Grup Musik Dangdut Amerika Goyang Medan, Diterbitkan Buku”Dangdut Stories”

Pimpinan “Dangdut Cowboys” Andrew Noah Weintraub (kanan) bersama Konsul Amerika Serikat untuk Sumatera Juha Salin berbicara kepada wartawan di Hotel JW Marriot Medan Rabu (13/3) sore.
sentralberita|Medan~ Grup musik dangdut dari Kota Pittsburg, Amerika Serikat bernama “Dangdut Cowboys” menggoyang Kota Medan dengan tampilannya di pelataran parkir TVRI Medan Jalan Putri Hijau Medan, Rabu (13/3) malam mulai pukul 20.00 WIB.
Konsulat Amerika Serikat untuk Sumatera melanjutkan kerjasama di bidang pendidikan dan budaya dengan menghadirkan sebuah grup musik dangdut asal Pittsburg, Amerika Serikat tersebut.
Juha P. Salin, Konsul Jenderal Amerika Serikat untuk Sumatera didampingi Pimpinan “Dangdut Cowboys” Prof. Andrew Noah Weintraub dan Kepala Stasiun TVRI Medan Nugroho serta Wakil Konsul Jessica Panchatha kepada wartawan Rabu (13/3) mengatakan grup musik dangdut ini akan menghibur siswa dan publik di Medan pada 13-14 Maret 2019.
Kehadiran grup ini sebagai rangkaian terjalinnya hubungan diplomatik Amerika Serikat dan Indonesia selama 70 tahun pada tahun 2019 ini. “Untuk merayakan hubungan diplomatik itu ada beberapa kegiatan di Sumatera, termasuk konser dangdut dari Amerika ini,” ungkap Juha.
Pimpinan “Dangdut Cowboys” Prof. Andrew Noah Weintraub menyebut sebelumnya mereka konser di Probolinggo, kedua di Medan dan selanjutnya di Jakarta.
Andrew adalah Profesor etnomusikologi dari University of Pittsburg, Amerika Serikat sekaligus penggila dangdut yang selama 11 tahun mendalami musik dangdut.
Ia mengaku tahun 1984 pertama kali datang ke Indonesia, persisnya ke Jawa Barat mempelajari musik tradisional seperti wayang golek, gamelan, pantun Sunda dan sebagainya. Lalu ia tertarik pada musik dangdut setelah tidak sengaja mendengarkan lagu “Perjuangan” dan “Doa” milik Rhoma Irama di sebuah radio. Sejak itu ia berkeinginan untuk meneliti musik yang liriknya memiliki makna mendalam ini secara khusus.
Setelah 20 tahun kemudian tepatnya tahun 2005, Andrew mendapat beasiswa kembali ke Indonesia untuk meneliti musik dangdut selama enam bulan. Ia ke berbagai kota seperti keJakarta, Surabaya, Perbaungan, Medan, pesisir Jawa untuk meneliti dangdut karena di beberapa tempat warna musiknya berbeda. Hasil penelitiannya, ia tuangkan dalam sebuah buku berjudul “Dangdut Stories” yang diterbitkan di Amerika Serikat tahun 2010.
“Buku ini menceritakan bagaimana musik dangdut. Musik dangdut itu enak didengar dan mampu menjoget,” kata Andrew.
Saking cintanya musik dangdut, tahun 2008, Andree mengundang beberapa artis dangdut Indonesia untuk tampil di Amerika Serikat termasuk Rhoma Irama dan Ikke Nurjanah.
Ternyata di beberapa kota di Amerika banyak yang suka musik dangdut seperti di Pittsburg dan New York. Upaya Andrew untuk memperkenalkan musik dangdut tak diragukan lagi. Ia bahkan turut mendukung Persatuan Artis Musik Melayu Dangdut Indonesia dalam memperjuangkan musik dangdut sebagai warisan budaya Indonesia yang diakui UNESCO.
Menurutnya, musik dangdut itu merupakan campuran dari beberapa musik seperti regge, keroncong dan dangdut. Memang dangdut itu asli musik Indonesia, namun ada pengaruh dari luar seperti Arab, India, Eropa dan Portugis maupun musik latin. “Setiap budaya memang ada pengaruh dari luar,” ujar Andrew yang pasih berbahasa Indonesia ini.
Untuk dangdut, Andrew tetap mengidolakan H Rhoma Irama karena lebih 700 lagu diciptakannya.
Beberapa lagu hits dangdut dimainkannya pada konser terbuka di parkiran TVRI Medan antara lain Cinta (Mansyur S), Gadis atau Janda (Elvie Sukaesih), Alamat Palsu (Ayu Ting Ting) dan Syantik milik Siti Badriah.
Selain di TVRI, Dangdut Cowboys juga tampil di SMKN 11 Medan berkolaborasi dengan seniman lokal SuaraSama. Pada Kamis (14/3), mereka memberikan workshop musik di Fakultas Ilmu Budaya bagi mahasiswa jurusan Etnomusikologi USU. (SB/wie)