Halal Bi Halal Ajang Saling Meningkatkan Kerjasama Antara DPRD Medan dan Pemko Medan

Sentralberita-Medan-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Medan dalam menjalankan fungsinya tak terlepas dari kegiatan sosial termasuk di dalamnya kegiatan sosial keagamaan. Di gedung dewan yang terletak di Jalan Kapten Maulana Lubis no.1 Medan itu, Senin (9/7/2018) dilaksanakan Halal Bi Halal.
Bersama pimpinan DPRD Medan dan anggota DPRD Medan dengan Walikota Medan, wakil walikota Medan, FORKOMIMDA kota Medan, pejabat Pemko Medan, alim ulama, tokoh masyarakat, partai politik, Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) dan wartawan unit DPRD kota Medan, Halal Bi Halal terlaksana penuh kekeluargaan dan persaudaraan.

Sambutan Ketua DPRD Medan Henry Jhon Hutagalung, sambutan walikota Medan Djulmi Eldin dan ceramah agama oleh ustad H. Akhyar Nasution,Lc, MA, benar-benar memberikan nilai bahwa kegiatan Halal Bi Halal sebagai ajang silaturrahmi dan persaudaraan antara legislatif dan eksekutif di kota Medan, lebih-lebih jabatan tangan dan saling maaf memafkan mewarnai kegiatan yang setiap tahunnya dilaksanakan DPRD Medan itu.
Ajang Kerjasama

Dihadiri Kapolres Belawan, Danlanud Soewondo, Perwakilan Dandim 0201/BS dan Sekwan DPRD Medan Abdul Azis, Ketua DPRD Kota Medan, Henry Jhon Hutagalung mengatakan,Halal Bi Halal DPRD Medan ajang meningkatkan Kerjasama Legislatif-
dan eksekutif.
“Kita harapkan Halal Bi Halal DPRD Medan ini menjadi ajang untuk saling meningkatkan kerjasama antara DPRD Kota Medan selaku legislatif dan Pemerintah Kota (Pemko) Medan selaku eksekutif,“ujarnya.

Ketua DPRD Kota Medan ini pun mengharapkan agar Halal Bi Halal dapat dijadikan sebagai momentum yang paling tepat untuk meningkatkan kerjasama antara legislatif dan eksekutif.
“Ini momentum kita untuk saling bermaafan dan meningkatkan kerjasama,” papar Henry Jhon Hutagalung seraya menyampaikan, kritikan dan masukan yang selama ini diberikan oleh DPRD Kota Medan kepada Pemko Medan merupakan bukti kecintaan DPRD Kota Medan kepada Pemko Medan untuk sama-sama membangun Kota Medan metropolitan ini.
“Bila selama ini kami memiliki kesalahan dalam memberikan masukan kepada Pemko Medan mohon dimaafkan,” ujarnya.
Bisa Terpilih Kembali

Kemudian Ketua DPRD Medan ini menyampaikan, bahwa tahun ini adalah tahun politik yang penuh dinamika yakni pemilu legislatif dan Pilpres 2019. Harapan saya dan kita semua, anggota DPRD yang mencalonkan diri kembali dapat tetap terpilih pada pemilihan umum pemilu legislatif 2019 yang akan datang.
“Saya berharap, kepada 50 anggota DPRD Kota Medan dibawah kepemimpinan saya dapat terpilih kembali pada Pileg 2019,” ujar Henry Jhon.Para anggota DPRD yang berhadir tersenyum-senyum mendengar harapan pimpinan DPRD Medan tersebut.
Kemudian, dihadapan Walikota Medan Djulmi Eldin dan para tamu undangan, Ketua DPRD Medan itu menyebut nama ketiga orang anggota DPRD Kota Medan yang mencalonkan diri untuk maju ke DPR RI.
“Kami para anggota DPRD ini yang mencalonkan kembali, baik untuk tetap disini, DPRD Kota Medan atau ada yang naik ke provinsi dan bahkan ada yang berjuang untuk DPR RI.
Dari sini akan ada tiga yang akan maju ke DPR RI, yaitu Herri Zulkarnain Hutajulu dan Hendrik Halomoan Sitompul serta politisi Golkar, Adlin Umar Tambunan,” kata Henry Jhon disambut tepuk tangan penuh gembira.
Ustadz Akhyar Nasution, LC, MA saat memberikan ceramah agama dalam halal bi halal itu mengingatkan kepada seluruh tamu undangan yang hadir bahwa tidak akan masuk surga orang yang memutuskan silaturahmi.
“Itu hadits nabi. Makanya, dengan saling memaafkan kita telah menyambung tali silaturahmi,” paparnya.
Diapun mengurakan tentang sejarah dan makna Halal BI Halalyang sudah lazim dilakukan baik di lingkungan desa, kantor ataupun instansi resmi pemerintah. Kegiatan ini biasanya diadakan selang beberapa hari setelah Idul Fitri, berupa kumpul bersama untuk bersilaturrahmi dan saling bermaaf-maafan satu sama lain.
Sejarah Istilah “Halal Bi Halal”

