PN Medan Vonis Rendah Pelaku Pembunuhan

sentralberita|Medan ~Dua terdakwa pencurian disertai pembunuhan Edy Syahputra (55) dan Edi Sukiwan (38) terhadap divonis rendah hanya 16 tahun penjara di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (12/6) kemarin.

Kasus ini tampak aneh sejak sidang pertama, awalnya ditangani oleh Hakim Ketua Jarihat Simarmata namun berubah menjadi Hakim Ketua Tengku Oyong.

Dalam pertimbangan hukumnya majelis hakim menyebutkan hal yang memberatkan para terdakwa karena telah menghilangkan nyawa manusia dan meresahkan masyarakat.

“Dengan ini menyatakan kedua terdakawa Edy Syahputra dan Edi Sukiwan terbukti secara sah melakukan tindak pidana melanggar pidana Pasal 339 Jo pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHPidana tentang pembunuhan disertai pencurian dengan pidana penjara selama 16 tahun,” tutur Hakim.

Putusan ini jauh lebih rendah dari tuntutan JPU yang menuntut terdakwa 18 tahun penjara pada sidang sebelumnya.

Seperti diketahui sesuai Pasal 339 bahwa para terdakwa seharusnya divonis penjara seumur hidup dan 20 tahun . “Makar mati diikuti, disertai atau didahului dengan perbuatan yang dapat dihukum dan yang dilakukan dengan maksud untuk menyiapkan atau memudahkan perbuatan itu atau jika tertangkap tangan akan melindungi dirinya atau kawan-kawan dari pada hukuman atau akan mempertahankan barang yang didapatkannya dengan melawan hak, dihukum penjara seumur hidup atau penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Sontak, hal ini membuat kerabat sekaligus saksi dalam perkara ini Saun Rajin yang menunggu di dalam sidang terkejut.

Seusai sidang ia menyebutkan bahwa proses hukum yang berjalan terhadap kerabatnya tersebut sudah tidak benar.

“Ini sudah tidak benar lagi, dari awal saya sudah curiga kenapa ini dituntut hanya 18 tahun penjara. Padahal mereka ini sudah membunuh dan mencuri barang-barang bibi kami. Dia dibunuh secara sadis dan barang-barangnya semua dicuri masa hanya divonis 16 tahun. Harusnya hukuman mati mereka ini” tegasnya sambil berteriak kepada hakim.

Bahkan ia sempat mengejar JPU Evalina untuk menanyakan bagaimana barang bukti dan keputusan tersebut.

Namun, sang Jaksa malah lari terbirit-birit meninggalkan para keluarga korban dan malah memasuki ruang para Hakim di PN Medan. Begitupun saat ditanyai awak media Jaksa juga tak memberiakan sepatah katapun atas vonis tersebut.

Saun Rajin menduga ada permainan kasus antara Jaksa dan keluarga terdakwa. “Saya yakin ini sudah ada kongkalikong antara keluarga terdakwa dan jaksa . Karena ini sudah kedua kalinya berganti jaksa, dan masa pelaku satu lagi Tri Adi Winata hanya dituntut 6 bulan hanya karena di bawah umur. Ini sudah tidak benar,” tegasnya.

Terakhir, ia menyebutkan bahwa pihaknya akan melakukan banding atas putusan yang tidak mencerminkan rasa keadilan ini. “Kami akan banding, pasti itu, untuk barang bukti dua kereta itu juga. Itu uang hasil curian mereka beli motornya,” pungkasnya.

Bahkan, setelah sidang terdakwa Edi Sukiwan tampak sama sekali tidak menyesali perbuatannya. Ia malah tampak memeluk dan tertawa bersama istrinya menuju ruang tahanan sementara.

Sebelumnya dalam dakwaan, JPU Elvina membeberkan bahwa awal mula kasus ketika kedua terdakwa sepakat mencuri di rumah korban karena tidak memiliki uang dalam perbincangannya.

“Bermula di tahun baru 1 Januari 2019 dimana Edi Sukiwan alias Jo mendatangi Edy Syahputra dan mengobrol. Selanjutnya Jo mengatakan kepada Edy saya tidak punya uang, ayo kita ambil kayu dan seng di rumah kosong milik Rajem (korban) yang terletak di samping rumah korban di Gg. Setia, Tanjung Sari,” tuturnya.

