Giliran  KPK Pantau Sidang Tamin Sukardi

Sentralberita|Medan~Setelah Komisi Yudisial (KY), kini giliran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI yang memantau jalannya persidangan lanjutan atas

Kasus dugaan penjualan lahan milik negara seluas 74 hektare di Pasar II Desa Helvitia dengan terdakwa Tamin Sukardi di Ruang Cakra Utama Pengadilan Tipikor pada gedung Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (19/7) sore.

Sidang tersebut beragendakan keterangan dua saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Salman dari Kejaksaan Agung (Kejagung) yakni Direktur Utama (Dirut) PTPN II, Teten Djaka Triana dan Misran Sasmita.

Dalam keterangannya, Dirut PTPN II, Teten Djaka Triana mengatakan bahwa penghapusbukuan yang sempat dikabulkan PTPN II pada Desember 2017 akhirnya dibatalkan. Alasan pembatalan tersebut karena PTPN II menghormati persidangan yang saat ini sedang berjalan terhadap terdakwa Tamin Sukardi.

“PTPN II membatalkan penghapusbukuan terhadap lahan seluas 106 hektare yang terletak di Desa Helvetia. Sebelumnya sudah sempat dihapusbukukan pada Desember 2017. Namun, setelah kita mencermati persidangan yang saat ini sedang dilaksanakan di pengadilan, dengan begitu kami mengambil sikap untuk membatalkan penghapusbukuan terhadap 106 hektare lahan tersebut,” kata Teten dihadapan majelis hakim yang diketuai oleh Wahyu Prasetyo Wibowo itu.

Teten hadir didampingi oleh Sekretaris PTPN II, Soharto, Kabag Hukum dan Pertanahan, Kennedy Sibarani, Kepala Urusan Humas, Hadi Arto dan Staf Humas, Sutan Panjaitan menjelaskan sejak gugatan perdata terhadap lahan 106 hektar dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkrah) oleh Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2011, pada tahun 2012, sebanyak 65 warga yang mengatasnamakan ahli waris tersebut mengajukan permohonan penghapusbukuan ke PTPN II. Dalam prosesnya, PTPN II meminta legal opini dari Kejatisu dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumut terhadap persoalan lahan 106 hektare.

Baca Juga :  Bukber di Warkop Jurnalis, Kapolrestabes Medan Tegaskan Komit Berantas 3C dan  Sinergitas Polri dan Media Harus Dirawat

“Saya sebenarnya baru menjabat sebagai Dirut di PTPN II sejak tahun 2016. Saya tidak tahu persis apa yang terjadi pada tahun 2012 karena saya belum menjabat. Namun, setahu saya, permohonan dari 65 warga yang mengatasnamakan sebagai ahli waris tersebut, pada tahun 2012 sudah mengajukan penghapusbukuan ke PTPN II. Lalu PTPN II meminta legal opini ke Kejatisu dan BPKP. Sesuai prosedur, menurut mereka sudah benar. Karena dasarnya adalah putusan pengadilan yang sudah inkrah. Setelah kita mengikuti perkembangan adanya persidangan kasus ini, maka dengan azas kehati-hatian, kami membatalkan penghapusbukuan yang sudah sempat dikabulkan pada Desember 2017 silam,” jelasnya.

Ia membantah pembatalan penghapusbukuan tersebut atas intervensi dari Kejagung. Meski begitu, Teten mengakui telah dipanggil Kejagung untuk dimintai keterangan karena diduga menghambat proses persidangan. “Saya bersama Marisi Butar-Butar (Direktur Operasional) dan Kennedy memang sempat dipanggil kejaksaan untuk dimintai keterangan karena diduga menghambat proses persidangan. Saya juga gak ngerti kenapa dipanggil dan diperiksa,” ucap Teten.

Baca Juga :  Kampanye Damai, Ketua KPU Mutia Atiqah: Momen Penting Sukseskan Pilkada

Sementara itu, Misran Sasmita membantah dirinya menandatangani surat kuasa ahli waris atas nama orang tuanya yakni Ahmad Ngadio atas lahan tersebut untuk mengajukan gugatan kepada PTPN II.

Atas bantahannya itu, JPU menyebutkan Misran berbohong. Hal itu disebabkan karena adanya bukti yang menunjukkan bahwa Misran telah memberi kuasa kepada pengacara untuk turut menggugat lahan tersebut ke PN Lubuk Pakam dan mereka memenangkannya. Selain itu, dirinya juga sering disebut-sebut menerima sejumlah uang dari penjualan tanah tersebut.

Usai mendengar keterangan JPU, Misran akhirnya mengakui bahwa untuk kemenangan gugatan itu, almarhum Tasman Aminoto membagi-bagikan uang kepada masyarakat atas lahan yang terletak di Desa Helvetia tersebut.

“Tasman membagi-bagikan uang itu sama orang di rumah saya, sebagian dapat Rp 7 juta dan sebagian lagi dapat Rp 12 juta, termasuk saya sendiri. Kata Tasman, uang itu ‘uang perjuangan dan tanda kemenangan’ kam. (SB/AR)

Tinggalkan Balasan

-->