Kisah Baiq Nuril yang Ingin Mengakhiri Hidup


Baiq Nuril mengaku sempat putus asa di tengah upayanya menuntut keadilan

sentralberita|Jakarta~Baiq Nuril mengaku sempat putus asa di tengah upayanya menuntut keadilan terkait, tetapi dukungan kuat dari anak-anaknya membuatnya terus berani melangkah.

Bermula dari apa yang disebutnya sebagai pelecehan seksual yang kerap dialaminya, ibu tiga anak ini kemudian memberanikan diri untuk merekam pembicaraan antara dirinya dan atasannya lewat telepon.

Rekaman pembicaraan itulah yang kemudian dibeberkan dan diharapkannya menjadi bukti sekaligus menjadi keputusan terpentingnya untuk memberanikan diri untuk bersuara.

Dalam pusaran ketegangan seperti itulah, termasuk keberaniannya membuka kasus dugaan pelecehan seksual atas dirinya, membuata Baiq Nuril mengaku dihadapkan jalan terjal yang tidak gampang.

“… Saya ingin menyudahi ini semua, karena terlalu capek,” ungkapnya dalam wawancara khusus dengan wartawan BBC News Indonesia, Silvano Hajid dan Oki Budhi, Selasa (09/07) di Jakarta.

Namun kehadiran orang-orang terdekatnya, termasuk anak-anaknya, juga sokongan berbagai pihak, menyadarkan Baiq Nuril untuk tetap berusaha tegar dan kukuh menuntut keadilan.

Rute penerbangan dari Lombok ke Jakarta harus dia jalani berkali-kali demi tujuan itu, sekaligus menyadarkan agar kaum perempuan berani melapor terkait kekerasan seksual yang dialaminya.

Baiq Nuril menyuarakan sikapnya agar kaum perempuan yang mengalami pelecehan seksual, untuk tidak diam dan berani berbicara.

Sampai saat ini saya tak berpikir ke arah sana, biarlah jadi jalan hidup saya, jika amnesti ditolak, sebenarnya saya ingin menyudahi ini semua, karena terlalu capek…

Saat saya sempat ditahan 2017 lalu, keluarga saya membawa anak saya yang paling kecil, pertama ketemu kan kita pakai baju tahanan, waktu itu warnanya orange, saya pikir jika dia lihat pakaian saya pasti dia bertanya, saya akhirnya pakai jilbab besar yang menutupi huruf dan nomor dan pakaian saya…(baju tahanan) dia langsung tanya: “ibu kok bajunya seperti maling, seperti penjahat di televisi.”

Kelas 2 SD, sering bertanya waktu penahanan saya di Polres, saya jawab kepadanya “Ibu mau diam di sini disuruh bapak Polisi untuk sekolah, ibu mau belajar nyetir, mau sekolah belajar nyetir,” lalu dia tanya, “di mana tempatnya?” saya jawab “di situ (kantor Polisi).” jadinya saat saya ditahan, dia kira saya sekolah (menyetir).

Mungkin kalau tidak ada mereka, saya sempat berpikir untuk bunuh diri, biar persoalan selesai. Tapi saya cepat-cepat berpikir, siapa lagi yang akan antar mereka gapai cita-cita kalau bukan saya.

Baiq dihukum dengan enam bulan penjara dan denda Rp500 juta — tapi eksekusinya ditunda oleh kejaksaan.

Itu yang buat saya bisa berdiri dan duduk di sini, saya hampir tidak percaya begitu besar dukungan terhadap saya, seperti bermimpi rasanya, itu yang bikin anak-anak lebih kuat karena melihat banyak sekali dukungan yang luar biasa.

Bersyukur, tidak ada yang mengucilkan saya, baik dari lingkungan rumah, selama ini semua solid mendukung saya. (SB/bbc/i)