Mendagri: Tangani Banjir di Jabodetabekpunjur Dibutuhkan Kerjasama yang Terintegrasi

sentralberita|Jakarta ~ Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menghadirii rapat virtual penandatanganan dokumen komitmen bersama penanggulangan banjir dan longsor di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur (Jabodetabekpunjur) yang digelar di ruang sidang utama Gedung A Lantai 3 kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Jakarta.

Dalam rapat itu, Mendagri menekankan bahwa penanganan banjir di kawasan Jabodetabek tidak bisa dilakukan secara parsial. Mesti ditangani secara bersama dan terintegrasi.

Ada pun acara penandatanganan dokumen komitmen bersama penanggulangan banjir dan longsor di kawasan Jabodetabekpunjur yang digelar secara virtual itu, selain dihadiri Mendagri, sejumlah menteri juga hadir dan ikut dalam rapat, antara lain Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono dan Menteri Agraria dan Tata Ruang, Sofyan Djalil. Rapat virtual juga diikuti Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil dan Gubernur Banten Wahidin Halim.

Sejumlah kepala daerah kabupate/kota di wilayah Jabodetabekpunjur juga ikut dalam rapat. Para kepala daerah itu adalah Plt. Bupati Cianjur, Herman Suherman, Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto, Walikota Bekasi, Rahmat Effendi, Walikota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany, Walikota Tangerang, Arief Rachadiono Wismansyah dan Walikota Depok, Bapak Mohammad Idris. Rapat juga diikuti pejabat Eselon I di Kementerian Dalam Negeri dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).

Dalam sambutannya, Mendagri mengatakan, bahwa acara penandatanganan komitmen rencana aksi penanggulangan banjir dan longsor se- Jabodetabekpunjur ini sangat penting.

Bahkan monumental. Sebab, seperti diketahui bersama masalah banjir dan longsor adalah salah satu bencana yang selama ini jadi masalah klasik di wilayah Jabodetabekpunjur atau Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur. Dan, Jabodetabekpunjur ini saling terkait.

” Ini terkait antara satu daerah dengan daerah lainnya. Kita ketahui berapa tahun terjadi banjir di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya bahkan di Bekasi, di Tangerang, Tangsel, di Depok, juga ada banjir. Di daerah lain di luar daerah ini juga banjir seperti di Kabupaten Bogor juga ada longsor di daerah- daerah hulu, “katanya.

Menurut Menteri Tito, dalam masalah banjir, daerah di Jabodetabekpunjur ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Saling terkait. Misalnya, daerah hulu, terutama yang ada di wilayah Kabupaten Bogor merupakan wilayah tangkapan air.

Maka, ketika di hulu, ada banjir, daerah lainnya yang saling terhubung seperti Kota Bogor, Depok dan juga daerah-daerah hilirnya seperti Jakarta dan Bekasi dan Tangerang, ikut terdampak. Maka, dibutuhkan penanganan yang tidak parsial. Tapi, penanganan yang terintegrasi.

” Kita melihat bahwa penanganan ini tidak bisa dilakukan secara parsial, karena apa yang terjadi di daerah hulu berpengaruh besar terhadap daerah tengah dan daerah hilir. Apa yang dilakukan daerah hilir juga sangat penting karena berpengaruh juga kepada daerah-daerah yang lain, ” ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Mendagri perlu dilakukan kegiatan bersama untuk menangani itu. Dibutuhkan upaya dan kerjasama antar daerah. Masalah penanganan banjir di Jabodetabekpunjur ini pun jadi perhatian serius Presiden Jokowi. Di awal tahun lalu, Presiden sampai melakukan rapat dengan memanggil langsung para kepala daerah dan para menteri terkait.

” Saya juga hadir pada saat itu di Istana, dimana penyampaian dari Bapak Presiden perlu adanya kerjasama yang terpadu antara daerah-daerah hulu tengah dan hilir.

Untuk itu sudah pernah kita inisiasi dari awal untuk melaksanaan rapat-rapat awal antara kementerian dan lembaga yang di pusat dan daerah dan kemudian Kemendagri juga mendorong untuk komunikasi, menjembatani antara langkah-langkah pusat dan daerah, ” katanya.

Bagaimana pun, kata Mendagri, selain langkah dari daerah juga diperlukan intervensi atau langkah-langkah dari pusat untuk mendukung kerjasama dan integrasi di daerah. Hanya melalui langkah-langkah integrasi ini upaya penanganan secara komprehensif bisa dilakukan.

