Pangonal Harahap Akui Minta Uang Rp 3 Miliar Kepada Asiong
sentralberita|Medan ~Bupati Labuhanbatu nonaktif, Pangonal Harahap, mengaku meminta uang Rp3 miliar kepada Direktur PT Binivan Konstruksi Abadi, Efendy Sahputra alias Asiong, untuk biaya kampanye pemenangan Djarot-Sihar pada Pilgubsu 2018 kemarin. Pasalnya, sebagai Ketua PDIP Labuhahanbatu pada saat itu, dirinya tidak memiliki uang untuk kampanye.
Hal itu dikatakannya saat menjadi saksi mahkota dalam sidang lanjutan kasus suap beberapa proyek pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Labuhanbatu TA 2016,2017 dan 2018, dengan terdakwa Asiong di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (5/11).
“Saya sebagai ketua partai diberikan tugas untuk memenangkan Djarot-Sihar di daerah Labuhahanbatu saat Pilgubsu lalu. Saat itu saya tidak ada uang, sehingga meminta Rp3 miliar sama terdakwa untuk kampanye Djarot-Sihar,” katanya.
Namun, dari Rp3 miliar yang diminta, terdakwa hanya memberikan Rp1,5 miliar. Diakui Pangonal, awalnya terdakwa memberikan dua cek yang masing-masing berisikan Rp1,5 miliar tersebut. Tetapi, setelah dibawa ke bank hanya satu cek yang bisa dicairkan.
“Terdakwa hanya bisa memenuhi Rp1,5 miliar. Lalu saya perintajkan Thamrin untuk menyampaikan ke Asiong untuk memikirkan tambahan uang kepada saya minimal Rp500 juta. Thamrin lalu bertemua Asioang dan saya sudah berangkat ke Jakarta,” ucapnya.
Pernyataan Pangonal sama dengan keterangan anaknya Baihaki Ladomi Harahap yang menjadi saksi pada Kamis (1/11) lalu. Baihaki saat itu, mengatakan uang suap Rp3 miliar dari Asiong kepada Pangonal Harahap dipergunakan untuk kepentingan pribadi ayahnya. Sisanya untuk kepentingan Timses pemenangan Djarot-Sihar saat menghadapi Pilgubsu lalu serta membangun gedung PDIP Labuhanbatu.
Pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Irwan Effendi, Pangonal juga mengatakan tidak tahu Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sehingga menganggap perbuatannya menerima fee proyek adalah hal biasa.
“Saya tak pernah membaca tentang Undang-undang korupsi, pak hakim. Saya tidak memahami itu sumpah, kan memang semua bupati-bupati seperti itu, yang saya ketahui bahwa kontraktor atau pengusaha itu diperbolehkan (menerima fee proyek),” jawab Pangonal.
Pangonal menyebut kebiasaan yang salah itu, dia ketahui setelah ditangkap KPK. “Saya ketahui bahwa kontraktor atau rekanan itudiperbolehkan (berikan fee proyek), makanya saya tidak tau pak hakim,” kata Pangonal.
Pangonao juga mengenal baik Asiong yang memang memiliki kapasitas layak untuk memegang proyek. Bahkan setelah terpilih kembali menjadi Bupati Labuhanbatu hingga dilantik pada 2015 lalu keduanya sudah duduk bersama membicarakan tentang pembangunan Labuhanbatu ke depannya.
“Asiong adalah salah satu pemborong yang besar dan mampu memperbaiki mutu pembangunan di Labuhanbatu dengan bagus, pak Hakim,” jelasnya.
Dalam persidangan ini juga terungkap kalau Pangonal ada menerima Rp40 Miliar dari Asiong. Uang itu menurutnya ia pinjam di awal sebagai modal untuk bertarung di Pilkada Labuhanbatu.
“Jadi setiap ada proyek saya mendapatkan keuntungan 15% dan intinya saya tidak pernah memaksa rekanan untuk memberikan fee itu kepada saya,” kata Pangonal lagi.
Seusai sidang Pangonal Harahap yang sengaja diterbangkan dari Jakarta oleh KPK untuk menjadi saksi di persidangan ini, terlihat menyalami majelis hakim. Bahkan terdakwa Asiong pun ia salami dan berbicara sangat akrab. Sidang ini pun ditunda untuk mendengarkan keterangan saksi lainnya pada Kamis (8/11) mendatang.
Diketahui sebelumnya, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Dody Sukmono, Mayhardi Indra dan Agung Satrio Wibowo menyebutkan bahwa Pangonal Harahap menerima uang dari Asiong sebesar Rp 38.882.050.000 dan SGD 218.000. Uang tersebut diserahkan bertahap melalui anak Pangonal Baikandi Harahap, Adik Ipar Pangonal Yazid Anshori dan stafnya Umar Ritonga (Buron). (SB/FS)