Lalu, JPU melanjutkan Edy mengiyakan permintaan rekannya dan berkata “Ayo apa bisa naik sepeda motor.” dan dijawab terdakwa Jo “ayo kita lihat dulu”.

Selanjutnya keduanya berangkat menuju tkp dengan sepeda motor, namun sebelumnya mereka menjumpai Tri Adi Winaga untuk menjaga di luar rumah.

“Lalu Jo menyuruh Tri Ardi, Tri kau lihat-lihat di luar karena abang mau masuk ke rumah sewa korban yang kosong di sebelah rumah korban untuk mencuri kayu dan seng, kau jaga-jaga di luar jika ada orang yang datang kau beri kode tepuk tangan atau melempar seng rumah korban. Dan Tri mengiyakan dengan menganggu kepala,” tambah Elvina.

Lalu kedua terdakwa langsung masuk ke halaman rumah korban dan langsung menuju samping sebelah kanan di rumah sewa korban yang kosong.

“Keduanya langsung mempreteli rumah tersebut dengan mengambil kayu broti dengan cara menariknya dan mengambil kayu di rumah korban yang kosong,” tuturnya.

Lalu korban Rajem ternyata mendengar ada yang mencurigakan yang terjadi di rumah kosongnya dan akhirnya memergoki kedua terdakwa yang sedang mencuri.

“Tiba-tiba korban muncul dari celah-celah tembok rumahnya dan memak- maki para terdakwa dengan berkata kok kau ambil kayu-kayu rumah sewaku, kau maling dan bodat tidak ada otak kau,” teriaknya.

Langsung saja kedua terdakwa mengejar korban dari belakang rumah korban yang bolong dengan cara memanjat. Lalu Edi masuk ke dapur korban yang tidak terkunci pintunya.

“Lalu karena melihat terdakwa datang, korban langsung lari ke kamar tidur sambil berteriak, melihat itu Jo langsung memiting badan korban dan Edy langsung menangkap tangan korban dan di ikat ke belakang dengan tali tas warna biru yang ada di kamar korban. Setelah itu korban di jatuhkan ke tempat tidur dan langsung mengikat kaki korban dengan seprai. Langsung saja korban meronta dan memaki-maki,” beber Jaksa.

JPU menerangkan setelahnya terdakwa Edy menjatuhkan korban ke tempat tidur dengan posisi telentang dan Jo langsung membekap mulut korban dengan tangan kanan dan tangan kiri mencekik leher korban, sampai korban lemas.

“Setelah korban lemas, ikatan tangan korban dibuka dan diikat kembali lagi dengan posisi kedua tangan di atas kepala. Selanjutnya Edy mengambil anting-anting yang dikenakan korban dan Jo mengambil kalung emas yang di pakai korban,” tuturnya.

Setelah itu Edy menjaga korban yang sudah lemas sedangkan Jo langsung membongkar lemari pakaian korban untuk mencari barang – barang berharga milik korban.

Dari lemari pakaian terdakwa hanya mendapat gelang imitasi dengan mainan batu biasa.

“Lalu setelah melihat korban dalam kondisi sudah lemas dan tidak berdaya lagi keduanya pergi meninggalkan korban dan keluar melalui pintu depan rumah korban,” tambahnya.

Setelah di luar keduanya langsung pergi ke belakang Pam Tirtanadi untuk melihat barang-barang yang berhasil di curi.

“Selanjutnya gelang imitasi bermainan batu biasa dibuang sedangkan perhiasan emas langsung dibawa ke pajak Sei Sikambing dan setelah sampai di pajak, Jo menjual perhiasaan tersebut kepada seorang laki – laki yang tidak dikenal seharga Rp 15 juta,” terangnya.

Lalu hasilnya dibagi menjadi 3 bagian, dimana terdakwa Jo mendapatkan Rp 6 juta, Edy mendapat bagian Rp 6 juta sedangkan Tri Adi Winata mendapatkan Rp 2 juta.

Terakhir jaksa menjelaskan hasil visum et repertum dari RS Bhayangkara mendapati kesimpulan penyebab kematian korban akibat mati lemas (Asfiksia) oleh karena adanya penekanan pada mulut dan leher.( SB/FS )