” Oleh karena itulah, bentuk tim kecil yang diikuti oleh para pejabat teknis dimana Sekjen Kemendagri menjadi salah satu moderatornya. Rapat-rapat dilaksanakan secara teknis di hulu dikerjakan apa, siapa berperan apa, di tengah juga demikian. Juga di daerah hilir.

Prinsip utama di bagian hulu adalah managemen area atau daerah tangkapan air ini betul-betul dapat difungsikan terutama masalah penataan ruang kembali untuk peruntukan penangkapan air, termasuk penghijauan sehingga tidak terjadi longsor yang menjadi bencana tersendiri untuk di daerah tangkapan air tapi juga untuk mengurangi debit air yang turun ke daerah tengah dan daerah hilir,” urai Mendagri.

Kemudian, Mendagri melanjutkan, di daerah tengah, aliran air diharapkan bisa berjalan lancar. Sehingga bisa mengurangi debit air. Maka perlu dibangun tempat penampungan-penampungan, entah itu dalam bentuk waduk, lumbung dan lain-lain. Terutama di daerah Bogor, Depok, baik kota maupun kabupaten.

” Selanjutnya untuk daerah hilir sendiri perlu penantaan dan managemen tersendiri juga diantaranya adalah “perimbangan” sungai, sistem kanal yang ada.

Sehingga airnya dapat lancar mengalir, tidak terjadi penyempitan yang mengakibatkan penyumbatan, juga pintu-pintu air yang memadai dan kemudian tidak mampet. Disamping itu juga resapan-resapan air dalam bentuk biopori sehingga tidak terjadi air menggenang yang berlebihan ke daerah-daerah atau tempat-tempat yang menuju daerah aliran sungai atau sistem aliran sungai yang lain, ” katanya

Diharapkan melalui mekanisme bersama ini, wilayah tangkapan air di di daerah hulu bisa berfungsi maksimal. Sehingga, tidak lagi terjadi longsor. Dan di daerah tengah, air bisa mengalir lancar. Sehingga tidak terjadi aliran yang berlebihan di daerah hilir.

” Di daerah hilir pun tidak terdapat debit air yang sangat berlebihan dan kemudian bisa mengalir dengan baik serta dapat dikurangi karena adanya resapan-resapan dan biopori.

Ini semua dicanangkan dan kemudian setelah dirasionalisasikan karena adanya realokasi dan refocusing anggaran dengan adanya krisis Covid-19 maka telah identifikasi sebanyak 584 kegiatan dengan anggaran total lebih kurang 35 triliun yang dikerjakan. Sudah diatur kesepakatan dalam rapat teknis, siapa berbuat apa, “katanya.

Misalnya, kata Menteri Tito, untuk kementerian di pusat, telah diatur melaksanakan apa. Kemudian di daerah hulu baik provinsi maupun kabupaten dan kota, juga diatur akan melaksanakan apa. Item-itemnya sudah ada. Di daerah tengah dan hilir, telah ditentukan juga apa yang mesti dikejakan.

“Siapa yang melakukan, dimana lokasinya. Cukup rinci meskipun nantinya masih terbuka kalau nanti ada ide-ide baru atau ada yang belum pas. Yang paling penting saya kira adanya kesepakatan antara tim teknis maka ditingkat pengambil kebijakan baik pusat maupun daerah juga memiliki kesepakatan yang sama untuk bersama-sama bekerjasama menangani permasalahan banjir ini.

Oleh karena itulah maka kegiatan sore hari ini sangat penting sekali untuk agreement kita secara resmi antara semua stakeholder yang terkait,” ujarnya.

Menteri Tito pun berharap setelah MoU (Memorandum of Understanding) ini akan dilanjutkan dengan langkah-langkah nyata. Sehingga terbentuk sistem yang terpadu. Dan secara bersamaan akan dilakukan eksekusi, monitor dan evaluasi.

” Sekali lagi saya mengucapkan terimakasih banyak dan apresiasi yang tinggi kepada tim teknis dari gabungan, baik dari pusat maupun daerah. Kemudian tentunya terimakasih banyak atas dukungan dari pimpinan lembaga, kementerian, bapak ibu menteri dan juga rekan-rekan gubernur serta para kepala daerah, baik bupati dan walikota.

Insya Allah niat baik kita ini dapat di berkahi oleh Allah SWT. Sehingga kita harapkan dengan langkah-langkah kita, mudah-mudahan, sekarang lagi musim kemarau, nanti saat musim hujan yang akan datang, banjir sudah jauh berkurang,” katanya.(SB/01)