Kasus Pemukulan di Retrospective JPU Janji Segera Baca Tuntutan
Sentralberita| Medan~Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yunitri Sagala berjanji akan membacakan tuntutan terhadap lima terdakwa kasus pemukulan di Retrospective, Capital Building. Dalam kasus pengeroyokan yang dialami korban Boy Ananta Tarigan dan Egi Arjuna Ginting ini, jaksa telah menyidangkan kelima terdakwa masing-masing Elbarino Shah, Dewa Tarigan (buron), Irfan Lubis, Nanda Lubis dan Rifky Aulia Tanjung.”Pekan depan pasti akan kita sidangkan. Agendanya tuntutan,” kata jaksa dari Kejari Medan ini, Selasa (1/8).
Elbarino Cs terakhir kali disidangkan sekitar Januari lalu. Hingga saat ini, jaksa belum juga membacakan tuntutan ke terdakwa. Dari penjelasan jaksa perihal berlarut-larutnya tuntutan kelima terdakwa dikarenakan sedang menunggu berkas milik terdakwa Boy Ananta Tarigan dan Egi Arjuna Ginting masuk ke tahap tuntutan.
Sebelumnya Boy dan Egi merupakan korban dalam kasus ini. Namun setelah kelima terdakwa membuat laporan ke kepolisian, akhirnya Boy dan Egi ditetapkan sebagai tersangka dan persidangannya kini tengah bergulir di PN Medan. “Ya, karena kami memang sedang menunggu terdakwa lainnya (Egi dan Boy). Biar sama-sama saja dituntut,” ucapnya.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Medan, Taufik menyatakan hal yang sama dengan JPU. “Kalian tahu lah gimana kondisinya. Pahamnya kalian itu. Ini bos sama bos yang main, jadi kami samakan aja jadwal tuntutannya,” kata Taufik saat dikonfirmasi di ruang kerjanya belum lama ini.
Sekretaris Pusat Study Hukum Pembaharuan dan Peradilan (Pushpa) Sumut, Nuriono berpandangan, jaksa tidak menerapkan asas peradilan cepat, murah dan berbiaya ringan dalam proses penanganan perkara ini.
Berbekal pengalihan status menjadi tahanan kota kelima terdakwa dianggap strategi para penegak hukum guna menghilangkan hukuman jika majelis hakim sudah menjatuhkan vonis nantinya.
“Kita khawatir itu bagian dari strategi agar terdakwa tidak masuk ke dalam tahanan setelah vonis nanti. Berarti mereka (terdakwa) lenggang kangkung setelah vonis nanti. Ini sebuah pelajaran yang tidak baik dalam sebuah proses penegakan hukum. Ini memang disengaja,” kata Nuriono, kemarin.
Menurut Nuriono, kondisi yang dipertontonkan jaksa sudah sangat memprihatikankan, sehingga tidak ada alasan sedikit pun menunda pembacaan tuntutan untuk kelima terdakwa hingga berlarut-larut seperti ini.
Apalagi, salah satu terdakwa Dewa Tarigan telah mengulang perbuatan. Dewa Tarigan ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan anak pengusaha showroom di X3 Yanglim Plaza pada 19 November 2016 lalu. Atas kasus ini, Dewa Tarigan masuk dalam daftar buronan Polsek Medan Area.
“Saya pikir yang harus ditekankan di sini adalah jaksanya karena sudah gagal menjalankan reformasi manajemen menangani perkara ini. Gak ada alasan apapun yang tepat disampaikan jaksa kalau tuntutannya sampai berlarut-larut seperti ini,” ucap Nuriono.
Dikatakan Nuriono, jaksa tidak tepat jika memberika alasan seperti itu. Ia menyebut, jaksa hanya mengada-ada dan sengaja memperlama pembacaan tuntutan.
“Ini kan perkaranya dan berkasnya berdiri sendiri. Itu alasan yang dicari-cari sebenarnya. Yang jelas masyarakat patut menduga tindakan penuntutan yang sampai hampir enam bulan itu tindakan yang menyandera sebenarnya baik pencari keadilan,” ucapnya.
Kepala Kejari Medan, Olopan Nainggolan disebut selalu sengaja menghindari awak media ketika hendak meminta konfirmasi.
Diketahui menempati singgasana kursi nomor satu di korps adhyaksa tersebut dipercaya padanya sejak 2 Juni 2016 lalu, Olopan membatasi dirinya dengan awak media.
Dua nomor yang sering digunakan Olopan otomatis tidak dapat tersambung ketika melakukan panggilan. Begitu juga dilayangkan pesan melalui aplikasi WhatsApp, Olopan tak menggubrisnya kendati membaca pesan tersebut.
Berbeda dengan Kepala Kejari Medan sebelumnya Samsuri yang begitu terbuka kepada awak media. Begitu pun ketika ditanyakan mengenai progres perkara pidana umum dan pidana khusus, Samsuri selalu update.
Menanggapi hal ini, Nuriono berpandangan, Olopan layaknya pimpinan yang gagal. “Lalu konfirmasi itu dengan sengaja tidak ditanggapi dan menghindar. Ini berarti Kajari (Olopan) tidak mau diganggu awak media. Tindakan seperti itu merupakan sebuah kegagalan seorang pimpinan,” kata Nuriono.
Nuriono menjelaskan, berdiam diri dan menghindari awak media bukanlah solusi yang tepat dari seorang pimpinan jika memang tengah menghadapi kendala dalam penanganan perkara.
“Kalau ada kendala dalam menangani sebuah perkara, ya seharusnya disampaikan ke masyarakat sudah sejauh mana. Bukan ditahankan dan ditelan bulat-bulat serta ditahankan sendiri, tidak bisa seperti itu. Karena itu merupakan bentuk pertanggungjawaban pejabat publik selain kepada pimpinan juga kepada masyarakat,” ucapnya.
Perihal perkara penundaan tuntutan lima terdakwa penganiayaan di Retrospective yang berlarut-larut disebabkan karena seorang pimpinan lalai mengawai bawahannya.
Ia menyarankan agar Kepala Kejari Medan sering mengawai para jaksa yang nakal saat mengemban tugas.
“Kajari sudah tidak melakukan pengawasan terhadap anggota dan tidak mengontrol kinerja bawahannya. Dampaknya kepada jaksa ya harus ada sanksi, mutasi misalnya atau penurutan jabatan. Karena memang sangat mencolok di depan mata kesalahan-kesalahan ini,” tukas Nuriono.(SB/lin)