakwah sedang bertarung untuk menjatuhkan satu sama lain. Lawan-lawannya duduk menonton sambil menghitung kursi DPR yang akan mereka raih 17 April nanti tanpa susah payah, karena para pemilihnya (umat Islam) sudah mabuk tanpa arah. Mereka tidak gaduh satu dengan yang lain, berisik pun tidak. Tidak mempersoalkan 01 atau 02 dan karenanya aman dan nyaman siapa pun yang akan menang. Merekaq akan saling memanggil duduk bersebelahan bersama pemenang.
Tetapi umat Islam, entahlah, apakah nanti masih bisa membalut luka di hati yang robek karena caci maki; atau mereka akan tetap terbelah menjadi Islam partai 01 dan Islam partai 02; atau islam terpisah garis hitam-putih menjadi penghianat dan penghuni syurga. Rasamya sulit membayangkan luka ini cepat sembuh, kecuali sekarang muncul Imam Besar Umat Islam Indonesia yang melihat persoalan umat bukan dari sisi pandang organisasinya; yang menyeru bukan saja kepada pengurus dan sayap juang organisasinya. Inilah seruan yang dinantikan itu :
“Kepada seluruh umat Islam Indonesia, di manapun saudara berada dan apapun partai saudara; mari pada tanggal 17 April nanti kita menangkan Paslon 02. Kauasai DPR RI, kirim petarung-petarung Islam ke Senayan”
Seruan ini tersa sangat menyejukkan, menyatukan mereka yang terserak di berbagai partai ke dalam satu baruisan 02. Bukan membelah yang bersatu di 02 menjadi berserak membesarkan lawan. Tetapi, memang, diperlukan kualitas keilmuan yang tinggi dan kematangan jiwa untuk menjadi Imam Besar Umat Islam Indonesia yang berpandangan seperti ini. Mudah-mudahan saja masih ada…