OJK Tindak Tegas Perusahaan Pembiayaan Menggunakan Debt Collector

sentralberita | Jakarta ~  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menindak tegas perusahaan pembiayaan yang terbukti melanggar ketentuan yang berlaku.

   Juru Bicara OJK, Sekar Putih Djarot dalam siaran persnya diterima Sabtu (31/7/2021) mengatakan OJK telah memberi sanksi kepada sejumlah perusahaan pembiayaan yang tidak memenuhi ketentuan, baik berupa sanksi peringatan, pembekuan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha.

   Perusahaan pembiayaan yang menggunakan jasa debt collector wajib memastikan seluruh debt collector yang menjadi mitra perusahaan telah memiliki Sertifikat Profesi dan mengikuti peraturan perundang-undangan dalam proses penagihan kepada nasabah. 

   Di sisi lain, debitur agar memiliki itikad baik dalam menyelesaikan kewajiban dan menyampaikan kepada perusahaan pembiayaan jika memiliki kendala dalam pembayaran angsuran.

    Sekar menjelaskan OJK sudah mengeluarkan POJK Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. Perusahaan pembiayaan diperbolehkan untuk bekerjasama dengan pihak ketiga dalam rangka penagihan. Pihak ketiga di bidang penagihan yang lebih dikenal dengan istilah debt collector.

Penagihan yang dimaksud adalah segala upaya yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan untuk memperoleh haknya atas kewajiban debitur untuk membayar angsuran, termasuk di dalamnya melakukan eksekusi agunan dalam hal debitur wanprestasi.

  “Namun untuk diketahui bahwa Debt Collector itu tak sembarangan melakukan penarikan, semisalnya penarikan sepeda motor, mobil dan lainnya terhadap konsumen,” katanya.

    Sekar  menerangkan, untuk melakukan penagihan, Debt Collector diwajib membawa kelengkapan dokumen mulai dari; Kartu identitas, Sertifikat Profesi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang pembiayaan yang terdaftar di OJK, Surat tugas dari Perusahaan Pembiayaan, Bukti dokumen debitur wanprestas, serta Salinan sertifikat jaminan Fidusia.

“Seluruh dokumen tersebut digunakan untuk memperkuat aspek legalitas hukum dalam proses penagihan pinjaman sehingga mencegah terjadinya dispute,” terang Sekar.

   Selain itu, jelas Sekar, sebelum pelaksanaan penagihan dan penarikan jaminan, perusahaan diwajibkan mengirim surat peringatan sesuai ketentuan POJK Nomor 35/2018 kepada debitur yang telah wanprestasi.

Perusahan juga memastikan debt Collector untuk melengkapi dokumennya, serta melakukan evaluasi berkala terhadap tata cara penagihan yang dilakukan oleh debt collector, bahkan dengan memberlakukan sanksi kepada pihak yang melanggar ketentuan yang berlaku.

    Dari kesemua persyaratan kepada pihak ketiga itu, tegas Djarot, bahwa debt Collector yang menjalankan proses penagihan, dilarang melakukan tindakan-tindakan yang berpotensi menimbulkan masalah hukum dan sosial, seperti menggunakan cara ancaman, melakukan tindakan kekerasan yang bersifat mempermalukan konsumen, serta memberikan tekanan baik secara fisik maupun verbal.

     “Jika hal tersebut dilakukan, bagi debt collector maupun Perusahaan Pembiayaan terkait akan dapat berpotensi terkena sanksi hukum berupa pidana maupun sosial berupa stigma negatif dari masyarakat,” tegas Sekar.

Bahkan, katanya,  OJK juga akan menindak tegas perusahaan pembiayaan yang menggunakan debt collector melanggar hukum.

“OJK telah memberi sanksi kepada sejumlah perusahaan pembiayaan yang tidak memenuhi ketentuan, baik berupa sanksi peringatan, pembekuan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha,” paparnya.

Di sisi lain,  debitur agar memiliki itikad baik dalam menyelesaikan kewajiban dan menyampaikan kepada perusahaan pembiayaan jika memiliki kendala dalam pembayaran angsuran.

Sebagai bagian dari edukasi kepada publik, OJK bersama-sama Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Kemenkumham, dan Kepolisian rutin melakukan sosialisasi Fidusia dengan target peserta dari publik, polisi, akademisi, debt collector, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Perusahaan Pembiayaan.

Hal ini dilakukan sebagai bagian dari mencerdaskan masyarakat dari sisi regulasi serta memberikan pemahaman terutama mengenai Fidusia yang memang memiliki dudukan legalitas yang jelas dalam kontruksi hukum nasional.

Debitur yang memiliki keluhan atau pengaduan dapat menyampaikan secara langsung ke Perusahaan Pembiayaan terkait untuk menempuh prosedur internal dispute resolution (IDR) atau menyampaikan penanganan dan penyelesaian pengaduan konsumen melalui mekanisme internal Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) tanpa melibatkan pihak ketiga.

   “Apabila mekanisme tersebut dirasa belum memberikan jawaban yang memuaskan bagi debitur, dipersilakan menyampaikan pengaduan kepada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK) dengan melampirkan kronologi kejadian serta dokumen-dokumen pendukung agar dapat segera ditindaklanjuti,” jelasnya. (wie/red)