Jepang Bantu Pembangunan Gedung Sekolah dan PA di Aceh Utara

Konjen Jepang di Medan Takeshi Ishii (kanan) bersalaman dengan Ketua Yayasan Ta’alimil Baktiya Mutazabuddin (kiri) usai penandatanganan dana bantuan hibah di Kantor Konsulat Jenderal Jepang Jalan Zainul Arifin Medan Rabu (14/3).
sentralberita|Medan~ Konsulat Jenderal Jepang di Medan memberikan bantuan hibah untuk pembangunan gedung sekolah dan Panti Asuhan di Aceh Utara mencapai Rp1,8 miliar lebih.
Konsul Jenderal Jepang di Medan Takeshi Ishii mengatakan hal itu pada acara penandatanganan Proyek Bantuan Pemerintah Jepang melalui program Grant Assistance for Grassroots Uman Security Projects di kantornya Jalan Zainul Arifin Medan Rabu (13/3). Konsul saat itu didampingi wakilnya, Konsul Muda Masamu Yamamori yang juga dihadiri ketua dan utusan dari dua institusi tersebut.
Konsul Takeshi Ishii mengatakan bantuan hibah ini berasal dari rakyat Jepang sehingga diharapkan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya dan berguna bagi masyarakat Sumatera Utara. “Semoga hubungan Jepang dan Indonesia makin meningkat,” kata Konsul Ishii.
Ia menyebut pemerintah Jepang telah sepakat untuk membiayai kedua proyek di Kabupaten Aceh Utara yaitu Proyek Pembangunan Gedung Sekolah MTs Ta’alimil Mubtadi di Desa Pucok Alue, Kecamatan Baktiya, dengan nilai bantuan sebesar
Rp998,691,118. Proyek Pembangunan Gedung Asrama Panti Aseuhan Aneuk Nanggroe Pasee di Desa Matang Lada, Kecamatan Seunuddon, dengan nilai bantuan sebesar Rp816,815,544.
Kedua proyek tersebut telah melalui seleksi proposal yang cukup panjang dan kedua yayasan juga sudah berusaha keras untuk memenuhi segala persyaratan teknis
maupun administratif. Penandatanganan kontrak ini merupakan tahap awal untuk mewujudkan cita-cita dari masing-masing yayasan.
Yayasan Ta’alimil Mubtadi Baktiya pada awalnya mendirikan pesantren sebagai tempat belajar khusus untuk ilmu agama, namun karena ada permintaan dari orang tua murid, maka yayasan mendirikan SMP Ta’alimil Mubtadi secara sederhana dan secara bergotong royong dengan masyarakat sekitar. Murid sekolah ini tidak hanya berasal dari Desa Pucok Alue, namun berasal dari desa sekitarnya.
Sejak berdiri dari tahun 2015 hingga saat ini, jumlah murid meningkat setiap tahunnya, namun kondisi gedung sekolah tidak layak untuk kegiatan belajar-mengajar. Kondisi gedung sekolah pada saat itu adalah dindingnya terbuat dari anyaman bambu, beratap rumbia dan berlantaikan tanah.
Untuk membantu mengatasi masalah tersebut, Pemerintah Jepang mengabulkan proposal yayasan untuk pembangunan gedung sekolah baru yang terdiri dari enam
ruangan kelas dan empat buah toilet.
“Semoga dengan dana hibah yang diberikan, murid di SMP Ta’alimil Mubtadi
dapat memiliki lingkungan belajar yang layak dan meningkatkan prestasi belajar anak didik di masa yang akan datang,” katanya.
Yayasan Panti Asuhan Aneuk Nanggroe Pasee pada awalnya berdiri untuk menampung anak korban konflik separatis di Aceh yang telah selesai secara damai pada tahun 2005. Seiring berjalanya waktu, jumlah anak di panti asuhan ini pun meningkat setiap tahunnya, namun kondisi gedung asrama sendiri masih kurang layak dan yayasan juga
memiliki keterbatasan dana untuk renovasi gedung.
Melihat masalah tersebut, pemerintah Jepang mengabulkan permohonan pembangunan gedung asrama baru yang terdiri dari delapan ruang tidur dan delapan buah toilet. “Semoga dengan dana hibah ini, para anak di panti asuhan mendapatkan tempat tinggal yang lebih layak dan yayasan dapat menampung lebih banyak anak-anak,” ungkap Konsul Ishii.
Ia berharap setelah dapat bantuan kualitas sekolah dan pesantren makin baik , termasuk muridnya makin berkualitas.
Ketua Ta’alimil Mubtadi Baktiya Mutazabuddin mengatakan sekolah SMP yang dipimpinnya berdiri tahun 2015 di lahan seluas 5.427 meterpersegi, namun sertifikat atas nama yayasan seluas 2.498 meterpersegi. “Kami terima kasih sekali kepada pemerintah Jepang,” ungkap Mutazabuddin.
Hal sama juga dikatakan Ismail, Ketua Yayasan PA Aneuk Nanggroe Pasee bahwa dengan dibangunnya kamar2 PA maka dapat ditempati secara layak. Sekarang satu kamar ukutan 8x 4 meter diisi 17 orang, padahal standar layak ukuran 3×3 meter diisi 2 orang. Saat ini dihuni 170 orang didominasi dari kalangan fakir miskin. “Dengan adanya bantuan dari pemerintah Jepang diharapkan kehidupan di panti makin layak,” ungkap Ismail. (SB/wie)