Istilah “Halal Bi Halal” merupakan sebuah kalimat yang mengandung kata-kata dalam Bahasa Arab, yaitu halal dan bi halal. Namun demikian, kata Akhyar, halal bi halal tidak akan termukan dalam kamus bahasa Arab baik klasik atau modern, tidak pula anda temukan dalam percakapan sehari-hari bangsa Arab, karena memang istilah halal bi halal ini merupakan sebuah istilah unik made in Indonesia.
Sebagaimana dituturkan oleh KH Fuad Hasyim (alm) dari Buntet Cirebon, penggagas istilah halal bi halal ini adalah KH Abdul Wahab Hasbullah, seorang ulama besar Indonesia yang karismatik dan berpandangan modern, hidup pada masa penjajahan dan masa-masa awal Negara Indonesia.
Setelah Negara Indonesia merdeka pada tahun 1945, Indonesia menghadapi babak baru dalam menghadapi masalah pasca kemerdekaan. Pada tahun 1948 Indonesia dilanda gejala disintegrasi bangsa, di mana para elit politik saling bertengkar, sementara pemberontakan mulai terjadi di mana-mana.
Pada pertengahan bulan Ramadhan tahun 1948, Presiden Soekarno memanggil KH Wahab Hasbullah ke Istana Negara. Beliau dimintai saran agar Bung Karno dapat menyelesaikan situasi pelik dari politik di Indonesia saat itu. Kiai Wahab mengusulkan agar Bung Karno mengadakan acara silaturrahmi antar elit politik, karena sebentar lagi adalah hari raya Idul Fitri di mana umat Islam disunnahkan untuk bersilaturrahmi.
“Silaturrahmi kan sudah biasa, saya ingin (istilah) yang lain.” Jawab Bung Karno, tutur ustat Akhyar menceritakan sembari menyebut dirinya hampir 20 tahun bolak balik Medan-Arab Saudi dan pernah tinggal di Damaskus selama 6 tahun 1 bulan.
Kiai Wahab lalu menjawab, “Itu gampang. Begini, para elit politik tidak mau bersatu itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa, dan dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturrahmi nanti kita pakai istilah ‘halal bi halal’.”
Saran Kiai Wahab tersebut kemudian diamini oleh Bung Karno, sehingga pada Hari Raya Idul Fitri saat itu beliau mengundang semua tokoh elit politik untuk datang ke istana menghadiri acara silaturrahmi bertajuk halal bi halal. Dari situ kemudian para elit politik dapat kembali berkumpul dan duduk dalam satu meja untuk kembali menyusun kekuatan dan persatuan bangsa.
Sejak saat itu, instansi pemerintah secara khusus digerakkan oleh Bung Karno untuk mengadakan acara silaturrrahmi bertajuk halal bi halal yang diadakan jelang beberapa waktu setelah Idul Fitri. Halal bi halal tersebut lalu juga diikuti oleh masyarakat luas, di mana Bung Karno menggerakkan acara itu dari atas (instansi pemerintah), sementara Kiai Wahab bergerak dari bawah—masyarakat luas terutama muslim di Jawa.
Dari situ, jadilah halal bi halal sebagai sebuah kegiatan rutin masyarakat Indonesia setiap hari raya Idul Fitri seperti sekarang, ujarnya.
Makna Halal Bi Halal

Istilah halal bi halal yang dicetuskan oleh Kiai Wahab ini didasarkan pada dua analisis. Analisis pertama, yaitu thalabu halâl bi tharîqin halâl yang artinya mencari penyelesaian masalah atau mencari keharmonisan hubungan dengan cara mengampuni kesalahan. Sementara analisis kedua yaitu halâl “yujza’u” bi halâl yang artinya pembebasan kesalahan dibalas pula dengan pembebasan kesalahan dengan cara saling memaafkan.
Dua analisis itulah yang sekiranya tepat untuk menjabarkan makna dari halal bi halal. Adapun secara umumnya, halal bi halal dapat diartikan menjadi saling memaafkan.
Namun lebih dari itu, halal bi halal bukan saja menuntut seseorang agar memaafkan orang lain, tetapi juga agar berbuat baik terhadap siapapun. Hal tersebut juga berarti bahwa hakikat yang dituju oleh acara halal bi halal tidak dibatasi waktunya seusai hari raya Idul Fitri, tetapi setiap saat serta menyangkut segala aktivitas manusia.
Acara halal bi halal DPRD Medan yang berlangsung dengan penuh keakraban itu ditutup dengan makan siang bersama, diiringi dengan hiburan musik.Terlihat sejumlah anggota DPRD Medan bernnyanyi dan tak ketinggalan wartawan unit DPRD Medan turut menymbangkan suaranya.(SB/Husni L)