Cacat Hukum, Arizka Minta Hakim Prapid Batalkan Proses Hukum

sentralberita|Medan~Arizka Ramdani Saputri, menyesalkan sikap petugas polisi yang melakukan penangkapan atas dirinya di rumahnya di Jalan H. Anif Desa Sampali, Kecamatan Percut Seituan, pada Juli 2019 lalu.

Dalam persidangan Praperadilan yang berlangsung di Ruang Cakra IX Pengadilan Negeri (PN) Medan, lewat kuasa hukumnya Riki Irawan dari Organisasi Bantuan Hukum Yayasan Pusat Hak Anak (Pusaka) Indonesia, mempertanyakan saksi polisi yang menangkap kliennya.

Kliennya dalam kasus ini memprapidkan Kapolda Sumut, Kapolrestabes Medan, Kasat Narkoba dan Kapolsek Medan Barat.

Ia mengatakan, penangkapan terhadap kliennya cacat hukum. Sebab, dalam penangkapan itu, kliennya ditangkap tanpa dihadiri para saksi seperti perangkat desa dan tidak ada izin dari Pengadilan . Yang ada hanya petugas polisi saja. Bahkan, orang yang ada di rumahnya sendiri tidak ikut dilibatkan.

Baca Juga :  Prof Ridha Berikan  Ratusan Bungkus Nasi untuk Korban Banjir Kampung Aur Medan, Warga Terharu dan Senang

“Minimalkan, kalau menggeledah harus ada saksi, minimal ada saksi dua orang, ini tidak ada, jadi siapa yang tahu apa saja yang mereka temukan dan apa saja yang mereka ambil,” ucapnya usai persidangan kepada wartawan.

Dijelaskannya, penangkapan kliennya juga dianggap janggal, sebab yang melakukan penangkapan adalah petugas dari Polsek Medan Barat bukan dari Polsek Percut Seituan.

“Walaupun itu boleh dilakukan, setidaknya ada kordinasi dengan Polsek Percut Seituan. Ini kan jadi aneh, seperti dipaksakan jadinya,” tuturnya.

Lebih lanjut dikatakannya, dari bukti nomor 18 yang di ajukan kuasa termohon disebutkan bahwa klien kita ditetapkan sebagai tersangka tanggal 30 Juli, terus saya baca isi surat di sidang, alat buktinya itu dalam penetapan tersangka hanya saksi dan test urine, gak ada barang bukti.

Baca Juga :  Anggota dan Pengurus Utama DPD GRIB Jaya Sumut Mengundurkan Diri dan Melepas Seragam

“Dah gitu test urine diambil tanpa proses yang bener, kan gak boleh mengambil urin aja, yang berwenang ambil urine itukan labcrime dan tidak singkron juga ditetapkan tersangka tanggal 30 Juli, urine hasilnya keluar tanggal 5 Agustus. Kan Aneh, ditetapkan dulu jadi tersangka baru barang buktinya,” tegasnya.

Dengan ini melalui kuasa hukumnya, pemohon berharap agar majelis hakim dapat mempertimbangkan semua dalil-dalil yang diajukan dan mempertimbangkan rasa dari perempuan.

Meminta hakim tunggal PN Medan Deson Togatorop mengabulkan permohonan praperdilan yang diajukan pemohon.(SB/FS)

-->