Menguak PLTA Batang Toru dan Orangutan di Tapsel

Oleh: Suhari Harahap, M.Si

sentralberita|Medan~Kehadiran perusahaan-perusahaan besar untuk investasi di Indonesia dan di daerah haruslah didukung dengan berbagai pertimbangan yang matang, seperti kehadiran Perusahaan Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru di Kecamatan Marancar dan Sipirok yang dikelola oleh PT.NSHE (North Sumatera Hydro Energy) anak perusahaan dari Dharma Hydro dengan kapasitas 510 MW di area seluas 2.405 hektare.

Program pemerintah di bidang energi baru terbarukan yang katanya memberi manfaat dari sisi energi listrik, ekonomi dan lingkungan dan masyarakat khususnya Batang Toru.Bahkan ketersediaan listrik bisa mengatasi masalah listrik secara nasional.

Bagi Putra Tapsel perlu melihat persoalan yang sedang terjadi secara objektif dengan berbagai catatan. Misalnya Pertama, apakah PT. NSHE meski berada di Areal Penggunaan Lain (APL) terdapat species orangutan Tapanuli yang harus dilindungi sekitar 800 ekor.

Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Utara benar-benar berkomitmen terhadap konservasi orangutan di hutan Batang Toru.

Dan masyarakat ikut mengawasi dan isu ini tidak diselesaikan dengan pendekatan politis apalagi dengan cara yang pragmatis dukung mendukung tentang kehadiran PLTA, tapi menguji apakah habitat flora dan fauna dan satwa liar bisa terjaga. Meski oleh Pemkab Tapsel disebur rencana strategis tata ruang (RTR) kawasan strategis Batang Toru.

Baca Juga :  Pj Gubsu di HUT LPSK Bunga Teratai Sumut:  Berbagi Kebaikan Tanpa Memandang Suku, Agama dan Ras

Kedua, persoalan PLTA tidak hanya membahas ganti rugi pembebasan lahan sehingga masyarakat mendapatkan keuntungan. Tapi ini menyangkut perlunya kajian secara komprehensif termasuk keberadaan masyarakat adat di Tapsel.

Bukan Raja-Raja Luat yang dibentuk Pemerintah Daerah apalagi diadakan untuk dukung mendukung PLTA tapi benar-benar lahir dari masyarakat yang sejak dulu ada sehingga diperkuat dengan Peraturan Daerah (Perda).

Kita bisa bayangkan bagaimana mungkin raja-raja adat ini bisa paham tentang hutan dan listrik. Mereka hanya sebagai pemberi petuah untuk mempertahankan modal sosial dan kearifan lokal.

Kita harus perkuat tatanan masyarakat adat Tapsel yang memberi pandangan objektif. Mereka ini akan ikut mengawal investasi yang masuk ke Tapsel.

Ketiga, aman terhadap guncangan gempa. Ini diperlukan perdebatan akademis dan argumen ahli sehingga mendorong riset ilmiah bukan kepentingan pragmatis demi percepatan PLTA untuk beroperasi tapi demi keberlanjutan pembangunan yang memperjuangkan masa depan warga jika terjadi bencana.

Baca Juga :  Sat Polairud Polres Tanjung Balai Mengecek Barang Bawaan Mencegah Peredaran Barang Ilegal

Kajian kegempaan akan menarik untuk menguji perbedaan pendapat pro dan kontra PLTA. Kepada kampus dan universitas di Tapsel seperti UGN, UMTS, IAIN Padangsidimpuan, PERTINU apakah dilibatkan ? Dan kerjasama Pemkab Tapsel, USU dan PT. NSHE untuk menyukseskan energi baru terbarukan yang ramah lingkungan.

Pertanyaannya, dalam setiap kehadiran perusahaan sering memunculkan konflik horizontal dan masyarakat tidak mendapatkan hasil. Kalau ditanya siapa sebenarnya PT. NSHE ini ? Aa tidak memiliki keterkaitan dengan tambang emas PT. Agincuort Resources (AR). Dan tidak tertutup kemungkinan PLTA Batang Toru hadir untuk kepentingan tambang.

Kita harus mengawal kepentingan rakyat Tapsel jangan sampe dipernainkan aktor kepentingan politik. Dan kita mendorong para pelaku yang menyusun study kelayakan dan hasil-hasil penelitian baik tentang Amdal dan kelestarian konservasi bukan rekayasa demi perusahaan.(Penulis adalah Ketua Forum Peduli Tapsel).

Tinggalkan Balasan

-->